jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan membiarkan mantan Dirut PLN Sofyan Basir bebas dari segala tuntutan hukum.
Karena itu, KPK berencana mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan bebas Sofyan.
BACA JUGA: KPK Tuding Majelis Hakim Perkara Sofyan Basir Abaikan Kesaksian Penting
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan sejumlah fakta persidangan mengenai peran Sofyan dalam membantu terjadinya tindak pidana tidak dipertimbangkan majelis.
Begitu pula keterangan para saksi yang salah satunya mengatakan Sofyan mengetahui adanya aliran uang dalam proyek PLTU Riau-1 tersebut.
BACA JUGA: Bebas, Sofyan Basir Ingin Habiskan Waktu Bersama Keluarga
"KPK memandang peran terdakwa sangat penting. Saksi Johanes B Kotjo yang juga telah diproses sebelumnya dan terbukti memberikan suap menyatakan di persidangan bahwa jika tanpa bantuan terdakwa selaku Dirut PLN maka keinginannya untuk mempercepat kesepakatan proyek IPP PLTU MT Riau-1 tidak akan terlaksana," kata Febri saat dikonfirmasi, Rabu (6/11).
Febri juga menyatakan bahwa Sofyan yang mempertemukan Eni Maulani Saragih dan Johanes B Kotjo dengan Direktur Pengadaan Strategis II PT PLN Supangkat Iwan Santoso dan melakukan beberapa kali pertemuan untuk membahas pembangunan proyek PLTU Riau-1.
BACA JUGA: Siswa Ini Korban Bullying di Sekolah, Ditendang dan Dipukul Hingga Enam Kali Pingsan
Kemudian Sofyan juga meminta pada Direktur Perencanaan PT PLN sebagai jawaban dari permintaan Eni M. Saragih dan Johanes B Kotjo agar proyek PLTU Riau-1 tetap dicantumkan dalam RUPTL PT PLN 2017-2026.
Sofyan juga menandatangani Power Purchasement Agreement (PPA) proyek pada 29 September 2017 sebelum semua prosedur dilalui dan hal tersebut dilakukan tanpa membahas dengan Direksi PLN lainnya. Sedangkan PPA secara resmi dilaksanakan pada 6 Oktober 2017.
Selain itu, saat PPA ditandatangani belum dimasukan proposal penawaran anak perusahaan, belum ada penandatanganan letter of intent, belum dilakukan persetujuan, evaluasi dan negosiasi harga jual-beli listrik antara PLN dengan anak perusahaan atau afiliasi lainnya.
Penuntut umum KPK, kata Febri, juga telah menyisir tentang pengetahuan Sofyan Basir mengenai adanya suap dari Kotjo ke Eni. Menurutnya terdapat sejumlah pertimbangan majelis hakim yang mengabaikan sejumlah fakta dan bukti yang muncul di persidangan.
Pertama adanya dugaan pengetahuan Sofyan tentang suap yang akan diterima oleh Eni dari Kotjo.
Hal ini pernah disampaikan Sofyan saat menjadi saksi dalam perkara Eni yang menyatakan dia diberitahu mengawal perusahaan Kotjo dalam rangka menggalang dana untuk partai. Meskipun BAP itu telah diubah oleh Sofyan sendiri.
Kemudian majelis hakim juga tidak mempertimbangkan keterangan En yang menyatakan telah memberitahu Sofyan bahwa ditugaskan untuk mengawal perusahaan Kotjo guna mencari dana untuk parpol.
Selain itu, KPK juga mengidentifikasi, majelis hakim tidak mempertimbangkan peran Sofyan Basir dalam mempercepat proses proyek PLTU Riau-1 dengan cara yang melanggar sejumlah aturan.
"Poin-poin ini akan kami matangkan dalam memori kasasi yang disiapkan JPU. Jadi secara paralel, KPK melakukan analisis terhadap pertimbangan yang disampaikan hakim secara lisan di pengadilan," ujar Febri. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga