jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan pelibatan TNI dalam Program Upaya Khusus (UPSUS) percepatan peningkatan produksi pangan sudah sejalan dengan peran jajaran tersebut dalam menjaga pertahanan nasional.
Hal ini disampaikan Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Agung Hendriadi di Jakarta.
BACA JUGA: Sektor Pertanian Dongkrak Perekonomian Nasional
Agung mengatakan jika Ombudsman menemukan ada ketidakjelasan dalam kerja sama Kementan dan TNI, alangkah baiknya bertanya langsung kepada lembaga terkait.
Itu perlu dilakukan agar tidak menimbulkan bias bagi masyarakat yang akhirnya menimbulkan kegaduhan.
BACA JUGA: Anggaran Kementan Rp 19,3 Triliun Dialokasikan ke Petani
“Ini harus disadari oleh anggota Ombudsman RI termasuk Saudara Ahmad Alamsyah Saragih,” tegasnya.
Selanjutnya, Agung mengimbau kepada semua pihak agar menggunakan data dan informasi yang lengkap dan dapat dipercaya sebelum membuat kesimpulan.
BACA JUGA: Kinerja Ekspor Impor Pangan Menunjukkan Trend Memuaskan
Pelibatan TNI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari membangun ketahanan pangan dan ketahanan nasional sehingga tidak ada yang salah dalam mendukung kedaulatan pangan.
Dasar hukum pelibatan peran TNI sudah jelas diatur dalam UU No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU No 34 tahun 2004 tentang TNI dan Inpres No 5 tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional.
Inpres ini merupakan keputusan politik yang mendasari kerja sama Kementan dengan TNI.
Selanjutnya, Inpres tersebut ditindak lanjuti oleh Kementan dan TNI dengan naskah kerja sama yang dievaluasi dan perpanjang setiap tahun.
“Membangun pertanian atau pangan sama halnya membangun pertahanan negara karena pangan punya peran strategis yakni menyangkut urusan kebutuhan hajat hidup masyarakat. Apabila produksi pangan kurang dan ketersediaan pangan tidak merata, maka bisa mengancam pertahanan negara. Di sinilah kaitannya dengan peran TNI,” kata Agung.
Pelibatan TNI dalam penyuluhan, pembangunan infrastruktur dan pencetakan sawah yakni dilakukan semata-mata untuk mencapai percepatan swasembada pangan.
Ada pun anggapan tentang pelibatan dalam pendistribusian alat mesin pertanian adalah tidak benar.
“TNI hanya mengawal pemanfaatan dan pemeliharaan alat mesin pertanian melalui brigade alat mesin pertanian yang bekerja sama dinas pertanian setempat,” ungkapnya.
Pelibatan TNI pun dalam rangka membantu pemerintah pusat dan daerah untuk mengisi kekurangan tenaga penyuluhan dan percepatan realiasasi program.
Menurut Agung, penyuluh merupakan salah satu ujung tombak di lapangan untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani, sehingga kekurangan tenaga penyuluhan dibantu pihak TNI.
“Di tahun 2015, jumlah penyuluh hanya 44 ribu orang (PNS dan THL), sedangkan yang dibutuhkan mencapai 72 ribu orang agar setiap desa didampingi satu penyuluh,” ungkapnya.
Sementara terkait pembangunan infrastruktur pertanian dan pencetakan sawah, dikerjasamakan dengan TNI adalah program terobosan untuk percepatan pelaksanaan program.
Sebelum bekerja sama dengan TNI, cetak sawah hanya berkisar 26 ribu ha per tahun.
Akan tetapi setelah kerja sama, jumlah cetak sawah naik 500 persen atau menjadi 138 ribu ha di tahun 2016.
“Artinya bahwa percepatan ini tentu akan berdampak pada tercapainya percepatan swasembada pangan,” terang Agung.
Hal ini terbukti, program terobosan kerja sama tersebut berdampak terhadap peningkatan produksi secara signifikan.
Pada 2015 dan 2016 meskipun diterpa iklim ekstrim El Nino dan La Nina, produksi padi 2016 mencapai 79,1 juta ton GKG meningkat 4,97% dibanding 2015 sebesar 75,4 juta ton GKG.
Ini juga meningkat 11,7% dibanding produksi 2014 sebesar 70,8 juta ton GKG.
Begitu pun produksi jagung, di 2014 hanya 19 juta ton, tapi di 2016 mencapai 23,2 juta ton.
Produksi bawang merah di tahun 2014 hanya 1,2 juta ton, 2016 naik menjadi 1,3 juta ton.
Kemudian produksi berbagai komoditas lainnya seperti cabai, komoditas protein hewani dan perkebunan mengalami kenaikan.
Agung menyebutkan capaian ini diakui secara internasional.
Pertama, Kundhavi Kadiresan, FAO Regional Representative untuk Asia dan Pasifik mengatakan FAO menghargai keberhasilan Indonesia dalam swasembada beras 2016.
Capaian ini merupakan hasil investasi pemerintah Indonesia khususnya Kementan yang sebagian besar digunakan untuk membangun infrastruktur.
Kedua, The Economics melaporkan Global Food The Security Index (GFSI) di 133 negara pada 2016.
Dilaporkan bahwa GFSI Indonesia meraih peringkat ketahanan pangan terbesar selama 2015-2016.
“Kita mendapatkan pengakuan internasional di atas, sangat disayangkan kalau kita masih mempermasalahkan hal kecil yang seharusnya tidak perlu kita permasalahkan,” sebutnya.
Kerjasama ini juga dilakukan dengan Polri dengan dibentuknya Satgas Pangan, KPK untuk mencegah korupsi di Kementan. Kerjasama juga dilakukan dengan BPK
"Dan dari hasil Survei yang dilakukan oleh INDEF bahwa 89,57% petani puas dengan keterlibatan TNI dalam pembangunan pertanian, itu INDEF yang mengatakan," kata Agung
Baru-baru ini juga, dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI kemarin, Senin (12/6), kinerja Kementan diapresiasi oleh Ketua Komisi IV, Edhy Prabowo.
Edhy mengatakan kerja keras Kementerian Pertanian (Kementan) dalam meningkatkan produksi pangan, kesejahteraan petani, bahkan ketersediaan pangan strategis serta harga di 2017 aman dan stabil perlu diapresiasi.
Sebelumnya, Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Mulyono, menegaskan keterlibatan TNI dalam program pangan itu tidak menyalahi fungsi dan peran tentara.
"Kami membantu rakyat. TNI juga memiliki operasi pelibatan selain perang. Ini salah satunya," katanya. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kebijakan Anggaran Kementan Fokus pada Kepentingan Petani
Redaktur & Reporter : Natalia