JAKARTA - Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Tamsil Lindrung membantah dirinya menerima uang suap terkait kasus alokasi Dana Penyeusaian Infrastruktur Daerah (DPID). Tamsil juga membantah pernah bertemu dengan Fahd A Rafiq.
"Tidak ada, faktanya di pengadilan tidak ada. Saya tidak pernah ketemu Fahd," beber Tamsil, usai digarap Komisi Pemberantasan Korupsi, sebagai saksi kasus dugaan suap DPID, untuk tersangka Haris Andi Surahman, Jumat (15/3).
"Itu sudah dikatakan tidak benar saat persidangan di pengadilan. Tidak kenal dan tidak ketemu saya kecuali saat persidangan," kata Tamsil.
Bahkan, dia juga membantah tudingan pernah bertemu dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum PU. "Saya tidak pernah ketemu. Itu tidak benar dan saya berani dikonfrontir," jelasnya.
Ia pun menyebutkan tidak ada istilah jatah-jatah untuk fraksi di DPR. "Tapi, fraksi mengusulkan untuk alokasi," ungkap dia.
Sebelum Tamsil, KPK sudah menggarap tiga rekannya di Pimpinan Badan Anggaran, yang lebih dulu digarap KPK, yakni Melchias Markus Mekeng, Mirwan Amir dan Olly Dondokambey.
Bakan, Bekas Anggota Banggar DPR, Wa Ode Nurhayati, juga sudah diperiksa untuk tersangka Haris. Semuanya sudah memenuhi panggilan KPK.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Fahd A Rafiq mengungkapkan adanya beberapa anggota DPR yang bersaing mengurus pencairan anggaran DPID untuk tiga kabupaten di Provinsi Aceh (saat itu masih NAD).
Dia menyebutkan anggota fraksi Partai Demokrat, Mirwan Amir, mengurus DPID untuk Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Besar. Tamsil mendapat jatah mengurus alokasi DPID untuk Kabupaten Pidie Jaya.
Fahd di persidangan juga mengakui menyuap WON Rp 6 miliar melalui perantara Haris Andi Surahman. Haris saat itu bekerja sebagai staf ahli anggota DPR, Halim Kalla.
Wa Ode sendiri telah divonis 6 tahun penjara sedangkan Fahd divonis 2,5 tahun penjara. (boy/jpnn)
"Tidak ada, faktanya di pengadilan tidak ada. Saya tidak pernah ketemu Fahd," beber Tamsil, usai digarap Komisi Pemberantasan Korupsi, sebagai saksi kasus dugaan suap DPID, untuk tersangka Haris Andi Surahman, Jumat (15/3).
"Itu sudah dikatakan tidak benar saat persidangan di pengadilan. Tidak kenal dan tidak ketemu saya kecuali saat persidangan," kata Tamsil.
Bahkan, dia juga membantah tudingan pernah bertemu dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum PU. "Saya tidak pernah ketemu. Itu tidak benar dan saya berani dikonfrontir," jelasnya.
Ia pun menyebutkan tidak ada istilah jatah-jatah untuk fraksi di DPR. "Tapi, fraksi mengusulkan untuk alokasi," ungkap dia.
Sebelum Tamsil, KPK sudah menggarap tiga rekannya di Pimpinan Badan Anggaran, yang lebih dulu digarap KPK, yakni Melchias Markus Mekeng, Mirwan Amir dan Olly Dondokambey.
Bakan, Bekas Anggota Banggar DPR, Wa Ode Nurhayati, juga sudah diperiksa untuk tersangka Haris. Semuanya sudah memenuhi panggilan KPK.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Fahd A Rafiq mengungkapkan adanya beberapa anggota DPR yang bersaing mengurus pencairan anggaran DPID untuk tiga kabupaten di Provinsi Aceh (saat itu masih NAD).
Dia menyebutkan anggota fraksi Partai Demokrat, Mirwan Amir, mengurus DPID untuk Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Besar. Tamsil mendapat jatah mengurus alokasi DPID untuk Kabupaten Pidie Jaya.
Fahd di persidangan juga mengakui menyuap WON Rp 6 miliar melalui perantara Haris Andi Surahman. Haris saat itu bekerja sebagai staf ahli anggota DPR, Halim Kalla.
Wa Ode sendiri telah divonis 6 tahun penjara sedangkan Fahd divonis 2,5 tahun penjara. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Akbar: Jokowi Harus Buktikan Kinerjanya Terlebih Dahulu
Redaktur : Tim Redaksi