jpnn.com, SYDNEY - Kerajaan Tonga kewalahan melunasi utang mereka kepada Bank Ekspor-Impor Tiongkok (EXIM). Akibatnya, negara kecil di kawasan Pasifik itu terpaksa mengemis agar Beijing bersedia melakukan restrukturisasi utang.
Tonga merupakan salah satu negara di Pasifik Selatan yang paling banyak berutang ke Tiongkok. Selama lebih dari 10 tahun, sektor keuangan Tonga bergantung pada utang, yang salah satunya digunakan membiayai pembangunan ibu kota Nukualofa setelah kerusuhan massa.
BACA JUGA: Amerika dan Tiongkok Terus Bersitegang, Tanda-Tanda Pemutusan Hubungan Diplomatik Mulai Terlihat
Perekonomian Tonga bergantung pada bantuan dari luar negeri, remitansi/transfer uang rakyatnya yang bekerja di luar negeri, dan utang. Sayangnya, sektor pariwisata yang jadi sumber pendapatan utama Tonga terdampak parah oleh pandemi COVID-19. Akibatnya, negara itu tidak bisa melunasi tagihan.
Tonga dijadwalkan membayar cicilan sebagian kecil utang pokoknya ke EXIM pada tahun ini sebelum nilainya naik pada 2023-2024. Setidaknya saat periode itu, Tonga wajib mengalokasikan 15 persen pendapatan untuk membayar utang luar negerinya.
BACA JUGA: Masih Pakai Piama, WNA Tiongkok Bikin Geger Staf Vila
"Pemerintah menyiapkan strategi untuk pembayaran utang EXIM di masa depan dan mengajukan permintaan restrukturisasi dua jenis pinjaman yang diajukan," kata pemerintah melalui pernyataan tertulis mengenai anggaran negara.
Otoritas di Tonga tidak menanggapi pertanyaan terkait masalah itu. Dua sumber yang mengetahui isu tersebut mengatakan Tonga telah mengajukan pembatalan pinjaman, tetapi belum mendapat jawaban dari Tiongkok.
BACA JUGA: Puluhan Perusahaan Tiongkok Ikut Menindas Muslim Uighur, Ini Daftarnya
Kementerian Luar Negeri Tiongkok di Beijing juga belum menanggapi pertanyaan terkait masalah itu.
Tonga sempat mendapat penangguhan pembayaran untuk pelunasan utang pokok, meskipun utang itu tetap tidak terbayar. Data pemerintah menunjukkan total utang luar negeri Tonga mencapai 186 juta dolar AS (sekitar Rp2,7 triliun) yang dua pertiga di antaranya diperoleh dari Tiongkok.
Amerika Serikat beserta sekutunya di Barat khawatir Tiongkok menggunakan utang untuk memperkuat pengaruh di Pasifik. Namun, klaim itu berulang kali disangkal Tiongkok.
Dana Moneter Internasional (IMF) pada Februari 2020 mengatakan perekonomian Tonga masih menghadapi risiko tinggi dari beban utang luar negeri akibat pinjaman masa lalu, meskipun pengelolaan keuangan di negara itu telah dijalankan dengan hati-hati.
Sejauh ini, tidak ada kasus COVID-19 yang ditemukan di Tonga sehingga pemerintah melonggarkan sejumlah pembatasan di dalam negeri. Namun, pembatasan penerbangan dan perjalan di banyak negara membuat sektor pariwisata di kawasan Pasifik terpuruk.
"Sebagian besar uang yang masuk ke Tonga pada saat ini melalui remitansi," kata pemilik Oholei Beach Resort, Simana Kami. Ia menambahkan sebagian besar pengunjung datang lewat kapal pesiar atau penerbangan internasional.
"Mereka yang tidak mendapat kiriman uang dari keluarga di luar negeri cukup kesulitan," kata dia saat diwawancarai via telepon.
"Kami membuka usaha, tetapi tidak mampu balik modal. Ini cukup menyedihkan, di sini, kami menempati surga yang kosong," ujar dia. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil