jpnn.com, BANGKOK - Mantan Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra kini hidup dalam pelarian. Dia mengikuti jejak sang kakak, Thaksin Shinawatra yang sudah lebih dulu kabur ke luar negeri demi menghindari hukum.
Kemarin, Jumat (25/8), adalah jadwal pembacaan putusan atas kasus skema subsidi beras yang membelitnya. Ketakutan hidup di bui membuat Yingluck memilih meninggalkan Thailand sebelum sidang itu dimulai.
BACA JUGA: Perdana Menteri Cantik Menangis di Ruang Sidang, Merasa Jadi Korban
’’Dia dipastikan meninggalkan Thailand,’’ ujar salah seorang sumber yang merupakan anggota Partai Phuea Thai.
Fakta tersebut bertentangan dengan pernyataan pengacaranya. Si kuasa hukum menyatakan, Yingluck tak bisa hadir untuk mendengarkan pembacaan putusan karena telinganya sakit.
Melarikan diri menjelang pembacaan putusan sidang, tampaknya, sudah menjadi kebiasaan keluarga Shinawatra. Thaksin juga hengkang dari Thailand pada 2008 sebelum putusan kasus korupsinya dibacakan. Dia dihukum 2 tahun penajara. Sejak itu, Thaksin tak pernah kembali ke Thailand.
Mantan PM yang pernah memiliki klub Inggris Manchester City tersebut ditengarai menggunakan paspor Montenegro untuk riwa-riwi ke kediamannya di Dubai, London, Hongkong, dan Singapura. Yingluck sangat mungkin menggunakan cara yang sama.
’’Polisi tengah menyelidiki laporan bahwa dia pergi via Koh Chang,’’ ujar Wakil PM Prawit Wongsuwan.
Koh Chang merupakan pulau yang dekat dengan perbatasan Kamboja. Petugas imigrasi Kamboja menegaskan bahwa Yingluck tak masuk ke negara mereka.
Yingluck pantas ketir-ketir dan lari. Sebab, dia sangat mungkin dinyatakan bersalah dan bakal mendekam hingga 10 tahun di penjara.
Kemarin menteri perdagangan pada era kepemimpinannya, Boonsong Teriyapirom, dihukum 42 tahun penjara. Dia terbukti bersalah memalsukan kesepakatan jual beli beras government-to-government dengan pemerintah Tiongkok.
Pembacaan putusan Yingluck ditunda hingga 27 September mendatang. Setelah Yingluck tak hadir di pengadilan, Mahkamah Agung langsung mengeluarkan surat perintah penangkapan.
Sejak kasus tersebut mencuat pada 2015, Yingluck dilarang bepergian ke luar negeri. Dia bisa keluyuran di dalam negeri karena membayar uang jaminan BHT 30 juta atau setara dengan Rp 12 miliar.
Yingluck, tampaknya, sudah merencanakan pelariannya sehari sebelumnya. Kamis (24/8) di akun Facebook-nya, dia menulis bahwa dirinya bakal tidak bisa bertemu para pendukungnya di pengadilan.
Alasannya adalah faktor pengamanan yang ketat. Pemerintah Thailand memang menerjukan 4 ribu polisi untuk mengawal sidang pembacaan putusan Yingluck tersebut.
Meski begitu, para pendukung Yingluck tetap berdatangan ke pengadilan. Sebagian di antara mereka membawa mawar merah dan sebagian yang lain mengenakan sarung tangan putih bertulisan love (cinta).
’’Jika Yingluck lari, para pendukungnya bakal kecewa dan orang yang menentangnya merasa benar,’’ tegas Direktur Institute of Security and International Studies di Chulalongkorn University Thitinan Pongsudhirak. (Reuters/AFP/sha/c5/ttg)
Redaktur & Reporter : Adil