Taiwan melakukan uji coba senyawa kimia pada sejumlah produk mi instan, termasuk dari Indonesia dan Korea Selatan. Saat mi instan begitu populer di banyak negara, sejumlah negara menanggapi dengan beragam soal penemuan kandungan yang dianggap berbahaya oleh Taiwan ini.
Departemen Kesehatan Taiwan menyatakan mi instan Indomie rasa Ayam Spesial, dan Ah Lai White Curry Noodles dari Malaysia mengandung etilen oksida.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Taiwan Temukan Bahan Berbahaya dalam Produk Indomie
Senyawa kimia ini banyak ditemukan dalam pembuatan untuk bahan kimia lain yang mensterilkan peralatan medis serta mengendalikan hama, yang sering dihubungkan dengan kanker lymphoma dan leukemia pada manusia.
Stefanus Indrayana dari PT Indofood CBP Sukses Makmur sebelumnya mengatakan pihaknya masih terus mempelajari temuan tersebut.
Sementara Fransiscus Welirang, direktur PT Indofood, mengatakan mereka selalu mematuhi persyaratan ketentuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), selain juga mengikuti standar badan kesehatan negara pengimpor.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan Kamis kemarin, BPOM mengatakan kadar senyawa yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan sebesar 0,34 ppm, masih jauh di bawah Batas Maksimal Residu di Indonesia dan sejumlah negara lainnya, seperti di Amerika Serikat dan Kanada.
BACA JUGA: Saya Masih Hidup: Pilot Susi Air Minta Indonesia Tidak Lepas Bom di Papua
"Oleh karena itu, di Indonesia produk mi instan tersebut aman dikonsumsi, karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar," demikian pernyataan BPOM.Imbauan untuk produsen dan konsumen
Menurut BPOM, organisasi standar pangan international di bawah badan kesehatan dan badan pertanian PBB belum mengatur batas maksimal residu dari senyawa Etilen Oksida, bahkan di beberapa negara senyawa ini masih diizinkan untuk digunakan sebagai pestisida.
BPOM mengaku telah melakukan audit investigatif sebagai tanggapan dari penemuan senyawa ini di Taiwan, termasuk meminta para pelaku usaha mi instan, seperti PT Indofood CPB Sukses Makmur, untuk melakukan mitigasi risiko agar bisa mencegah kasus yang berulang.
Di antaranya adalah memastikan produk sudah memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor, memastikan bahan baku yang digunakan, baik untuk konsumsi lokal dan ekspor agar tidak tercemar EtO, serta melakukan pengujian residu EtO di laboratorium yang sudah terakreditasi.
"BPOM mengimbau masyarakat untuk selalu menjadi konsumen cerdas dalam memilih produk pangan. Selalu ingat "Cek KLIK" (Cek Kemasan, Label, izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk pangan," ujar BPOM dalam pernyataannya.Senyawa yang sama ditemukan di mi instan Korea
Taiwan juga mengatakan Etilen Oksida ditemukan pada paket bumbu dari mie instan keluaran Nongshim asal Korea Selatan.
Pihak otoritas di Taiwan mengatakan "tingkat residu dari pestisida terlalu tinggi" dan produk ini diminta ditarik dari peredaran, serta dimusnahkan.
Mi instan Korea Selatan ini cukup populer dan bisa ditemukan di banyak negara, termasuk di Indonesia dan Australia.
Tapi kantor cabang Nongshim di Australia menegaskan jika produk yang dijual di Taiwan berbeda dengan yang beredar di Australia.
Mereka juga mengatakan produk di Australia tidak menggunakan bahan baku yang difumigasi dengan Etilen Oksida yang jadi perhatian di Taiwan.
Sejak tahun 2003, Australia sudah melarang penggunaan senyawa ini, termasuk untuk mengontrol hama pada proses penyimpanan bahan makanan, seperti bumbu-bumbuan, karena kekhawatiran akan dampaknya pada kesehatan.
Juru bicara Departemen Pertanian Australia, yang bertanggung jawab menguji makanan impor, mengatakan mi instan yang masuk ke negaranya sudah diperiksa melalui penilaian label makanan dan dinyatakan memenuhi syarat.
Tapi apa yang terjadi di Taiwan memicu kekhawatiran di Australia, sehingga ada imbauan untuk menguji bahan kimia pada produk-produk makanan yang diimpor ke Australia.
Dr Mariann Llyod-Smith dari lembaga National Toxic Network di Australia mengatakan Departemen Pertanian memang sudah menguji 108 bahan kimia, tetapi senyawa Etilen Oksida perlu dimasukkan dalam daftar.Tanggapan negara lain soal Etilen Oksida
Lembaga regulator makanan, Food Standards Australia New Zealand (FSANZ) mengatakan kekhawatiran penggunaan Etilen Oksida pada makanan muncul ketika ada bukti, yang menunjukkan pemaparan terhadap senyawa kimia ini secara terus menerus dalam waktu lama dapat menyebabkan kanker.
Tetapi FSANZ mengatakan kekhawatiran utama soal senyawa ini adalah dampaknya bagi kesehatan jika terpapar di tempat kerja.
"Dampak kesehatan sangat tidak mungkin terjadi di luar tempat kerja yang menggunakan gas etilen oksida," kata FSANZ.
Sementara kelompok hak konsumen di Eropa, Foodwatch, sepertinya memiliki posisi yang lebih konservatif.
Dalam pernyataannya, mereka mengatakan "tidak ada tingkat pemaparan yang aman bagi konsumen yang dapat ditentukan, karenanya seberapa pun tingkat pemaparannya terhadap konsumen memiliki potensi risiko bagi mereka".
Pada tahun 2021, kekhawatiran akan bahan kimia ini pernah muncul di Eropa, ketika terdeteksi ratusan kali di berbagai produk makanan, terutama pada wijen asal India yang diimpor ke berbagai negara.
Eropa sendiri sudah melarang penggunaan Etilen Oksida pada produk makanan sejak tahun 1991.
Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat menyatakan tingkat pemaparan bahan kimia terhadap warga biasanya lebih rendah daripada yang berpotensi menyebabkan masalah kesehatan.
Mereka menjelaskan dampak kesehatan akibat terpapar senyawa ini di kalangan pekerja dapat mencapai puluhan ribu kali ketimbang warga pada umumnya.
Pihak berwenang Amerika Serikat menganggap "paparan inhalasi terhadap etilen oksida bersifat karsinogenik bagi manusia", sementara Institut Kanker Nasional di Amerika Serikat mencatat beberapa jenis kanker yang "dilaporkan terkait dengan" paparan bahan kimia tersebut di tempat kerja.
Pakar lain sepakat bahan kimia itu lebih berisiko kesehatan saat pekerja menghirupnya, ketimbang mengkonsumsinya pada makanan.
"[Bahan kimia] cenderung menghilang dalam proses memasak," kata Tetyana Cheairs, asisten profesor patologi, mikrobiologi, dan imunologi di New York Medical College.
"Saat Anda menggunakan rempah-rempah saat memasak, itu juga memengaruhi konsentrasi etilen oksida."
Dr Tetyana mengatakan ia bukan bagian dari pihak regulator, tapi bisa memahami jika ada peraturan ketat di sejumlah negara terkait senyawa ini, karena ada alasannya. Ia berharap akan lebih banyak penelitian yang dilakukan.
"Risiko dari makanan itu sendiri mungkin tidak tinggi, tapi tentu saja, semua orang tetap ingin berhati-hati," ujarnya.
Laporan tambahan oleh Iris Zhao, artikel ini diproduksi oleh Erwin Renaldi
BACA ARTIKEL LAINNYA... Allah Pasti Cukupkan: Muslim Australia Berzakat di Tengah Kesulitan Ekonomi demi Membantu Sesama