Tak Mungkin Ramping

Senin, 15 September 2014 – 00:22 WIB
Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Jokowi-JK. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - DALAM beberapa hari mendatang, isu mengenai pengisian kursi kabinet pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla bakal makin kencang.

Kemungkinan masih berkutat soal kabinet ramping atau tidak, jatah partai pengusung, latar belakang profesional atau politisi, komposisi keterwakilan daerah, bahkan mengenai latar belakang militer atau sipil untuk pos-pos strategis.

BACA JUGA: Bupati/Wali Kota Dipilih DPRD, Gubernur Tetap Langsung

Jusuf Kalla sudah mengeluarkan pernyataan, kemungkinan tetap akan mempertahankan jumlah kementerian yang ada saat ini, yakni  34 kementerian. Mayoritas menteri, kata dia, akan diisi oleh orang-orang profesional murni.

Mungkinkah kursi menteri dijejali profesional murni? Apa saja yang perlu diperhatian Jokowi-Jk dalam meramu komposisi kabinetnya? Berikut wawancara wartawan JPNN, Soetomo Samsu, dengan pengamat politik dari Universitas Nasional Jakarta, Firdaus Syam, yang juga Deputi Bidang Politik LPM di universitas tersebut, kemarin (14/9).

BACA JUGA: Mereka Ingin ke Jokowi

JK menyebut kemungkinan mempertahankan 34 kementerian dan mayoritas dari kalangan profesional murni, tanggapan Anda?

Yang perlu diingat, Jokowi-JK itu presiden dan wakil presiden RI. Jadi, bukan presiden yang menyusun kabinet berdasar keinginannya sendiri.

BACA JUGA: Dipilih DPRD, PKS Rugi

Maksudnya?

Harus dijelaskan yang dimaksud profesional itu seperti apa. Saya kira, kriteria profesional tetap harus diramu dengan representasi kewilayahan, berdasar pertimbangan geopolitik. Jokowi-JK harus menjadikan kabinet sebagai salah satu alat untuk memperkuat rasa keindonesiaan bagi seluruh daerah. Kabinet mendatang harus bernuasa "rasa Indonesia".

Apakah orang profesional harus diambil dari seluruh Indonesia?

Tidak harus demikian. Tapi kan tidak dimungkiri, hingga saat ini masih ada problem soal kelekatan sebagai bangsa Indonesia. Aceh dan Papua misalnya, tetap harus mendapatkan kursi di kabinet karena memang masih ada masalah di sana. Jadi, tetap harus dipertimbangkan representasi wilayah atau suku. Karena Indonesia saat ini masih menghadapi masalah kelekatan sebagai bangsa. Masih ada ketidakpuasan beberapa daerah terhadap pusat. Jadi, saran saya, penyusunan kabinet harus menjadi bagian dari upaya membangun "rasa Indonesia".

Tapi secara politis, kursi kabinet itu kan bukan jatah daerah?

Betul, tapi di sinilah dituntut kemampuan Jokowi-JK untuk meramu komposisi kabinetnya. Yang perlu diingat oleh Jokowi-JK, mereka memang menenangkan pilpres, tapi dukungan di parlemen itu lemah. Dengan menggunakan pendekatan representasi kewilayahan dalam menyusun kabinet, pemerintahan Jokowi-JK bisa kuat untuk menghadapi parlemen. Kalau tidak, akan kesulitan menghadapi parlemen.

Bagaimana soal keinginan Jokowi membuat kabinet ramping?

Pernyataan JK bahwa akan mempertahankan 34 kementerian, itu indikasi bahwa Jokowi tidak power full. Indikasi bahwa kabinet mendatang tidak mungkin ramping seperti yang dia inginkan. Karena sebelum-sebelumnya JK sudah bilang, tak penting ramping atau tidak, tapi yang penting efisiensi. Barangkali nanti yang dikurangi jabatan-jabatan setingkat dirjen, bukan setingkat menteri.

Anda ingin mengatakan pengaruh JK lebih kuat dalam penyusunan kabinet?

Bukan. Tapi JK lebih realistis karena dalam konstelasi politik seperti sekarang ini, Jokowi-JK memang harus bisa merangkul sebanyak mungkin kekuatan di jajaran pemerintahannya, termasuk salah satunya harus membuat kabinet yang mempertimbangkan geopolitik. Kalau tidak akan berat, mereka harus menghadapi parlemen di satu satu, di sisi lain harus menghadapi teriakan-teriakan ketidakpuasan dari beberapa daerah.

Anda selama ini juga cukup konsen mengamati pemerintahan lokal. Bagaimana pendapat Anda soal kursi menteri dalam negeri?

Kementerian dalam negeri merupakan kementerian yang sangat strategis. Banyak hal yang harus dihadapi Jokowi-JK terkait masalah-masalah di daerah. Saya sangat berharap untuk kementerian ini bisa langsung kerja begitu Jokowi-JK dilantik. Saya sarankan kursi mendagri diisi orang yang sudah lama di kemendagri, agar Jokowi-JK tak capek.

Tapi Jokowi kan mantan walikota dan mantan gubernur DKI, tentunya paham masalah-masalah di daerah?

Iya, tapi persoalan yang dihadapi kemendagri itu sangat kompleks. Ingat, kemendagri itu membawahi 505 kabupaten/kota, 34 provinsi, dan ribuan kecamatan dan sekian puluh ribu desa. Maka yang ditunjuk sebagai mendagri harus yang sudah paham dan sudah terlibat dalam menangani masalah-masalah hingga tingkat desa. Ini agar begitu Jokowi-JK dilantik, langsung jalan dengan gigi tiga, tidak lambat.

Menurut Anda, mendagri harus sipil atau militer?

Di Kemendagri ada figur Tanribali Lamo (Dirjen Kesbangpol, red). Dia punya latar belakang militer tapi sudah lama kerja di kemendagri dan sudah pernah empat kali menjadi penjabat gubernur.

Tampaknya Anda mendorong Tanribali jadi mendagri ya?

Iya, terus terang saja. Tapi dengan pertimbangan obyektif, berdasarkan permasalahan yang dihadapi bangsa ini. Pak Tanri sudah teruji mampu mengatasi sejumlah konflik sosial di sejumlah daerah. Memang tidak terekspos karena dia itu sosok yang tidak suka banyak bicara di media, tak suka pencitraan. Untuk menghadapi persoalan-persoalan di daerah, dikaitkan dengan isu-isu gangguan keamanan, Pak Tanri dengan latar belakang militer, pasti lah mampu melakukan koordinasi dengan Pangdam atau pun Kapolda. ***

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mau Digantung, Gantung Saja


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler