Tanggapi Prof Al Makin soal Penendang Sesajen, Kapitra: Menghina Keyakinan Orang Perbuatan Nista

Minggu, 16 Januari 2022 – 07:15 WIB
Salah satu lokasi pembuangan sesajen selain di Curah Kobokan. Foto: Ridho Abdullah/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Politikus PDIP Kapitra Ampera menghargai pernyataan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin yang meminta proses hukum terhadap HF, penendang sesajen di areal Gunung Semeru, dihentikan.

Namun, Kapitra punya pendapat berbeda dengan Prof Al Makin. Menurut dia, siapa pun yang diduga telah menista agama atau keyakinan orang lain harus diproses hukum.

BACA JUGA: Alasan Prof Al Makin Minta Proses Hukum Penendang Sesajen di Semeru Disetop, Ternyata

"Harus ditindak (sesuai hukum) supaya tidak menjadi kelatahan dan gejolak masyarakat," kata Kapitra kepada JPNN.com, Sabtu (15/1).

Terlebih lagi, katanya, bangsa ini membutuhkan stabilitas di tengah situasi sekarang ini.

BACA JUGA: Ruhut Semprot Prof Al Makin yang Minta Proses Hukum Penendang Sesajen Disetop, Begini Kalimatnya

Pria yang berlatar belakang advokat itu menilai kasus pembuangan sesajen di kawasan Gunung Semeru itu bisa saja diselesaikan melalui restorative justice.

Akan tetapi, Kapitra mengingatkan bahwa masyarakat harus punya kesadaran bahwa penistaan terhadap agama dan keyakinan orang lain tidak dibenarkan.

BACA JUGA: Kapolri Bilang Begini soal Nasib Penendang Sesajen di Gunung Semeru

"Menghina keyakinan orang itu perbuatan yang nista, perbuatan yang sangat bertentangan dengan ajaran agama mana pun," ucap Kapitra.

Prof Al Makin sebelumnya meminta proses hukum terhadap HF yang membuang dan penendang sesajen di kawasan Gunung Semeru, disetop saja.

"Saya menyerukan agar segera proses hukum ini sebaiknya dihentikan dan sebaiknya kita (masyarakat,red) maafkan," ucap Prof Al Makin di Kampus UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Jumat (14/1).

Dia pun membandingkan kasus HF penendang sesajen dengan banyak pelanggaran lain yang lebih berat terkait dengan kaum minoritas, tetapi tidak masuk ke ranah hukum.

"Saya sendiri punya datanya yang lengkap, pelanggaran rumah ibadah, pelanggaran kepada minoritas, pembakaran, tidak semuanya masuk ranah hukum," ujar Al Makin.

Data pelanggaran itu diperolehnya ketika masih menjadi peneliti keragaman hampir di seluruh wilayah di Indonesia, di antaranya saat meneliti kelompok minoritas pengikut Lia Eden, Gafatar, Ahmadiyah, hingga kelompok-kelompok aliran kepercayaan.

BACA JUGA: Gempa Banten Ternyata Berdampak Separah Ini

Al Makin menyatakan banyak sekali dari kelompok-kelompok minoritas itu menderita, tetapi kasusnya tidak semua masuk pengadilan.

"Maka, sungguh tidak adil jika hanya seorang saja yang mungkin khilaf kemudian diproses hukum. Bagi saya, kurang bijak," ujar Al Makin. (cr1/fat/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler