Tak Cepat Direspon, Konflik Bisa Pecah Lagi

Selasa, 03 Januari 2012 – 10:58 WIB

Beberapa peristiwa yang menyangkut pelanggaran kemanusiaan marak terjadi di Indonesia. Salah satunya, kasus pembantaian warga di Mesuji yang menghebohkan tanah air. Ironisnya, meski Komnas HAM sudah melakukan investigasi dan mengeluarkan rekomendasi kasus yang terjadi di Mesuji Lampung dan Sumatera Selatan, tetapi pemerintah seolah-olah tutup mata. Bahkan, lambat dalam menindaklanjuti rekomendasi tersebut.

Berikut petikan wawancara JPNN dengan ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim saat ditemui di Gedung Kemenkopolhukamm, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kemarin (2/1).

Sejak kapan Komnas HAM melakukan investigasi kasus berdarah di Mesuji ?
Komnas HAM sudah lama melakukan investigasi, sejak kasus-kasus di Mesuji itu terjadi. Ada tiga lokasi konflik, kasus warga dengan PT Silva Inhutani di Register 45, Mesuji, Lampung, kejadian itu sangat panjang dan Komnas HAM mulai menanganinya Tahun 2009. Puncaknya, terjadi insiden  penembakan pada September 2010. Kemudian ada lagi yang terjadi di desa Sodong, Sumatera Selatan, antara PT SWA dengan warga pada April 2011, terkait masalah Inti-Plasma dan ada lagi konflik warga dengan PT BSMI di desa Sri Tanjung, Mesuji, Lampung pada November 2011. Jadi ada tiga peristiwa dilokasi berbeda.

Komnas HAM sudah melakukan penyelidikan dan investigasi di tiga waktu yang berbeda itu. Kasus PT Silva penyelidikan dilakukan pada Nopember 2010, kasus sungai Sodong bulan April 2011 dan kasus di desa Sri Tanjung pada November 2011. Kita sudah membuat timnya dan ketiga tim itu sudah menyampaikan laporanya, kita sudah rekomendasikan dan sebagian rekomendasi sudah dijalankan.

Apa  rekomendasi Komnas HAM ?
Untuk kasus di PT Silva, kita rekomendasinya ke Kemenhut (Kementerian Kehutanan) pada Tahun 2010 agar membuat kebijakan enclave. Kasus di Sodong sudah direkomendasikan ke Bupati pada Juni 2011. Bupati telah melaksanakan sebagian rekomendasi Komnas HAM. Seperti kita minta renegosiasi Inti-Plasma dan itu sudah dijalankan bupati. Tapi belum maksimal karena konflik berdarah itu baru, kejadian pada bulan April 2011.

Sama halnya dengan rekomendasi Komnas HAM atas konflik warga dengan PT BSMi di desa Sri Tanjung. Kita meminta bupati setempat untuk mengurus hubungan Inti-Plasma. Kemudian kepada Polisi kita rekomendasikan juga agar memproses aparat yang melakukan tindakan yang tidak didasarkan pada Prosedur Tetap (Protap).

Artinya saat konflik terjadi, aparat bekerja tidak sesuai protap ?
Ya kalau polisi yang diproses secara hukum artinya mereka bertindak tidak sesuai prosedur. Sudah ada tiga polisi yang diproses secara hukum terkait konflik PT BSMI dan kasusnya sudah disidik dan menuju kearah proses pidananya.

Kasus warga dengan PT Silva, brimob yang menembak warga juga  sudah dalam proses hukum dan yang di Sodong ini sudah jalan proses hukumnya tapi bukan aparat pelakunya melainkan masyarakat yang melakukan tindakan kekerasan.

Dari ketiga kasus di Mesuji itu, apa ditemukan pelanggaran HAM berat ?
Tidak ada. Itu hanya dugaan pelanggaran HAM.

Berdasarkan temuan Komnas HAM, apa pemicu konflik warga dengan perusahaan di Mesuji ?
Sengketa tanah. Kalau di register 45 ada beda, disana penggusuran terhadap desa yang sudah ada di hutan. Terjadi perluasan areal yang menyebabkan desa itu tersingkir sehingga dikeluarkan dari HTI (Hutan Tanaman Industri) yang dikelola PT Silva sejak 1997. Setelah keluar dari hutan itu, warga menjadi pengsungsi di Moro-Moro dan ditampung oleh masyarakat adat. Sedangkan di dua tempat lagi (PT BSMI dan PT SWA), akar masalahanya perusahaan tidak memberikan janjinya untuk pembangunan kebun plasma dan masyarakat marah.

Anda menyebut pemicu konflik adalah sengketa tanah. Apa BPN dan Kemenhut sangat lemah dalam menerapkan kebijakan dan pro perusahaan ?
Jadi masalahnya terkait dengan perluasan HTI tanpa mempertimbangkan ada desa-desa adat yang sudah lama menetap disana. Ini kebijakan yang harusnya menurut saya didasarkan dulu pada suatu pendataan yang akurat sehingga tidak menyebabkan warga tergusur. Ini kan artinya penambahan areal itu tidak disertai kecermatan dalam mengukur wilayah itu. Ini yang PT Silva Inhutani. Yang dua lainya, PT BSMI dan PT SWA itu permasalahan Inti-Plasma. Di desa Sri Tanjung dan desa Sodong hanya soal perusahaan inti tidak mematuhi janjinya membangun kebun plasma rakyat sehingga rakyat marah.

Disatu sisi anda ketua Komnas HAM, tapi disisi lain anda anggota dari TGPF. Apa tidak berpengaruh dengan independensi Komnas HAM dalam hal temuan investigasi lapangan ?
Saya bukan anggota, saya penasehat tim (TGPF). Di TGPF posisi saya hanya memberikan tanggapan terhadap laporan. Jadi tidak ada pengaruhnya. Karena investigasi Komnas HAM jalan terus. Gak ada perbedaan temuan data TGPF dan Komnas HAM, hasil penyelidikan kita kan kita idenfikasi. Sepanjang laporan awal yang disampaikan ke Menkopolhukam, tidak ada perbedaan. Apalagi kejadian ini sudah diinvestigasi Komnnas HAM dan ada rekomendasinya sebelum dilaporkan ke DPR.


Kenapa tidak direspon Pemerintah ?
Nah itu masalahnya, tanyakan saja sendiri. Hanya sebagian direspon. Itu biasa kelambanan dari birokrasi kita merespon rekomendasi-rekomendasi Komnas HAM. Sebenarnya kita dengan Kemenhut terus berkoordinasi khusunya status untuk desa-desa yang secara historis bisa dibuktikan mereka adalah desa disitu seperti kasus di Register 45. Kita terus menegosiasikan sehingga desa itu diberikan hak hidup di areal hutan.

Lambatnya tindaklanjut pemerintah atas rekomendasi Komnas HAM juga menjadi salah satu faktor terjadinya konflik ?
Itu salah satu faktor. Sekarang di register 45 (Mesuji, Lampung) kalau tidak cepat direspon pemerintah akan memicu konflik lagi.

Sepertinya, Komnas HAM mudah melupakan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Ketika muncul kasus baru kasus lama terlupakan seperti kasus Talang Sari, Tragedi Tanjung Priok, dan PT Preport ?
Itu lain lagi, anda bisa baca di koran, kan sudah dilakukan investigasi Komnas HAM untuk kasus Preport, tidak ada pelanggaran HAM  beratnya. untuk kasus seperti PT preport dan sebagainya baca saja dikoran.

Dengan banyaknya kasus pelanggaran HAM, apa ini menandakan HAM memang sulit ditegakan di Indonesia ?
Saya kira anda sudah tahu jawabanya.

DPR berencana membentuk Panitia Kerja kasus Mesuji, tanggapan anda ?
Menurut saya itu usul yang bagus-bagus saja.

Anda siap memberikan keterangan di Panja ?
Kalau saya dipanggil saya siap berikan keterangan. Kenapa tidak.(Kyd/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kalau Punya Niat Harus Jadi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler