Tak Ada Unsur Pidana di Medsos Istri Kolonel Hendi Suhendi tentang Wiranto

Senin, 14 Oktober 2019 – 21:59 WIB
Irma Zulkifli Nasution (memeluk), istri mantan Komandan Distrik Militer 1417 Kendari, Kolonel Kaveleri Hendi Suhendi, menangis saat acara serah terima jabatan Komandan Distrik Militer 1417. ANTARA/Harianto

jpnn.com, JAKARTA - Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI), menilai posting-an Irma Zulkifli Nasution, istri mantan Komandan Distrik Militer 1417 Kendari, Kolonel Hendi Suhendi di media sosial tidak memenuhi unsur pidana.

Diketahui, Hendi Suhendi dicopot dari jabatannya akibat posting-an istrinya itu di medsos yang dianggap nyinyir soal penikaman Menko Pulhukam, Wiranto.

BACA JUGA: Dandim Kolonel Hendi Pasrah Dicopot Jabatan karena Istri Sindir Kasus Wiranto

Menurut Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI, Chandra Purna Irawan, berdasarkan informasi yang beredar terdapat dua status Irma yang dipersoalkan.

Pertama "Jangan cemen, Pak ... Kejadianmu, tak seberapa dibanding dengan jutaan jiwa yang melayang" dan "Jadi teringat kasus Setnov. Ada lanjutannya ternyata. Menggunakan peran pengganti".

BACA JUGA: Jadi Penyebab Kolonel Hendi Suhendi Dicopot dari Jabatan, Sang Istri Menangis

Nah, Chandra memadang bahwa status pertama menurutnya bisa dinilai sebagai bentuk curahan hati dan atau panggilan hati melihat kondisi negeri ini.

Atau juga dapat dinilai sebagai motivasi agar segera bangkit dan tidak merasa kalah atau lemah atau cemen.

BACA JUGA: Komandan Kodim Dicopot Gara-Gara Istri Posting Komentar Nyinyir soal Wiranto

"Apabila ada maksud melaporkan istri eks Dandim Kendari ke aparat, atas dasar apa? Atas unsur-unsur pidana apa?" kata Chandra mempertanyakan dalam pendapat hukumnya, Senin (14/10).

Apabila atas dasar pasal 28 (1) dan (2) UU ITE No.19/2016 Jo. UU No. 11/2008 tentang hoaks dan ujaran kebencian, dia kembali bertanya di mana letak frasa dari status tersebut yang bermuatan ujaran dan kalimat, frasa yang mengandung kebencian?.

"Atau adakah status tersebut berupa ujaran kebohongan," imbuhnya.

Sebab, katanya, berita hoaks (pasal 28 ayat 1) yang disebarkan melalui media elektronik yang bisa dipidana menurut UU ITE tergantung dari muatan konten yang disebarkan, seperti jika bermuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Seterusnya, jika bermuatan menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA dipidana berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU ITE.

"Saya berpendapat tidak terdapat keterkaitan antara yang dituduhkan hoaks dan ujaran kebencian, dan juga tidak terdapat status yang berupa ujaran kebencian dan atau yang dinilai sebagai hoax," jelas Sekjen LBH Pelita Umat ini.

Selain itu, apabila Irma akan dilaporkan atas delik pencemaran nama baik, pasal 27 ayat (3) UU ITE. Apakah status tersebut menyebutkan nama Wiranto? Frasa "Jangan Cemen, pak...." menurut Chandra, bisa jadi yang dimaksud adalah bukan Pak Wiranto.

"Barangkali bapak yang lain. Kalau Wiranto merasa tersinggung mestinya Wiranto yang melaporkan? Karena pasal ini adalah delik aduan," tukas Chandra.

Terakhir, dengan berbagai penjelasannya itu, Chandra berpendapat tidak terdapat unsur pidana pasal 27 ayat (3), atau pasal 28 (1) dan (2) UU ITE No.19/2016 Jo. UU No. 11/2008 dalam posting-an istri eks Dandim Kendari itu.

Oleh karena itu, dia berharap semua polemik hukum terkait posting-an medsos Irma seyogianya dihentikan.

"Seharusnya publik dan siapa pun yang memiliki hati berempati dengan kondisi yang menimpa keluarga eks Dandim Kendari, bukan sebaliknya justru bersemangat ingin memenjarakan sang istri," tandasnya.(fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler