jpnn.com - SURABAYA - Produksi kopi arabika yang jauh lebih rendah timbang robusta mendorong Pemerintah Provinsi Jatim menggenjot produksinya. Pada 2013 lalu, produksi kopi Jatim mencapai 60 ribu ton, yang terbagi 56 ribu ton di antaranya kopi robusta dan sisanya 4.000 ton kopi arabika.
Kepala Dinas Perkebunan Jatim Moch. Samsul Arifien mengatakan tahun ini akan menggenjot produksi kopi, terutama untuk jenis arabika. Sebab untuk produksi jenis kopi robusta dinilai sudah memadai untuk menyuplai kebutuhan konsumen.
BACA JUGA: Struktur Ekonomi Belum Stabil
Dari total produksi 60 ribu ton, hampir 85 persen di antaranya merupakan merupakan jenis robusta. Sedangkan arabika baru 15 persen.
"Robusta sudah mencukupi, tidak perlu ditambah. Beda dengan arabika yang masih sedikit sekali, padahal kebutuhan pasar terus meningkat. Oleh karena itu, produksi kopi arabika perlu ditambah," katanya.
BACA JUGA: Asian Agri Harus Bayar Denda Tunai
Upaya untuk menambah produksi arabika dengan mendorong petani di wilayah-wilayah yang potensial ditanami tanam tersebut. Arabika hanya bisa ditanami di dataran tinggi. Antara lain di Bondowoso, Situbondo, Lumajang dan Jember. "Semuanya mengandalkan perkebunan rakyat. Target kami tiap tahun ada penambahan lahan seluas 2.000 hektare," ucapnya.
Dia menguraikan, petani yang menanam akan mendapatkan kemudahan seperti benih, kantong plastik dan pupuk. Tapi, lanjut ia, produksi kopi tergantung pada kondisi cuaca.
BACA JUGA: Direksi Jakarta Monorail Dilarang Komentar
Dicontohkan pada 2011 lalu produksi kopi turun hingga hanya 37 ribu ton. Turunnya produksi karena keterlambatan pembungaan akibat anomali iklim. Kemudian pada 2012 meningkat signifikan dengan produksi sekitar 54 ribu ton.
Di samping itu, Jatim juga menggenjot produksi kakao. Dikatakan, saat ini luas lahan kakao sebanyak 65 ribu hektare. Ditargetkan pada 2019 bisa mencapoai 100 ribu hektare.
"Tahun ini kami targetkan produksi mencapai 35 ribu ton biji kering, atau naik dari 2013 lalu sebesar 32 ribu ton biji kering," sebutnya.
Strategi untuk menggenjot produksi kakao itu sejalan dengan pasar ekspor yang makin potensial. Dikatakan, permintaan dunia yang terus meningkat membuat harga kakao makin tinggi.
"Saat ini harga kakao sekitar Rp 18 ribu-20 ribu per kg biji kering," sebutnya. Di pasar internasional, Indonesia menempati posisi ketiga dengan produksi 800 ribu ton.
Sedangkan posisi pertama dan kedua ialah Pantai Gading dan Ghana dengan masing-masing produksi 1,35 juta ton dan 1,3 juta ton. (res)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jakarta Monorail Ingin Damai Dengan Adhi Karya
Redaktur : Tim Redaksi