jpnn.com - Taliban yang kini menguasai Afghanistan diprediksi bakal menjadi kelompok tajir.
Prediksi itu didasari fakta bahwa Taliban segera memiliki kontrol penuh atas kekayaan mineral Afghanistan.
BACA JUGA: Berdayakan Nakes Perempuan, Taliban Berubah atau Justru Melemah?
Negeri yang beribu kota di Kabul itu memiliki cadangan mineral dalam jumlah luar biasa, antara lain, tembaga, emas, minyak, gas alam, litium, bahkan uranium.
Sejumlah pakar memperkirakan Taliban akan memiliki kekayaan triliunan dolar Amerika Serikat (USD).
BACA JUGA: Siapa ISIS-K yang Tewaskan 60 Orang di Kabul dan Mengapa Mereka Memusuhi Taliban?
Saat ini, Tiongkok sangat berminat mengeksploitasi litium di negeri yang dilanda perang berkepanjangan itu. Litium digunakan secara ekstensif untuk peralatan elektonik berteknologi tinggi.
Mantan perwira Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok Zhou Bo dalam tulisannya di New York Times, pekan ini, menyebut Afghanisian memiliki dua hal yang sangat bernilai bagi China.
BACA JUGA: Sudah 4 Kali Bertemu Pentolan Taliban, JK Punya Saran buat Dunia
Pertama, Afghanistan memiliki peluang dalam pembangunan infrastruktur dan industri. Tiongkok dikenal memiliki kemampuan tak tertandingi di bidang itu.
Kedua, tentu saja kekayaan alam Afghanistan. "Akses pada simpanan mineral bernilai USD 1 triliun yang belum tergarap," ujarnya.
Data Kementerian Pertambangan Afghanistan menyebut berbagai provinsi di negeri yang membentang di Asia Tengah dan Asia Selatan itu kaya akan sumber daya alam. Pada 2010, ada ladang minyak dengan cadangan 1,8 miliar barel yang ditemukan di Afghanistan.
Direktur Senior Counter Extremism Project Dr Hans-Jakob Schindler menilai Taliban saat ini memiliki kapasitas memasuki aktivitas ekonomi.
"Sejak mememperoleh kendali terhadap Afghanistan secara militer, Taliban tidak hanya mengatur secara paksa, tetapi juga memerintah," ujarnya kepada The SUN.
Namun, kekayaan mineral bukan satu-satunya sumber dana bagi penguasa Afghanistan. Sebab, negeri yang selama puluhan tahun dilanda perang saudara itu juga memiliki tanah dan iklim yang cocok untuk budi daya opium.
Para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeklaim Taliban memperoleh lebih dari USD 400 juta selama kurun waktu 2018-2019 dari perdagangan narkotika di Afghanistan. Adapun militer AS memperkirakan kelompok militan itu meraup 60 persen pendapatan dari perdagangan narkoba per tahun.
Dr Schindler menegaskan bahwa Taliban ketika menguasai Afghanistan pada 1996-2001 punya keterlibatan panjang dengan bisnis narkotika. "Produksi narkoba meningkat signifikan di semua area yang dikuasai Taliban," ungkapnya.
Menurut Dr Schindler, pertanian opium merupakan alat penting untuk merekrut calon pejuang Taliban. Awalnya, para komandan Taliban membuat para petani opium berutang secara finansial kepada gerakan bersenjata itu.
Utang itu memaksa para petani opium melunasinya dengan menjadi anggota Taliban dan ikut berperang. "Sejak awal, gerakan Taliban telah didanai para pengedar narkotika," kata Schindler.
Profesor Ashok Swain, mahaguru bidang penelitian konflik dan perdamaian di Universitas Uppsala, Swedia, menyatakan dunia harus tetap mewaspadai Taliban.
"Jika Taliban ini sama dengan yang lama, berarti dunia memiliki banyak hal yang perlu dikhawatirkan," ujarnya.
Ashok menyebut kemenangan Taliban dan kendalinya atas kekayaan alam Afghanistan juga bakal memotivasi kelompok Islam lain yang biasa menggunakan teror.
"Kemenangan Taliban tidak tidak hanya menjadi pendorong moral bagi kelompok Islam teror di seluruh dunia, tetapi akan memperkuatnya dengan bantuan senjata dan uang dari narkoba," ulasnya.(The Star/The Sun/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rusia Belum Mau Mengakui Taliban, Ini Pertimbangannya
Redaktur & Reporter : Antoni