jpnn.com, JAKARTA - Ibunda terdakwa Helena Lim, Hoa Lien tak kuat melihat anaknya yang tengah menghadapi sidang putusan atas kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (30/12), ibunda Helena Lim tampak tak kuasa menahan emosi dan menangis hingga jatuh pingsan.
BACA JUGA: Helena Lim Jalani Sidang Vonis Kasus Korupsi Timah
Majelis hakim yang tengah membacakan surat dakwaan terhadap manajer PT Quantum Skyline Exchange yang dikenal sebagai Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK) itu pun sempat menginterupsi jalannya pembacaan putusan atas peristiwa tersebut.
Majelis hakim meminta agar pihak keluarga membawa Hoa Lien ke luar ruangan sidang terlebih dahulu agar tak mengganggu jalannya persidangan.
BACA JUGA: Pernyataan Terbaru Helena Lim Saat Sidang Kasus Korupsi Timah
“Interupsi, itu ada yang menangis, mohon kepada pihak keluarga untuk dibawa keluar terlebih dahulu agar tidak mengganggu jalannya persidangan,” ucap hakim ketua Rianto Adam Pontoh.
Hoa Lien tampak semakin emosional, dan sempat meronta menyesali peristiwa yang dialami anaknya.
BACA JUGA: Helena Lim Ceritakan Jadi Yatim Hingga Jualan Nasi & Keripik saat Bacakan Pleidoi
Sesaat setelahnya, tubuhnya tampak melemah tak berdaya.
Dia pun dibawa ke luar ruangan sidang menggunakan kursi roda.
Harapan ibunda Helena pulang bersama anaknya pupus
Kuasa hukum Helena, Andi Ahmad mengatakan kehadiran Hoa Lien di persidangan hari ini untuk memberikan dukungan moral kepada anaknya.
Sang ibunda hadir dengan penuh keyakinan bahwa Helena tidak bersalah dan berharap hakim memberikan keadilan dan membebaskan anaknya.
“Hoa Lien datang ke pengadilan untuk memberikan dukungan moral dengan harapan besar hakim bisa memberikan keadilan, yaitu anaknya hanya pedagang valas kenapa harus ditahan untuk kasus korupsi,” kata Andi Ahmad usai persidangan.
Lebih lanjut Andi menyampaikan ibu Helena Lim berharap dapat segera membawa pulang anaknya ke tengah keluarga besarnya.
Di usianya yang sudah menyentuh 79 tahun, dia berharap dapat berkumpul bersama Helena sebelum ajal menjemput.
“Dirinya juga menyampaikan saat menjadi saksi agar hakim tidak lama-lama menahan anaknya karena ia ingin berkumpul kembali dengan putrinya sebelum ajal menjemput,” ujarnya.
Namun, harapan Hoa Lien pupus. Keinginannya untuk dapat pulang bersama Helena tak bisa terwujud.
Hakim memutus Helena bersalah dalam kasus ini.
“Dari pertimbangan hakim, hakim tidak mengabulkan keinginannya dan doanya belum dijawab. Sehingga Helena belum bisa pulang,” kata Andi.
Sementara itu, seusai pembacaan vonis, Hoa Lien tak kuat menahan tangis.
Dengan tubuh yang masih terduduk di kursi roda, dia tak henti menarik tangan Helena dan memeluknya.
“Pulang, sayang, pulang. (Mama) Mau mati saja. Pulang,” teriak Hoa Lien ke Helena dengan histeris.
Dalam persidangan sebelumnya, Hoa Lien menjelaskan Helena telah bekerja keras sejak kecil memulai usaha jual beli valas sejak 1998, dan tidak pernah terlibat bisnis tambang.
Dua juga menegaskan hubungan Helena dengan Harvey Moeis sebatas transaksi biasa dengan keuntungan wajar dari usaha money changernya.
Helena sebagai tulang punggung keluarga memiliki tanggungan besar, termasuk kedua anaknya, lima keponakan, dan karyawan yang bergantung pada usahanya.
Hoa Lien berharap hakim mempertimbangkan fakta-fakta ini.
"Anak saya tidak bersalah. Kami hanya ingin kembali berkumpul sebagai keluarga," ucap Hoa Lien.
Helena Lim Divonis 5 Tahun
Adapun Helena Lim divonis lima tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Menjatuhkan dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sejumlah Rp 750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan," demikian vonis yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh.
Helena juga dihukum pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp 900 juta dalam waktu paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Jika dalam waktu tersebut tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita dan dilelang.
Jika tidak mencukupi, maka dipidana penjara selama 1 tahun.
Dalam kasus ini, majelis hakim menilai terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 56 ke-1 KUHP. (mar1/jpnn)
Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi