Tak Akurat, Empat Bupati Protes Data Penduduk Miskin dari BPS

Rabu, 18 Juli 2012 – 13:27 WIB
BUKITTINGGI - Empat kepala daerah memprotes data kemiskinan yang dilansir Biro Pusat Statistik (BPS). Mereka menilai indikator BPS dalam mengukur kriteria kemiskinan tidak valid, sehingga para kepala daerah tersebut  menyangsikan data jumlah penduduk miskin versi BPS.

Empat kepala daerah itu adalah Bupati Tanahdatar M Shadiq Pasadiqoe, Bupati Pesisir Selatan Nasrul Abit, Wakil Bupati Solok Desra Ediwan Anantanur dan Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabaggalet.  Mereka menyatakan baru bisa mempercayai data BPS, bila mencantumkan data by name by address terhadap jumlah penduduk miskin.
 
Protes terhadap data kemiskinan BPS itu karena mereka menolak dipersalahkan gubernur Sumbar terhadap rendahnya realisasi penyerapan Jamkesda untuk masyarakat miskin.

Ini terungkap  saat Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengeluhkan rendahnya realisasi Jamkesda  di kabupaten kota, dalam rapat koordinasi kepala daerah di Hotel The Hill Bukitinggi, Selasa (17/ 7) dini hari.

"Kepala Dinas Kesehatan Sumbar Rosnini Savitri melaporkan ke saya, bahwa realisasi program Jamkesda Sakota masih rendah. Padahal, untuk  program itu, kita telah alokasikan Rp 13,5 miliar. Kita kan sharing dana dengan pemerintah kota/kabupaten, tapi banyak  kepala daerah yang tidak meresponsnya. Bahkan kami sudah surati beberapa kali," ujar Irwan.

Ia mengatakan, sampai hari ini banyak kepala daerah yang belum menyerahkan data by name by address terhadap  jumlah penduduk miskinnya. Padahal, itu menjadi salah satu persyaratan bagi PT Askes  untuk program jamkesda  tersebut.
 
"Bahkan, Pemprov sudah memberikan kuota untuk kota/kabupaten  untuk ikut Jamkesda  itu, cuma saja  daerah  kurang memperhatikannya. Sehingga, Pemprov menarik kembali  anggaran karena tidak ada data by name by address," ujarnya.

Irwan mengatakan, rapat  koordinasi  kepala daerah dilakukan untuk meningkatkan konsolidasi  dan sinergisitas. Tanpa konsolidasi dan sinergisitas, pembangunan tidak akan berjalan efektif. Pemprov memiliki anggaran cukup besar, Rp 2,5 triliun. Alokasi dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh kepala daerah. "Kita lakukan rakor ini untuk membahas semua persoalan yang ada. Sehingga, ada solusi dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat," ucapnya.

Menanggapi itu, Shadiq mengatakan bahwa dirinya bukan tidak merespons program Jamkesda yang diluncurkan Pemprov Sumbar, namun ia tak bisa menerima  data kemiskinan  yang dilansir BPS. Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tercatat jumlah penduduk miskin di Tanahdatar 118.644 jiwa, sedangkan yang dicover dalam program  Jamkesmas 96.495 jiwa.
 
"Artinya, hanya 22.149 jiwa yang belum tertampung program Jamkesmas. Sementara BPS, mengeluarkan data jumlah penduduk miskin di Tanahdatar 65. 476 jiwa," jelasnya.

Data penduduk miskin juga berbeda dengan data penerima beras miskin di Tanahdatar. "Penerima beras raskin di tahun 2012 jauh lebih bayak di tahun 2011 lalu. Bahkan masih ada masyarakat yang tidak berhak mendapatkan raskin, justru mendapatkan raskin. Terdapat  data yang tidak seragam antara data BPS dengan data pemerintah daerah," ulasnya.
 
Data ini, katanya, dikhawatirkan menimbulkan persoalan bagi daerah, sementara data by name by address penduduk miskin belum diberikan  BPS pada daerah. "Kami tentu tak bisa sembarangan juga dalam menyalurkan bantuan. Salah-salah nanti kami dibilang korupsi. Misalnya, yang seharusnya menerima raskin jumlahnya  lebih sedikit, tapi ternyata yang menerimanya jauh lebih besar. Demikian juga untuk program Jamkesda, harusnya datanya sedikit, justru datanya membengkak. Kalau kita bayarkan, jika terjadi persoalan di kemudian hari, siapa nanti yang akan bertanggung jawab untuk itu," kritiknya.

Dia  mengungkapkan, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 32/2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan  Sosial  yang bersumber dari APBD telah mengebiri  kewenangan bupati dan wali kota se-Indonesia. Dalam Permendagri itu, tidak membolehkan lagi bupati memberikan bantuan secara langsung terhadap masyarakat  yang tidak terkaver dalam Jamkesmas dan Jamkesda.

"Jika dulu ada masyarakat yang datang ke bupati atau wali kota dan tidak terdaftar sebagai peserta Jamkesda atau Jamkesmas, kepala daerah bisa menyalurkan bantuan hibah atau bantuan sosial. Sekarang tak bisa lagi," ujarnya.

Nasrul Abit juga mengaku bingung dengan indikator kemiskinan yang digunakan BPS. Dia mengaku sudah berulangkali  mencocokkan data dengan BPS, namun tak pernah ditemukan persepsi yang sama dengan BPS. Angka penduduk miskin di Pessel yang dulunya hanya 160 ribu jiwa, berdasarkan data BPS membengkak menjadi 260 ribu jiwa. Jika data BPS ini terus  diakomodir, maka negara dan daerah bisa bangkrut dibuatnya.

"Banyak program dan anggaran yang dikucurkan setiap tahunnya, masa tidak ada penurunan terhadap angka jumlah penduduk miskin sama sekali. Harusnya ada penurunan dong? Kita sudah sepakat mengurangi jumlah penduduyk miskin, namun angka  penduduk miskin terus  bertambah menurut versi BPS. Ini yang perlu didudukan dulu dengan BPS, mana data by name by addres  terhadap  penduduk miskin di daerah kami, biar kami lakukan kroscek lagi," paparnya.

Wakil Bupati Solok Desra Ediwan juga menilai data  statistik kemiskinan versi BPS, kerap berbeda dengan data pemkab. Persoalan ini akan dapat diminimalisir, jika  BPS mampu menunjukkan data by name by address.

"Selama ini telah kita minta, tapi BPS selalu bilang datanya di pusat. Ini kan repot juga. Bagaimana kami membandingkan data mereka dengan data yang kami miliki. Pemkab kan punya data  juga  terhadap jumlah penduduk miskin. Kalau data  itu bisa  dilihat dan dikroscek ulang, tentu ini tidak akan terus menerus jadi persoalan. Hal yang paling penting adalah  indikator BPS dalam menentukan jumlah penduduk miskin," ujarnya.

Yudas Sabaggalet juga mengaku masih belum dapat mempercayai data kemiskinan yang dikeluarkan BPS. Saat ini, pihaknya tengah mengkroscek kebenaran angka jumlah penduduk miskin di Kepulauan Mentawai yang telah dilansir BPS.  "Kami juga saat ini sedang mengkroscek lagi data itu. Kami tak mau terima data itu mentah- mentah," tegasnya.

Menyikapi  aksi  protes  kepala daerah tersebut, Irwan Prayitno berjanji mewadahi keluhan kepala daerah terhadap data  kemiskinan BPS. "Kami akan buatkan jadwal pertemuan  bupati dan wali kota dengan BPS untuk membahas persoalan ini. Tentu  persoalan ini harus  ada solusinya, sehingga tidak merugikan masyarakat dan daerah. Persoalan ini harus tuntas, sehingga program Jamkesda Sakota tetap jalan," ucapnya. (ayu/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Sembako Terus Melonjak

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler