Tak Ramah Lagi, Jerman Pulangkan Paksa Ribuan Pengungsi

Selasa, 22 Mei 2018 – 10:06 WIB
Pengungsi Libya mengantre untuk turun dari kapal di Pulau Lampedusa, Italia. Foto: AFP

jpnn.com, MANCHING - Tiga tahun lalu Jerman menjadi negara Eropa yang paling ramah pengungsi. Saat itu Yunani dan Italia kewalahan menampung pengungsi dari Syria. Negara-negara Uni Eropa (UE) lainnya saling tunjuk karena enggan mengulurkan tangan. Kini Jerman pun mulai bingung mengurai krisis pengungsi yang kian rumit.

Menteri Dalam Negeri Jerman Horst Seehofer punya cara tegas untuk memangkas jumlah pengungsi dan pencari suaka yang kian bertambah di negaranya. Yakni, ”menutup” kamp penampungan. Bukan benar-benar menutupnya untuk pengungsi dan pencari suaka. Melainkan mengalihfungsikannya. Bukan lagi sebagai kamp penampungan. Ia jadi kamp seleksi.

BACA JUGA: Piala Dunia 2018: Gagal Bela Jerman, Pemain Muenchen Pensiun

”Kami akan mereplikasi Kamp Manching,” kata Seehofer sebagaimana dikutip The Guardian kemarin (21/5). Kamp Manching adalah kamp pengungsi yang khusus menampung para pencari suaka.

Durasi para pencari suaka di sana tidak lama. Sebab, begitu permohonan suaka diproses, pejabat berwenang hanya membutuhkan waktu beberapa bulan untuk mengambil keputusan.

BACA JUGA: Piala Dunia 2018: Pahlawan Jerman di Brasil Tak Dipanggil

Para penghuni Kamp Manching yang memenuhi syarat akan langsung mendapatkan suaka. Selanjutnya, mereka meninggalkan kamp yang terletak di Distrik Pfaffenhofen, Bavaria, tersebut dan membaur dengan masyarakat Jerman. Mereka lantas bisa mencari kerja dan punya kartu identitas resmi sebagaimana penduduk Jerman lainnya.

Sedangkan para penghuni Kamp Manching yang tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan suaka bakal langsung terdepak. Artinya, mereka tidak berhak lagi tinggal di Jerman dan terpaksa pulang ke negara asal. Itulah yang membuat Kamp Manching tidak sepadat kamp-kamp penampungan pengungsi lainnya di Jerman.

BACA JUGA: Pengadilan Jerman Larang Guru Pakai Jilbab saat Mengajar

Sejak kali pertama dibuka pada 2015 sampai sekarang, Kamp Manching telah mendeportasi 3.500 pengungsi. Dari kamp tersebut, mereka dipulangkan langsung ke negara asal.

Financial Times menuliskan, di antara 3.500 pengungsi itu, 1.000 orang dipulangkan secara paksa. Alasannya, dokumen mereka tidak lengkap.

”Kami akan menciptakan 40 kamp seperti ini,” kata Seehofer tentang Kamp Manching. Dia menyebut kamp seperti Manching itu sebagai Kamp Anker yang merupakan singkatan dari penampungan, keputusan, dan repatriasi dalam bahasa Jerman. Sebab, hanya tiga proses itulah yang akan terjadi di Kamp Anker.

Mereka yang baru datang dari negara konflik biasanya akan ditampung lebih dulu. Tapi, penampungan hanya akan berlaku sementara. Sebab, sembari menghuni kamp tersebut, para pencari suaka menjalani proses sampai ada keputusan dari pemerintah. Selanjutnya, mereka harus pulang ke negara asal jika permohonan suaka ditolak. Atau, jika dikabulkan, mereka bisa segera menjadi bagian dari masyarakat Jerman.

Selama berada di penampungan, para pengungsi yang mencari suaka tersebut terisolasi. Sebab, mereka tidak bisa mencari pekerjaan. Karena itu, mereka hanya bisa pasrah menjalani kehidupan yang tak menyenangkan sebagai penghuni kamp.

”Kamp Manching adalah tempat yang negatif. Yang ada hanya keputusasaan dan ketidakberdayaan. Para penghuninya tidak punya masa depan,” kritik Wilhelm Draxler dari Caritas, yayasan amal.

Menurut Draxler, memperbanyak Kamp Manching adalah ide yang gila. Itu adalah kebijakan yang salah. Lorenz Caffier, politikus dari Partai CDU, sependapat.

Dia berharap pemerintah tidak mengabulkan gagasan Seehofer. ”Itu hanya akan melahirkan konflik baru. Akan ada lebih banyak penghuni kamp yang agresif,” katanya.

Kelvi Batin, salah seorang pencari suaka yang berunjuk rasa dengan puluhan penghuni Kamp Manching pekan lalu, mengatakan bahwa kebijakan baru Kanselir Angela Merkel membuat mereka marah.

”Bayangkan saja, kami sudah terjebak di kamp ini selama delapan bulan atau mungkin malah satu tahun. Dan, tiba-tiba mereka memulangkan kami begitu saja,” keluhnya.

Selain pencari suaka asal Syria, Kamp Manching juga dihuni para pengungsi dari Nigeria, Libya, Sudan, dan negara-negara Eropa Timur. Rata-rata, mereka mencari suaka ke Jerman untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Juga, karena Merkel semula menerima mereka dengan tangan terbuka. Kini, setelah tiga tahun berlalu, bayangan hidup baru di Jerman yang ramah sirna. (hep/c11/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Piala Dunia 2018: Jerman Terancam Kehilangan Kiper Andalan


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler