Saat Erika Shears merasa enggak enak badan, seringkali ia cukup mengatakan "masuk angin".
Tapi sebagai warga Indonesia yang tinggal di Melbourne, menjelaskan konsep "masuk angin" di Australia tidaklah mudah.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Prabowo-Gibran Resmi Menang, tetapi Ada yang Menggugat
Dari pengalamannya, penjelasan masuk angin seringkali enggak masuk akal bagi warga Australia.
Termasuk suaminya sendiri, yang awalnya enggak percaya dan sampai sekarang "masih denial" soal keberadaan masuk angin.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Prabowo-Gibran Dipastikan Menang, Polisi Kerahkan Ribuan Personel
Sampai suatu hari suaminya memiliki gejala yang mirip dengan "masuk angin" dan Erika menyarankan minum Tolak Angin, kemudian suaminya merasa lebih baik.
"Dia bahkan memberikannya [Tolak Angin] kepada adiknya waktu sakit kaya masuk angin juga," katanya.
BACA JUGA: Kideco Membangun Puskesmas, Pemkab Paser Sediakan SDM
"Saya sering ditanya sama orang-orang di sekolah tentang masuk angin dan saya jawab 'simply paling dekat sih dengan colds, but I don't think it's quite the same'."
Tinggal di Australia atau dibesarkan dalam budaya yang berbeda tentu menjadi sebuah tantangan, terutama jika kita dibesarkan dengan mitos atau takhayul yang diturunkan dari generasi sebelumnya.
Di banyak budaya, mitos dan kepercayaan merupakan bagian normal dalam kehidupan berkeluarga sehari-hari. Tapi jangan salah, bisa juga menyebabkan konflik dalam keluarga kalau ada yang tidak setuju.Jadi saling edukasi
Erika mengatakan seringkali sulit untuk menjelaskan mitos atau kepercayaan tertentu kepada suaminya, karena tidak ada penjelasan ilmiahnya.
Tapi akhirnya, Erika dan suaminya bisa menghindari perdebatan karena lebih mengobrol secara terbuka soal mitos.
Bukan hanya terbatas pada mitos saja, tapi juga perbedaan cara menyiapkan bahan makanan.
"Misalnya, aku suka mikir banyak sayur itu harus dikupas sebelum dimasak atau dimakan," ujarnya.
"Kaya kulit kentang, aku mikirnya yang harus dikupas lah, masa enggak dikupas?" cerita Erika, yang mengaku kaget melihat suaminya yang sedang membuat hidangan dari kentang.
"Tetapi dia malah mengedukasi kalau ada sayuran yang bisa dimasak atau dimakan dengan kulitnya."
"Ini justru enlighten aku atau dia juga."
Dr Shiraz Mahkri, seorang General Practitioner di Melbourne, mengatakan angin atau cuaca dingin sebenarnya tidak menyebabkan penyakit.
"Bukan angin yang masuk ke dalam tubuh, atau udara dingin, yang membuat kita sakit," katanya.Tapi ia menjelaskan angin yang sangat dingin memang akan membuat orang merasa tidak nyaman.
Erika mengatakan mitos lain dalam budaya Indonesia adalah "jangan tidur setelah mencuci rambut karena rambut masih basah, nanti bisa demam" dan "harus mandi setelah kehujanan".
Tapi Dr Shiraz mengatakan tidur dengan rambut basah atau terkespos suhu rendah tidak akan menyebabkan flu, melainkan lebih disebabkan oleh virus.'Sembunyikan pusarmu'
Haruna Juku, 32 tahun, masih ingat beberapa mitos yang diceritakan orang tuanya yang berdarah Jepang saat masih kecil.
Orang tuanya juga percaya tidur dengan rambut basah bisa membuat sakit.
"Saya masih berpikir mitos ini benar, karena menurunkan suhu tubuh Anda," katanya.
Dia mengatakan orang tuanya juga sering mengatakan "Jangan makan semangka dan es krim, nanti sakit perut" dan "kamu harus menyembunyikan pusarmu, kalau enggak nanti hilang tersambar petir."
Dr Shiraz mengatakan saat kita berbicara soal mitos dan takhayul di Australia, terutama yang ada kaitannya dengan kesehatan, memang ada tantangannya.
"Saya rasa kita harus peka dengan keyakinan orang lain yang berbeda-beda, karena bisa jadi keyakinan, mitos, dan gagasan itu diturunkan dari generasi ke generasi," ujarnya.
Menurutnya, daripada memperdebatkan lebih baik mendengarkan.
"Mungkin saya tidak akan langsung menolak keyakinan mereka dengan kasar, namun tetap berpikiran terbuka dan mencoba memahami mereka," kata Dr Shiraz.
"Mungkin pendidikan juga diperlukan untuk meningkatkan literasi kesehatan masyarakat untuk memahami bagaimana kita bisa sakit, misalnya saat musim pilek."
Bagi Haruna, ia mengatakan ada beberapa kepercayaan budaya Jepang yang tidak akan ia turunkan kepada anak-anaknya.
Ini beberapa kepercayaan Jepang yang tidak ia ingin turunkan, misalnya, ia pernah diberi tahu, "enggak boleh memakai sepatu yang baru dibeli, kecuali harus diludahi dulu bagian alasnya karena membawa sial."
"Ada juga, 'enggak boleh meletakkan sumpit dalam mangkuk dalam posisi berdiri karena akan membuat orang yang mati menjadi kesal'".
"Satu tradisi yang pasti akan saya pertahankan sebagai tradisi atau budaya adalah melepas sepatu di depan pintu."
"Enggak ada seorang pun yang bisa membawa kuman dari luar ke dalam rumah. Karena menjijikkan!"
Menurutnya ada mitos dan tradisi yang bisa menyenangkan dan bermanfaat, tapi ada juga yang tidak akan memiliki arti jika anak-anak dibesarkan Mitos dapat memiliki 'fungsi budaya'
Beberapa mitos dalam budaya memang hanya berdasarkan pada cerita rakyat dan fantasi, namun bisa berguna.
Tito Ambyo, dosen di RMIT University dan kandidat PhD di Digital Ethnographic Research Centre, yang kebetulan juga orang Indonesia, sedang mengerjakan tesis tentang mitos, hantu, dan 'storytelling' di Indonesia.
Dalam penelitiannya, ia menemukan keyakinan terhadap mitos dan supranatural dalam budaya Indonesia bisa memiliki fungsi sosial yang positif.
"[Mitos] bisa mempunyai fungsi budaya. Mitos juga punya cara untuk menyatukan orang. Karena kita, manusia, suka cerita."
"Menurut saya banyak mitos yang bertahan karena ada kegunaannya. Sebenarnya mitos itu tentang bagian diri kita yang tidak logis."
"Kita adalah makhluk yang sangat tidak logis dan kita membuat keputusan berdasarkan emosi lebih dari apa pun."
Tito mengatakan beberapa orang percaya pada mitos dan hantu sebagai cara untuk membantu mengatasi trauma yang terpendam.
"Ketika tinggal di negara seperti Indonesia, di mana terdapat banyak sejarah yang mencakup peristiwa kekerasan yang tidak boleh kita bicarakan di depan umum, maka ada banyak kebutuhan untuk membicarakannya," katanya.
"Dan seringkali hal-hal tersebut muncul dalam mitos atau cerita hantu, karena jadi satu-satunya cara untuk memuat semua episode kekerasan dalam sejarah kita."
Lahir dan besar di Indonesia, Tito sendiri kadang merasa terjebak.
"Di Indonesia ada mitos yang mengatakan kalau tengah malam tidak boleh bersih-bersih rumah, misalnya, karena kalau bersih-bersih rumah, apalagi tengah malam, dengan sebuah sapu khusus, nanti malah mengundang hantu tertentu ke rumah," katanya.
"Jadi saya masih belum bisa membersihkan rumah di tengah malam, karena walaupun tidak percaya hantu akan datang, tapi ini sudah menjadi bagian hidup sejak lama."
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Turis Selandia Baru Ditahan Setelah Menyerang Polisi Thailand