Menurut peneliti dari Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam hal ini berpotensi terjadinya korupsi dan mafia anggaran. Apalagi usulan dana itu sebelumnya sudah disetujui oleh pemerintah dan Komisi III sendiri.
"Dalam konstitusi tidak ada penggunaan tanda bintang untuk menahan anggaran. Itu justru melanggar undang-undang. Itu kesepakatan informal, yang bisa berpotensi korupsi jika disalahgunakan," ujar Roy dalam jumpa pers di Jakarta Selatan, Minggu (30/9).
Sementara itu, menurut Apung Widadi, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) penggunaan tanda bintang oleh DPR tidak logis dan mengada-ada. DPR, kata dia, menggunakan arogansinya sebagai pengatur anggaran untuk melumpuhkan KPK.
"Hampir semua fraksi di Komisi III menolak gedung baru KPK. Sekarang hanya masyarakat yang mendukung KPK," paparnya.
Seperti yang diketahui, tanda bintang pembangunan gedung KPK ada sejak 2008. Kala itu KPK mengusulkan pembangunan gedung baru sebesar Rp 225,7 miliar, tapi Komisi III memberi tanda bintang pada anggaran program tersebut. Tahun ini, KPK kembali mengusulkannya dengan sistem penganggaran tahun jamak. Komisi III tetap bergeming, tetap membintangi anggaran gedung KPK.
Penolakan DPR tersebut mengundang simpati dari masyarakat. Koalisi dari lembaga swadaya masyarakat kemudian turun mengumpulkan koin untuk KPK yang mendapat respon positif dari masyarakat. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pilot dan Copilot Tewas
Redaktur : Tim Redaksi