Taliban Siapkan Pembalasan

Insiden Pembantaian 16 Warga Afghanistan

Selasa, 13 Maret 2012 – 04:48 WIB

KANDAHAR - Tewasnya 16 penduduk sipil dari desa di Distrik Panjwai, Provinsi Kandahar, selatan Afghanistan, akibat serangan dan tembakan timah panas tentara AS membuat hubungan dua negara makin tegang. Presiden Barack Obama berinisifatif menelepon Presiden Afghanistan Hamid Karzai guna meminta maaf dan menyampaikan bela sungkawa.

Tetapi, hal itu belum cukup mampu membendung rencana Taliban membalas dendam. "Dengan seizin Tuhan, kami akan membalaskan dendam seluruh syuhada yang tewas dalam serangan tidak berperikemanusiaan tersebut," tegas kelompok militan Afghanistan itu dalam situs resminya, Senin (12/3).

Taliban juga mengaku bertanggung jawab atas beberapa serangan mematikan bulan lalu. Seluruh serangan itu merupakan balas dendam terhadap aksi pembakaran Alquran oleh tentara AS di pangkalan militer Bagram pada 22 Februari lalu.

Pasca-insiden penembakan pada Minggu dini hari lalu (11/3), pasukan AS dan NATO melipatgandakan pengamanan di pangkalan mereka. Kedutaan AS di ibu kota Afghanistan juga memperingatkan seluruh warganya di negara tersebut untuk waspada. Mereka yakin, cepat atau lambat, Taliban bakal melancarkan serangan balasan.

Kendati insiden di Desa Alkozai dan Balandi yang terletak di Distrik Panjwai, Kandahar, itu memantik amarah warga Afghanistan, tidak terjadi aksi protes besar-besaran seperti yang dikhawatirkan kemarin.

Ada beberapa versi tentang pelaku penembakan. Pejabat AS menyatakan bahwa aksi itu dilakukan seorang tentaranya. Tapi, beberapa saksi menyebut pelakunya lebih dari seorang tentara.

"Serangan ini tidak hanya dilakukan seorang. Mereka menembaki beberapa orang dalam satu rumah, membakar mayat korban, lantas berjalan ke rumah lain, dan melakukan pembantaian yang sama," kata seorang saksi mata bernama Ayubi.

Beberapa warga yang tidak menyebutkan namanya juga mengaku melihat pelaku lebih dari satu orang. Salah seorang korban selamat dalam serangan itu, Abdul Hadi, 40, menuturkan kepada wartawan New York Times bahwa dirinya berada di rumah ketika tentara AS mendobrak pintu.

"Ayah saya keluar dari rumah untuk mencari tahu apa yang terjadi, tapi dia tewas tertembak," ujarnya. "Saya juga berusaha keluar karena penasaran dengan bunyi tembakan. Namun, ada yang mencegah. Saya selanjutnya ditutupi dalam kamar sehingga selamat,"  lanjutnya.

Hadi lantas menjelaskan bahwa lebih dari seorang tentara terlibat dalam serangan itu, Sedikitnya, lima warga desa juga melihat sejumlah tentara AS, serta sebuah helikopter dan api suar di lokasi penembakan. Tetapi, warga lain mengaku hanya melihat seorang tentara.

Kemarin Letkol Jimmie Cummings, jubir pasukan AS di Afghanistan, menegaskan bahwa pelaku hanya seorang. Tentara yang berpangkat sersan mayor itu melancarkan aksi tunggalnya setelah meninggalkan pangkalannya Minggu dini hari. Setelah membunuh 16 warga sipil, 11 orang di antaranya berasal dari satu keluarga, dia menyerahkan diri.

Sejauh ini tak diungkapkan nama tentara tersebut. Tetapi, seorang pejabat senior militer AS menyebut bahwa sang sersan berasal dari sebuah unit yang bermarkas di Joint Base Lewis-McChord, pangkalan AU dan AD di dekat Tacoma, Seattle, Negara Bagian Washington.

Dia ditempatkan di Afghanistan dalam misi dan operasi stabilisasi desa. Dalam misi itu, tim Green Beret (pasukan khusus AD AS) yang didukung oleh personel militer lain bertugas membangun hubungan dekat dengan warga senior, membentuk satuan polisi lokal, dan melacak jejak para pemimpin Taliban.

Tapi, sang tentara dilaporkan bukan anggota Green Beret. Dia diidentifikasi berusia 38 tahun dan telah menikah serta punya dua anak. Tentara itu berdinas di militer selama 11 tahun. Sebelum mendapat tugas ditugaskan di Afghanistan untuk kali pertama, dia pernah tiga kali bertugas di Iraq.

Saat ini, dia tengah menjalani pemeriksaan. Untuk sementara, dia ditahan di pangkalan NATO. Selain menewaskan 16 orang, termasuk sembilan anak-anak dan tiga perempuan, serangan itu juga melukai lima warga.

Karzai geram atas insiden itu dan memerintahkan investigasi. "Ini merupakan pembunuhan dan aksi terencana untuk merenggut nyawa warga sipil yang tak bersalah. Aksi itu tak termaafkan dan juga tak bisa dibiarkan," tegasnya setelah mendapat laporan.

Secara resmi, Kementerian Pertahanan Afghanistan menuntut diadakan pengadilan terbuka bagi pelaku.
Penembakan brutal itu memantik krisis baru dalam hubungan AS-Afghanistan. Rencana penekenan kerja sama Strategic Partnership Agreement di antara dua negara pun terancam tertunda.

Demikian juga dengan rencana AS melimpahkan tanggung jawab Penjara Bagram. "Penandatanganan kesepakatan tampaknya harus mundur," kata seorang pejabat Afghanistan.

Warga Afghanistan, khususnya Kandahar, juga mulai kehilangan simpati pada tentara AS. Mereka pun mendesak Washington segera menarik mundur tentaranya.

"Kami hanya merasakan sedikit manfaat dari pasukan asing di sini, tetapi harus kehilangan semuanya. Hidup kami, harga diri kami, dan bangsa kami," kata Haji Najiq, pemilik toko di Kandahar.

Dia juga mengaku muak dengan penjelasan dan permintaan maaf pasca-setiap serangan mematikan. "Akan lebih baik jika mereka meninggalkan negara ini dan membiarkan kami hidup tenang," tandasnya. Mohammad Fahim, 19, mahasiswa, malah usul agar Washington menarik pasukan AS saat ini juga.

Waheed Mujhda, pengamat politik dari Afghan Analysts Network, menyayangkan penembakan di Kandahar tersebut. Dia menilai serangan itu akan membuat rakyat bersimpati pada Taliban. "Insiden ini memberikan kesempatan kepada Taliban untuk membuktikan bahwa mereka lah pejuang kebebasan bagi rakyat," katanya. (AFP/AP/RTR/NYT/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Oposisi Myanmar: Banyak Orang Mati Masuk DPT


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler