jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf menyampaikan belasungkawa terhadap wafatnya salah seorang santri Ponpes Modern Gontor Ponorogo yang diduga karena dianiaya.
Dia merasa prihatin dan sedih mendapat kabar tersebut. Menurut dia, musibah ini tidak hanya menyisakan duka bagi keluarga yang ditinggalkan, tetapi juga pimpinan dan seluruh keluarga besar Gontor.
BACA JUGA: Ikut Magang di Rumah Rakyat, Mahasiswa Dapat Pelajaran Berharga Ini
“Teriring doa untuk almarhum agar diterima sebagai syuhada. Doa dan dukungan patut diberikan kepada keluarga serta institusi Pesantren Gontor supaya dapat melalui hari-hari yang penuh ujian ini dengan sabar, tabah, dan mampu menunjukkan sikap terbaik paling bijak untuk hadirkan maslahat bagi semuanya,” kata Bukhori, Selasa (13/9).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga menyampaikan dukungannya kepada Ponpes Modern Gontor atas sikap tegasnya dan kesediaannya bersikap kooperatif demi penegakan hukum sehingga menjadikannya sebagai sarana untuk melakukan evaluasi terhadap efektivitas pengelolaan santri.
BACA JUGA: Banggar DPR Sebut Penghapusan Daya 450 VA Masih Dikaji, Ingat Keluarga Miskin ya
“Sikap bijak pimpinan Gontor yang meminta maaf dan mengunjungi keluarga korban disertai dengan sikap kooperatif bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam mengusut kasus kekerasan ini patut diapresiasi. Kami meminta kasus ini tidak didramatisasi, apalagi dipolitisasi supaya nila setitik ini tidak merusak susu sebelanga Gontor yang berumur hampir satu abad,” katanya.
Bukhori meminta semua pihak tetap berlaku adil, bersikap secara proporsional, dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan serta tidak memunculkan opini liar sehingga memperkeruh suasana.
BACA JUGA: Seluruh Anggota Komisi I DPR Harus Tahu, Bagi Jenderal Dudung Anda Tak Berpengaruh
Sementara itu, disinggung terkait dengan insiden kekerasan yang terjadi di lingkungan pondok, Bukhori menilai Gontor memiliki sejarah yang sukses dalam penegakan disiplin santri.
Menurut dia, aturan di Gontor mengharamkan kekerasan fisik sehingga siapa pun yang melakukannya akan dikenai sanksi hingga pengusiran dari pondok.
“Jika ada satu-dua kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren maupun lembaga pendidikan lain, dorongan untuk melakukan koreksi dan introspeksi patut disampaikan agar lembaga tersebut bisa segera berbenah untuk meningkatkan kelas dan kualitas,” ucapnya.
Bukhori khawatir penggalangan opini yang tendensius dan sikap tidak proporsional akan menuntun pada laku zalim dan stigmatisasi terhadap ponpes sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam, bahkan membuka ruang masuknya narasi islamophobia.
“Laku tidak proporsional dan tendensius bisa menjadi politisasi terhadap kasus ini. Selain tidak membantu menyelesaikan masalah, hal tersebut juga dapat menciptakan stigma dan fitnah terhadap ponpes sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam,” ucapnya.
Anggota DPR lulusan Pondok Pesantren Tsamaratul Hidayah Jepara ini menegaskan, perilaku kekerasan bukanlah nilai atau budaya yang ditoleransi dan ditumbuhkan di pondok pesantren, termasuk di Gontor.
Sebaliknya, proses belajar dan berkegiatan di pondok pesantren dilakukan sesuai dengan nilai-nilai Islam yang ada dalam kitab-kitab yang diajarkan di ponpes, juga kasih sayang dari keteladanan para Kiai serta pengasuh ponpes.
“Budaya dasar di ponpes adalah ukhuwah (persaudaraan) dan bukan kekerasan. Buktinya, budaya tersebut berhasil mendidik para santri sehingga terhindar dari kekerasan dan kenakalan di kalangan remaja semisal tawuran, pengeroyokan, maupun perundungan,’’ ucapnaya.
Sementara itu, kekerasan yang terjadi di Gontor hampir bisa dipastikan itu adalah kecelakaan dan musibah yang tidak diinginkan, apalagi ditoleransi oleh Pesantren Gontor.
Bukhori menyatakan, terlepas dari kasus ini, Ponpes Gontor memiliki kiprah yang panjang seiring dengan perjalanan bangsa yang perlu diketahui publik.
“Banyak para alumnus Gontor yang dipercaya untuk duduk di sejumlah posisi strategis di antaranya ketua PBNU, PP Muhammadiyah, ketua MUI, ketua MPR, menteri agama, duta besar, serta rektor,” katanya.
Bukhori meminta publik tidak abai dengan jasa ponpes yang nyata dan terasa manfaatnya bagi masyarakat selama ini hanya karena satu dua kasus yang membelit institusi tersebut.
Lebih lanjut, anggota DPR asal Jepara ini menegaskan DPR tidak berpangku tangan terhadap sejumlah insiden yang terjadi di lingkungan pendidikan keagamaan. Salah satunya membentuk panitia kerja (panja) pengawasan pendidikan keagamaan di Komisi VIII DPR.
“Panja ini dibentuk bukan untuk menghukum, apalagi mencurigai ponpes dan lembaga pendidikan Islam lainnya, melainkan untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan keagamaan dan hadirnya keadilan anggaran bagi ponpes serta lembaga pendidikan keagamaan Islam lainnya,” terangnya.
Bukhori mengatakan pihaknya tidak setuju dengan munculnya ancaman pencabutan izin Ponpes Gontor oleh Kementerian Agama. Dia meyakini pondok pesantren sekelas Gontor yang lebih tua usianya dari Republik Indonesia tidak menoleransi dan mengajarkan kekerasan.
"Gontor telah memiliki regulasi atau aturan yang ketat terkait larangan tindak kekerasan. Namun, apabila dengan berjalannya waktu regulasi atau aturan tersebut menjadi kurang efektif atau kurang relevan, bisa dibantu dengan mengevaluasi dan memberikan masukan yang lebih baik dan solutif,” katanya. (mrk/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi