jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR, Dewi Aryani sulit menerima alasan PT Pertamina yang menaikan harga elpiji 12 kilogram sejak 1 Januari 2014, dengan alasan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
"Dalam konstitusi diatur, pemerintah yang punya hak penuh membuat RUU APBN termasuk menentukan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. DPR lebih dalam posisi menyetujui. Dua hari lalu, tiba-tiba PT Pertamina selaku BUMN pelaksana sektor energi menaikkan harga gas elpiji 12 kilogram dengan alasan nilai tukar rupiah melemah. Ini kebijakan yang sulit untuk kita pahami," kata Dewi Aryani, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Jumat (3/1).
BACA JUGA: AP I Akan Rekrut Ratusan Pekerja
Mestinya lanjut Dewi, dalam menyusun anggaran, pemerintah memperhitungkan perubahan nilai mata uang secara komprehensif sehingga perhitungan tersebut tidak membebani rakyat.
"Yang terjadi sebaliknya, karena tidak tepat memperhitungkan nilai tukar rupiah, malah dijadikan tameng berlindung untuk menaikkan harga elpiji. Padahal, rakyat sangat terbeban dengan alasan tersebut," ujar politisi PDI-P itu.
Ditegaskannya, menyalahkan kondisi eksternal untuk mengambil sebuah kebijakan internal merupakan praktek cuci tangan oleh pemerintah yang cacat dalam menganalisis makro dan mikro ekonomi.
Terhitung 1 Januari 2014, harga gas elpiji naik sebesar Rp 3.959 per kg. Kenaikkan tersebut diberlakukan untuk elpiji tabung 12 kilogram. Dengan kenaikkan tersebut elpiji 12 kilogram yang sebelumnya seharga Rp70.200 menjadi Rp117.708 per tabung. (fas/jpnn)
BACA JUGA: Naikkan Harga Elpiji, Pertamina Dinilai Langgar Konstitusi
BACA JUGA: Telat Tetapkan APBD, Kucuran Dana Pusat Ditunda
BACA ARTIKEL LAINNYA... Neraca Dagang Cetak Surplus Terbesar
Redaktur : Tim Redaksi