jpnn.com - JAKARTA - Pengamat huklum tata negara, Margarito Kamis menyatakan, dari segi hukum tata negara, hak proregatif presiden terkait calon Kapolri Budi Gunawan berhenti ketika putusan pengadilan sudah ada. Pasalnya, presiden mengajukan calon Kapolri konteksnya minta persetujuan DPR, bukan pertimbangan.
"Ketika DPR sudah memberikan persetujuan dan diperkuat oleh pengadilan bahwa status tersangka BG oleh KPK tidak sah, maka menjadi kewajiban konstitusional bagi Presiden melantik Komjen BG jadi Kapolri. Karena tidak dieksekusi maka Presiden Jokowi patut dituduh telah menginjak-injak konstitusi," kata Margarito Kamis, di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Jumat (20/2).
BACA JUGA: Sindiran PM Australia tak Halangi Eksekusi Mati Bali Nine
Menurut Margarito, kebiasaan menginjak-injak konstitusi atas dasar hak proregatif sesungguhnya penyebab korupsi marak di tanah air. "Atau apakah keputusan Paripurna DPR menyetujui BG itu ibarat mengikat angin. Bagi saya putusan Paripurna DPR itu memiliki kekuatan hukum dan mengikat," tambah Margarito.
Beberapa waktu yang lalu, sambung Margarito, Jokowi menyatakan menunggu putusan pengadilan. Setelah putusan pengadilan ada, tetap saja putusan DPR tidak dieksekusi oleh presiden. "Ini kesewenang-wenangan presiden. Suka-suka presiden saja," tegas Margarito. (fas/jpnn)
BACA JUGA: Suhu Yo Kaitkan Hubungan KPK-Polri dengan Tahun Kambing
BACA JUGA: Ini Hitungan Fengshui ââ¬Å½terhadap Tanggal Lahir Badrodin Haiti
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banyak Pejabat jadi Korban Calo CPNS
Redaktur : Tim Redaksi