Gesti Wira Nugrayekti dinyatakan positif virus corona sehari sebelum melahirkan bayi laki-laki bernama Salman secara prematur awal bulan ini. Tiga minggu kemudian, COVID-19 merenggut nyawanya.
Dokter residen berusia 25 tahun ini juga menderita di minggu-minggu terakhir hidupnya karena tak dapat melihat bayi dan suaminya Sunni Nugraha Priadi, serta putrinya Maryam yang berusia 18 bulan.
BACA JUGA: Perketat Lockdown, Otoritas Sipil Sydney Minta Militer Turun Tangan
Almarhumah hanya bisa melakukannya melalui panggilan video saat itu.
Kepada ABC, Sunni menjelaskan dr Gesti terus berjuang di hari-hari terakhir hidupnya meski takut dan dalam kesakitan.
BACA JUGA: Republik Islam Iran Siap Memproduksi Vaksin COVID-19 Buatan Negara Komunis Ini
Kepergian dr Gesti menunjukkan parahnya penyebaran varian Delta di Indonesia, yang menyebabkan semakin banyak tenaga kesehatan dan perempuan hamil jatuh sakit, bahkan meninggal dunia.
Indonesia sudah mencatat lebih dari tiga juta kasus COVID-19 dan sekitar 85.000 kematian dalam dua tahun terakhir.
BACA JUGA: Salah Satu Anggota Skuad Positif Covid-19, Pemain Juventus Jalani Isolasi Mandiri
Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) melaporkan selama setahun terakhir, setidaknya ada 536 kasus COVID yang dialami ibu hamil, tiga persen di antaranya meninggal.
Meskipun POGI telah merekomendasikan agar ibu hamil divaksinasi, Kementerian Kesehatan RI hanya memperbolehkan ibu menyusui yang menerima vaksinasi.
Dokter Gesti Nugrayekti diketahui belum divaksinasi.
"Penelitian sebelumnya mengatakan perempuan hamil tidak boleh divaksinasi," kata Sunni, yang juga mengatakan saran ahli kemudian berubah.
"Semua ibu hamil harus divaksinasi," ujarnya.
Kementerian Kesehatan RI tidak menanggapi pertanyaan yang diajukan ABC. Ibu hamil tak jadi prioritas vaksinasi
Ada kekhawatiran ibu hamil di Indonesia tidak menerima perawatan kehamilan yang memadai, sehingga menyebabkan kegagalan dalam diagnosis COVID-19 dan kondisi lainnya.
Profesor Caroline Homer, co-director Burnet Institute untuk kesehatan ibu dan anak mengatakan, lebih banyak perempuan yang memilih untuk melahirkan di rumah demi menghindari risiko tertular virus corona di rumah sakit.
Profesor Caroline mengatakan ibu hamil lebih mungkin memerlukan rawat inap atau terapi oksigen jika mereka tertular virus corona dan harus dipantau secara ketat.
Namun Tiara Marthias, peneliti kesehatan masyarakat di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, mengatakan tenaga kesehatan tidak diberikan banyak panduan tentang cara memantau ibu hamil terkait COVID atau cara merawat mereka yang sudah terinfeksi.
Dia mengatakan banyak perempuan hamil tidak mendapat perawatan penting di saat sistem kekebalan tubuh mereka justru sedang terganggu.
Menurut penelitian yang dilakukannya, 52 persen perempuan hamil yang meninggal karena COVID-19 selama setahun terakhir tidak menunjukkan gejala.
"Itu sangat mengkhawatirkan," katanya, seraya menambahkan kurangnya peraturan pemerintah tentang vaksin.
"Kita harus memasukkan ibu hamil, dan ibu yang sedang menyusui dalam daftar prioritas vaksinasi, dan kemudian memberikan layanan ini lebih dekat kepada para perempuan," katanya. Ancaman varian Delta
Almarhumah dr Gesti diterima untuk mengambil spesialis anestesiologi di Universitas Airlangga, Surabaya pada bulan Januari, sebelum mengetahui jika dia sedang hamil.
Suaminya, yang dinikahinya pada 2019, pindah dari Jakarta untuk mendukung mimpinya menjadi dokter spesialis.
Sang suami mengatakan istrinya sangat cerdas, bahkan sempat loncat dua tahun di sekolah menengah.
"Dia sangat berdedikasi untuk keluarga, untuk kuliah, untuk pekerjaannya," kata Sunni.
"Saya sayang sekali sama istri saya, sayang sekali. Semoga dia sudah senang selama hidupnya sama saya, semoga saya enggak mengecewakan dia," tuturnya.
Universitas Airlangga menyebut dr Gesti sebagai "salah satu mahasiswa kedokteran terbaik".
Ia juga menjadi relawan untuk merawat korban gempa dan tsunami di Palu pada 2018.
Dia telah mengambil berbagai tindakan pencegahan penularan virus corona selama kehamilannya, termasuk cuti untuk menghindari kontak dengan pasien COVID.
Sunni juga selalu mengenakan masker saat berada di dekat istrinya, dan mengatakan mereka selalu mencuci pakaian dan mandi begitu tiba di rumah.
Namun hanya pertemuan singkat dengan rekan-rekannya, termasuk seseorang yang tanpa sadar memiliki varian Delta, yang menyebabkan dr Gesti tertular.
"Kalau saya tahu bakal kayak gini, pasti saya larang. Tapi saya kan enggak tahu kejadiannya seperti ini," kata Sunni.
"Varian Delta ini bahaya sekali, untuk ibu hamil, untuk semua orang, untuk siapa pun."
Sabahat dr Gesti, Ida Fahmi Hidayati, mengatakan dia sebelumnya sangat optimistis dr Gesti sembuh.
"Saat Gesti sakit, saya sangat optimistis dia akan sembuh, karena Gesti orangnya kuat dan setahu saya dia jarang sakit," ujar Ida kepada ABC.
"Dia itu orangnya sangat tangguh, ramah, dan aktif," katanya. 'Bayangan kehilangan bayi sangat menakutkan'
Sementara itu Indiana Alawasilah, seorang ibu tiga anak berusia 33 tahun dari Bandung, dinyatakan positif COVID tahun lalu selama masa akhir kehamilannya.
Dia menjalani isolasi mandiri selama 50 hari sebelum diizinkan menemui dokter kandungan.
"Saya khawatir tentang bayi dalam kandungan dan pikiran kehilangan bayi itu sangat menakutkan," katanya.
Suaminya dan dua putri mereka juga telah dinyatakan positif.
Sementara suaminya telah pulih, dia mengatakan dirinya terus-menerus khawatir kehilangan suaminya, karena gejalanya parah.
Indiana termasuk perempuan hamil yang beruntung dapat sembuh dari virus dan dites negatif beberapa minggu kemudian.
Dia melahirkan bayinya dengan aman di rumah sakit, tapi membutuhkan dukungan oksigen dan tekanan darahnya terus dipantau.
Indiana merasa sangat beruntung telah melahirkan tahun lalu, bukan saat ini, ketika rumah sakit sedang kewalahan menangani pasien.
“Hidup memang sulit selama pandemi ini, tapi sayasudah mengalami saat Tuhan masih memberkati kita dengan kebahagiaan yang tidak terduga,” katanya.
Sunni berharap kisah istrinya itu menjadi peringatan bagi masyarakat Indonesia lainnya untuk lebih serius menghadapi risiko varian Delta.
Dia juga mempertanyakan apakah dokter muda yang masih dalam pelatihan harus didorong ke garis depan melawan pandemi.
"Mereka sedang berperang. Mau tidak mau, mereka harus ke garis depan," ujarnya.
"Dokter residen yang hamil seharusnya tidak perlu masuk. Mereka seharusnya bisa melakukan semuanya secara online," tambahnya.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dan Hellena Souisa dari artikel ABC News.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Satgas Minta Pasien Covid-19 Bergejala Sedang Tidak Isolasi Mandiri