Tak Kompak Soal UN SD, Irjen Sarankan Nuh Tanya MA

Jumat, 17 Mei 2013 – 18:04 WIB
JAKARTA - Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Irjen Kemdikbud), Haryono Umar ikut angkat bicara soal penafsiran pasal 67 ayat (1a) Peraturan Pemerintah (PP) 32/2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Pasal yang mengecualikan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tingkat SD oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) itu, ditafsirkan berbeda oleh Mendikbud Mohammad Nuh.

Nuh menyatakan pengecualian itu bukan berarti menghapus UN karena ayat 1 dan 1a di pasala 67 itu memang tidak menyebut secara eksplisit UN dihapus.

Sedang Kabalitbang Kemdikbud Khairil Anwar mengatakan kalau pasal itu justru multitafsir. Pertama UN SD tetap ada tapi yang melaksanakan bukan BSNP. Tafsir kedua, UN SD tidak ada lagi karena dikecualikan.

Menanggapi perbedaan penafsiran di internal Kemdikbud ini, Irjen Haryono Umar mengaku belum melihat PP itu secara langsung. Namun saat disampaikan mengenai penafsiran yang dilakukan Menteri dan Kabalitbang itu, mantan pimpinan KPK itu juga heran.

"Seharusnya Kementerian tidak boleh menafsir (PP 32/2013 itu). Menteri tidak boleh ber-interpretasi, (PP itu) harus langsung dijalankan. Karena kita lembaga pemerintah yang menjalankan UU, Peraturan Pemerintah (PP)," kata Haryono, Jumat (17/5).

Kata Haryono, yang boleh manafsirkan PP 32/2013 itu hanya Mahkamah Agung (MA). Bahkan dia menyarankan apabila Kemdikbud kebingungan dengan PP yang sudah diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Mei lalu itu, maka bertanyalah ke MA.

"Kalau bingung, kementerian ragu, tanyakan ke MA," kata Haryono sembari menegaskan, bila pejabat kementerian tetap menafsirkan PP itu dalam peraturan menteri (Permen), maka bisa menjadi masalah.

"Itu akan jadi masalah," tegas Irjen yang telah merekomendasikan pencopotan Kabalitbang Kemdikbud karena gagal melaksanakan UN SMA 2013 serentak, itu.

Pihaknya juga mengingatkan agar masing-masing pejabat di kemdikbud menjalankan perannya masing-masing. Terkait PP 32/2013 sebagai payung hukum program pendidikan, Biro Hukum Kemdikbud juga seharusnya bisa memastikannya.

"Soal payung hukum ini, Biro Hukum harus betul-betul firm (pasti). Sehingga tidak ada interpretasi. Kalau dilaksanakan tidak dipermasalahkan lagi dan tidak ada dualisme," pungkasnya.(Fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rp 9,8 Triliun Dana BOS-SM Siap Dicairkan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler