Akibat tiada jembatan penyeberangan, penduduk Padanggantiang harus menyeberang sungai agar bisa sampai ke korong tetangga Bukit Aru. Saban hari mereka harus mengarungi Batang Tiku. Inilah satu-satunya akses mereka menuju dunia luar.
Jika debit air naik, tidak jarang para pelajar harus meliburkan diri karena tidak bisa menuju sekolah. Bila hujan, baju, celana dan buku basah sesampai di sekolah.
"Kalau air besar, biasanya anak-anak dari sini (Padanggantiang) pergi sekolah harus menempuh bahaya,"ungkap Jinih, warga setempat saat bertemu Padang Ekspres (Grup JPNN) di Bukit Aru, Jumat (1/3).
Setiap hari puluhan siswa menyeberangi sungai berarus deras. Demikian pula warga lainnya yang ingin ke kantor wali nagari ataupun ke kantor camat. Siang kemarin, tampak seorang ibu menyeberangi sungai sambil menggendong anak. Mujur, ketika itu air sungai tidak deras dan dangkal.
Korong Padanggantiang berada di perbukitan. Jaraknya dari ibu kota kecamatan sekitar 25 km. Satu-satunya akses menjangkau daerah ini berupa jalan rabat beton dengan medan terjal. Itu pun kondisinya belum rampung sepenuhnya.
"Setahu saya, di sini belum pernah ada jembatan. Jalan ke sini juga belum ada diaspal," jelas Baharuddin, tokoh masyarakat Padanggantiang.
Warga setempat berharap dinas terkait di lingkungan Pemkab Padangpariaman bisa mencarikan solusi terbaik untuk itu. "Kalau bisa pemerintah bisa segera membangun jembatan atau minimal dibangun rajang untuk penyeberangan," kata Amur, warga lainnya.
Camat IV Koto Aur Malintang, Anda Marzuni menyebutkan, pembangunan jembatan di Batang Tiku sudah diusulkan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) nagari dan kecamatan.
Sekkab Padangpariaman, Mawardi Samah yang dikonfirmasi terpisah, berjanji memperhatikan pembangunan infrastruktur di daerah terisolir, termasuk di Padanggantiang. "Kita akan instruksikan Dinas PU mempelajari kondisi lapangan," ucapnya. (Yurisman)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sweeping Kendaraan, Polisi Tembak Warga
Redaktur : Tim Redaksi