jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) meminta dukungan kepada Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti terkait penggunaan anggaran 40 persen yang diwajibkan menteri keuangan untuk alokasi bantuan langsung tunai (BLT).
Hal itu dilakukan di rumah dinas ketua DPD RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/1).
BACA JUGA: Ketua DPD RI Dorong Program Kurikulum Sekolah untuk Cetak Wirausahawan Muda
Ketua Umum Apdesi Surta Wijaya menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa, kewajiban postur anggaran mencapai 40 persen untuk BLT, 20 persen pangan, 8 persen penanganan Covid-19, dan sisanya 32 persen pembangunan desa.
"Kami meminta kalimat minimal 40 persen itu diganti menjadi maksimal 40 persen atau disesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing," katanya.
BACA JUGA: DPD RI Sepakati Struktur Keanggotaan di Tiga Pansus Ini
Sebab, begitu terpilih, kepala desa menyusun kebutuhan di desanya untuk mengentaskan kemiskinan.
"Kewajiban 40 persen itu mencederai teman-teman di desa. Mengapa tidak menggunakan dana bansos di Kementerian Sosial," ujarnya.
BACA JUGA: Wakil Ketua DPD Dorong Batan dan PLN Kolaborasi Kembangkan Energi Nuklir
Saat ini, lebih dari 74 ribu kepala desa tak berdaya menjalankan kebijakan tersebut.
"Beberapa kepala desa telah membuat anggaran berdasarkan komposisi 40:20:8:32 tersebut," katanya.
Desa di Indonesia memiliki klasifikasi masing-masing. Ada yang sudah maju dan masih tertinggal.
"Dalam situasi Covid-19, kami membantu pemerintah dalam penanganannya. Kami berada di garda terdepan," ujarnya.
Dia juga menyoroti aturan mengenai pemidanaan terkait hal tersebut. Artinya, jika alokasi dana BLT kurang dari 40 persen, para kepala desa terancam masuk bui.
"Kami mohon kepada DPD RI agar hal ini diperbaiki. Siapa yang mau mengawal kami, kami akan dukung penuh. Kami tak buat kesebelasan, tetapi buat lapangan," tegasnya.
Dia juga meminta agar stempel desa diganti dengan lambang burung garuda.
"Kami masih dalam struktur pemerintahan di unit terkecil. Saat ini, lambang stempel kami seperti ormas atau LSM," paparnya.
Bukan hanya itu, dia juga meminta bantuan kepada DPD RI agar SK untuk lembaganya segera dikeluarkan.
Sekjen Apdesi Asep Anwar Sadat berharap lembaganya dan DPD RI berkolaborasi untuk membangun desa.
"Kami berharap bisa berkolaborasi dan bersinergi membangun desa. Kami ingin muruah desa dikembalikan sesuai dengan adat istiadat dan budayanya," ungkapnya.
Ketua Komite I Fachrul Razi berkomitmen memperjuangkan aspirasi yang disampaikan jajaran pengurus Apdesi.
"Kami akan memanggil menteri dalam negeri, menteri desa, dan menteri keuangan. Untuk lambang garuda sebagai stempel, kami sependapat," katanya.
Senator asal Lampung Bustami Zainuddin berharap pemerintah peka dengan tuntutan kepala desa.
"Jangan sampai hal ini menghambat laju pembangunan desa," kata Bustami.
Senator asal Banten Habib Ali Alwi menegaskan, kebijakan menteri keuangan tersebut membebani desa dalam mengembangkan potensi.
"Desa dibebankan untuk memajukan masyarakatnya. Tetapi dengan adanya aturan ini, jelas menjadi beban bagi desa untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya," kata Habib Ali Alwi.
Ketua DPD RI LaNyalla berharap pemerintah tak memberikan beban berlebih kepada masyarakat di desa.
"Saya kira ini kebijakan kontradiksi. Di satu sisi, presiden berharap perekonomian dasar masyarakat bisa bergerak. Tetapi, di sisi lain, menteri keuangan membuat kebijakan yang tak sejalan dengan presiden,'' kata LaNyalla.
Jangan sampai persoalan ini membuat lemah perjuangan Apdesi dalam membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa.
''Kami akan perjuangkan hal ini," tandas LaNyalla. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi