Tak Transparan, Apkasi Protes Pengelolaan Dana Bagi Hasil

Kamis, 07 Juni 2012 – 20:55 WIB

JAKARTA - Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) mempersoalkan masalah transfer dana Daerah yang dikelolah oleh Pusat. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Badan Anggaran DPR, Apkasi  menyampaikan inventarisasi masalah dan usulan Apkasi  terkait dana transfer ke daerah dari pemerintah pusat Kamis (7/6).

“Hampir semua jenis transfer dana pusat ke daerah menghadapi masalah yang menyulitkan daerah, setidaknya Apkasi menginventarisir ada 21 masalah dalam proses transfer dana pusat ke daerah,”  ungkap Ketua Umum Apkasi, Isran Noor di hadapan anggota DPR.

Di hadapan, Ketua Badan Anggaran DPR RI Melchias Markus Mekeng, Isran Noor yang juga merupakan Bupati Kutai Timur ini memaparkan bahwa kompleksnya proses transfer dana dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Paerah dalam berbagai bentuk. Di antaranya, DBH SDA (Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam), DAK (Dana Alokasi Khusus), DAU (Dana Anggaran Umum), Dana Penyesuaian, Dana Insentif Daerah (DID) dan Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID), membuat proses pembangunan di daerah menjadi tidak optimal.

“Sementara pada saat yang sama, daerah sebagai pelaksana otonomi justru seringkali dianggap belum mampu mengelola dana transfer yang sudah diberikan pemerintah tersebut," katanya.
 
Isran menjelaskan transfer DBH SDA misalnya, Pusat tidak transparan mengenai jumlah yang harus diterima dan yang harus dibagi ke Pemerintah Daerah.  "Setiap tahun Pemerintah Daerah hanya menerima sejumlah dana tanpa penjelasan. Proses  transfer dana ke daerah juga menyalahi aturan yang sudah di atur Peraturan Menteri Keuangan sendiri," ucapnya.

Proses transfer Dana Alokasi Umum juga tak jauh berbeda. Dana yang sedianya diperuntukkan bagi daerah, tidak bisa di transfer begitu saja, karena adanya kewajiban lain,  dari dana transfer  tertentu (DAK), PNPM dan lain-lain ada kewajiban supaya daerah menyediakan dana pendamping.  

Menurut Isran, dana pendamping itu sangat membebani daerah, karena tidak ada dalam Indikator Kebutuhan  Fiskal  DAU.  Sehingga kata dia, keberadaan dana pendamping itu tidak dipertimbangkan.

“Hal ini menyulitkan posisi pemerintah daerah. Di satu sisi membutuhkan dana  tambahan pembangunan, namun di sisi lain harus mengeluarkan dana pendamping,” ujar Isran.

Karenanya, Apkasi mengusulkan supaya dana pendamping ditiadakan atau dikonversi ke DAK. Pasalnya, bagi daerah-daerah yang  PAD dan DBH nya kecil, kehadiran dana pendamping ini sangat mengganggu performa keuangan daerah.

Markus Mekeng akan melanjutkan saran dan solusi permasalahan yang di ungkapkan oleh Apkasi pada Rapat Panitia Kerja di hadapan para Menteri, “Senin (11/6) mendatang kami akan mengundang Menteri Keuangan, Menteri Bapenas, dan Mendagri dalam Rapat Panja Daerah, kami harapkan juga Apkasi dapat hadir dalam rapat tersebut,” ucapnya. (awa/jpnn)


BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Gelar Survei, Golkar jadi Pemenang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler