Tamsil Sebut Kode DPID Bukan Jatah

Senin, 10 September 2012 – 11:55 WIB
JAKARTA - Anggota DPR dari PKS, Tamsil Linrung mengakui adanya kode-kode dalam alokasi anggaran penyesuaian infrastruktur daerah (DPID) tahun 2011. Namun dia membantah kode itu sebagai bentuk penjatahan masing-masing anggota dan pimpinan Banggar yang turut membahas.

Menurut Tamsil, adanya kode-kode berupa angka, huruf dan warna itu merupakan masalah administrasi di Sekretariat Banggar. "Tanya sama yang mengetik. Itu urusan administrasi, memudahkan mereka, warna kode, apa segala macam," kata Tamsil.

Dia juga membantah, kode itu mengartikan pembagian jatah alokasi anggaran daerah untuk partai pengusung. "Bukan pembagian jatah," lanjutnya.

Pada kesaksian untuk terdakwa mantan anggota banggar asal PAN, Wa Ode Nurhayati. Kepala Sub Bagian Rapat Banggar, Nando,  mengatakan bahwa revisi nama-nama daerah penerima alokasi DPID dilakukan empat pimpinan Banggar DPR, tanpa melalui mekanisme rapat.

Nando mengatakan, dirinya diperintahkan mengetik mengenai revisi alokasi DPID oleh empat pimpinan Banggar ketika itu, Melchias Marcus Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Linrung, dan Olly Dondokambey. Menurut Nando, revisi tersebut tanpa melalui mekanisme rapat terlebih dahulu. Hal itu diketahui karena dalaam rapat yang digelar Banggar di Cilkopo pada 6-7 Oktober 2010 tidak membahas soal revisi tersebut.

Lebih lanjut Nando mengakui bahwa dalam dokumen alokasi DPID yang diberikan oleh Pimpinan Banggar tertera kode-kode. Di antaranya kode P1, P2, P3, P4, kode 1-9, PIM, K, dan A.

Menurut Nando, kode P1 merujuk pada Mekeng, P2 Mirwan, P3 Olly, dan P4 Tamsil, K pada koordinator kelompok fraksi, PIM adalah pimpinan, dan A merupakan anggota. Sedangkan, kode 1-9 digunakan untuk menyederhanakan sembilan fraksi, yakni Partai Demokrat, Partai Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Partai Hati Nurani Rakyat.

Bahkan, Nando mengakui terdapat juga sistem pengkodean dengan warna yang dilakukan oleh anak buahnya bernama Khaerudin. Walaupun, diakui untuk memudahkan pencatatan usulan dari anggota banggar, fraksi atau komisi.

Khaerudin yang juga bersaksi untuk terdakwa Wa Ode Nurhayati mengakui kerap menggunakan kode warna untuk mempermudah pendataan terkait pengusulan. Namun, keduanya mengaku tidak tahu kaitan antara pengkodean tersebut dengan jumlah uang yang diterima oleh masing-masing kode.

Menurut Nando, memang data daerah penerima DPID yang diterima dari empat Pimpinan Banggar tersebut sudah disertai dengan nilai alokasinya.

Sebelumnya, Wa Ode mengatakan bahwa Rp1,2 triliun dari anggaran DPID sebesar Rp7,7 triliun mengalir ke Pimpinan DPR RI dan Pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.

Menurutnya, hal itu diketahui dari data yang ditemukan KPK dalam sebuah laptop yang disita dari ruangan Banggar. Di mana, didalamnya tertulis ada aliran dana kepada dengan pengkodean K satu mendapat jatah sebesar Rp300 miliar dan empat K lainnya sebesar Rp250 miliar.

Kemudian kepada inisial P yang jumlahnya ada empat yang nilainya lebih kecil. Setelah dijumlah nilainya sama dengan angka anggaran yang seharusnya diterima oleh 126 daerah. Tetapi, dihapuskan.

Kemudian, dia menduga inisial K tersebut adalah Ketua DPR dan empat Wakil Ketua DPR. Sedangkan, inisial P merujuk pada empat Pimpinan Banggar.

Walaupun, lanjut Wa Ode, Nando sempat berusaha mengecoh dengan berbohong, yaitu mengatakan inisial K mengacu pada kordinator. Namun, secara jumlah tidak mungkin karena lebih besar dari Pimpinan Banggar. Sehingga, dipastikan mengacu pada Pimpinan DPR.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengacara Sukotjo Bambang Diperiksa Bareskrim

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler