jpnn.com, JAKARTA - Belum lepas kagetnya publik atas penembakan Bos Rental Mobil oleh 3 Anggota TNI, kini terjadi lagi penembakan oleh 2 Anggota TNI terhadap 3 Anggota Polisi dari Polsek Negara Batin, Way Kanan, Lampung, hingga meninggal dunia pada 17 Maret 2025.
Berawal dari penegakan hukum oleh 17 Anggota Polsek Negara Batin terhadap perjudian sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Anggota TNI: Peltu L selaku Dansubramil Negara Batin dan Kopka B, anggota Subramil Negara Bantin, merespons dengan melakukan tindakan keji dan tidak manusiawi.
BACA JUGA: Imparsial: Peradilan Militer Cenderung Menjadi Sarang Impunitas Bagi Prajurit TNI
Julius Ibrani dan Gina Sabrina selaku Ketua dan Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menyatakan berduka cita atas tragedi yang merenggut aset negara, tiga aparat Penegak Hukum.
“PBHI juga mengutuk keras tindakan brutal 2 Anggota TNI yang menambah rekam jejak buruknya sikap tindak dan perilaku Anggota TNI di ranah sipil,” ujar Julius Ibrani dan Gina Sabrina dalam keterangan tertulis pada Rabu (19/3/2025).
BACA JUGA: Koalisi Masyarakat Sipil Soroti Perluasan Kewenangan TNI Setelah Penembakan 3 Polisi di Lampung
Keduanya meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit harus menaruh perhatian dan dukungan penuh terhadap 3 martirnya, bukan hanya dengan kenaikan pangkat, tetapi juga menjamin penghidupan istri dan anak korban.
Impunitas Sebabkan Keberulangan
BACA JUGA: GP Ansor Sebut RUU TNI Masih Sejalan dengan Semangat Reformasi
PBHI mencatat bahwa tindakan brutal Anggota TNI, sepanjang 2018-2022 sebanyak 338 kasus kekerasan yang meliputi penganiayaan, penyiksaan, penembakan, hingga tindakan tak manusiawi, mulai dari kasus kejahatan sipil yang ringan hingga pelanggaran HAM berat.
PBHI juga menyoroti bahwa kejahatan umum (selain perang) yang dilakukan Anggota TNI nyaris tidak pernah diadili di Peradilan Umum dan tetap di Peradilan Militer.
Sebut saja, kericuhan Perwakilan TNI di Kantor KPK dalam kasus Korupsi Basarnas, dan lainnya. Ini bukti bahwa TNI belum melaksanakan mandat reformasi dan konstitusi untuk mereformasi peradilan militer (UU No. 31 Tahun 1997), termasuk memastikan Anggota TNI tidak masuk ke ranah sipil serta tunduk pada hukum sipil dalam aktivitasnya di ranah sipil.
PBHI menyerukan kepada Presiden Prabowo dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto harus memastikan 2 Anggota TNI yang berbuat kejahatan umum (selain perang) tetap diadili di Peradilan Umum secara terbuka, bukan di Peradilan Militer.
“Jika tidak dilakukan, maka terjadi impunitas yang akan menyebabkan keberulangan perbuatan,” ujar Julius dan Gina.
Menurut Julius, masyarakat umum lah yang berada pada posisi terancam keselamatannya.
Problem fundamental lain adalah penyalahgunaan Senjata Api (Senpi) Anggota TNI.
Dalam setiap tragedi penembakan oleh Anggota TNI, selalu didalilkan bahwa penyalahgunaan Senpi disebabkan karena kesalahan pribadi, tidak ada komando apalagi operasi.
“Meski di Papua jelas berbeda, terang benderan unsur komando dan operasi TNI namun tidak pernah dievaluasi apalagi diadili dengan Pelanggaran Berat HAM,” ujarnya.
Dalil ini, diartikan bahwa penggunaan Senpi Anggota TNI berbasis personal, bukan profesional. Jadi, meski tidak dalam menjalankan Operasi Militer Perang (OMP) atau Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
“Ini jelas menyalahi tupoksi dan melanggar ketentuan penggunaan fasilitas Senpi TNI,” ujar Julius.
Namun, kata dia, sampai saat ini, belum ada evaluasi menyeluruh atas penyalahgunaan Senpi Anggota TNI.
Dia menegaskan jika Anggota TNI sedang "bebas tugas" tidak menjalankan OMP atau OMSP maka tidak difasilitasi dengan Senpi.
“Profesionalitas dalam penggunaan Senpi artinya Senpi hanya digunakan secara profesional untuk menjalankan tugas OMP atau OMSP,” ujarnya.
Lebih lanjut, PBHI meminta Presiden Prabowo dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto harus memastikan adanya evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan Senpi termasuk memastikan tidak ada Senpi di saat tidak bertugas OMP atau OMSP.
Penempatan TNI Demi Pemanfaatan Lahan BUMN
Berdasarkan hasil penelusuran PBHI, wilayah Register 44/45 Way Kanan merupakan wilayah PT Inhutani V yang sejatinya dimanfaatkan secara komersil dan transparan demi pendapatan BUMN dan Negara.
Akan tetapi, banyak praktik pemanfaatan lahan yang dilakukan secara tidak terbuka bahkan ilegal karena tidak tercatat, siapa penerima manfaatnya, berapa nilai yang dihasilkan, dan kemana uang yang didapatkan.
Adanya perjudian sabung ayam di wilayah Register 44/45 jelas melanggar hukum sehingga tidak sesuai dengan mandat PT Inhutani selaku BUMN, karena perjudian adalah tindak pidana yang diatur Pasal 303 KUHP.
“Tentu, uang hasil perjudian sabung ayam tidak mungkin disetorkan kepada BUMN sebagai pendapatan. Ini jelas merugikan keuangan negara,” ujarnya.
Menurut Julius, Tragedi Way Kanan harus dijadikan momentum bagi KPK RI dan Kejaksaan Agung untuk mengusut dugaan korupsi di atas lahan BUMN, PT Inhutani.
Kementerian BUMN pun harus bertanggung jawab atas pemanfaatan lahan secara ilegal di Register 44/45 sekaligus menjadi penguji apakah TNI akan tunduk pada supremasi sipil dengan proses penegakan hukum oleh KPK RI dan Kejaksaan Agung sebagaimana digadang oleh RUU TNI.
“Atau justru sebaliknya, menegaskan impunitas sehingga memastikan terjadinya keberulangan,” ujarnya.
PBHI mengingatkan Presiden Prabowo harus turun dan bersikap tegas terhadap tragedi berdarah ini, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pun harus bertanggung jawab penuh, selain demi menjaga muruah akar kemiliteran dalam dirinya, juga memastikan TNI tetap tegak lurus pada mandat konstitusi, dan Anggotanya tetap profesional.
“Utamanya, menjaga tugas dan komitmen terhadap sinergitas TNI - Polri saat ini dan di masa depan,” ujar Julius Ibrani dan Gina Sabrina.(fri/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Friederich Batari