jpnn.com - KEPERIGIAN Dr dr Catur Hari Kushartono SpA(K), 51; dan Yurnalies Fusvasari ditangisi ratusan orang. Pasutri dokter dan bidan itu dikenal sebagai sosok dengan jiwa sosial yang tinggi. Mulai para kerabat hingga orang sekitar yang pernah mengenal lewat sentuhan pengobatan mereka.
Di sepanjang Jalan Sumbermulyo, Kelurahan Gundih, nama dr Hari juga begitu dikenal. Itu adalah kampung Hari semasa kecil.
BACA JUGA: 2 Kg Sabu-sabu Malaysia Masuk Kalbar
Kini dia tinggal di Driyorejo, Gresik Meski demikian, dokter berusia 51 tahun itu tetap sering bersentuhan dengan persoalan kampung Gundih, khususnya yang menyangkut kesehatan warga.
Misalnya, ketika salah seorang warga sakit, Hari biasanya tak pernah menolak untuk turun tangan. Tinggal SMS atau telpon saja. Secepatnya dia akan datang. Orang-orang pun menyimpan rasa kagum kepadanya beserta keluarganya.
BACA JUGA: Pak Dokter Sudah Diingatkan Ada Kereta Melintas, Tapi...
Indah Rachmaniyah, 56, menjadi salah seorang saksi perlakuan dr Hari terhadap warga sekitar. ”Semua orang di sini kenal siapa dokter dan bagaimana perlakuan keluarganya terhadap kami,” ungkap Indah di sela-sela doanya di depan rumah duka, Jalan Sumbermulyo 8 Gang 3, kemarin.
Hari juga dikenal sebagai orang yang gigih. Dia pendiam dan sangat berhati-hati dalam melaku- kan berbagai kegiatan. Di dunia pendidikan, putra keempat pasangan M. Setyohadi dan Soeli Rahajoe itu menempuh rentetan studi yang membuatnya ahli dalam bidang emergency dan perawatan intensif anak.
BACA JUGA: Universitas Cenderawasih Akan Digugat
Hari menempuh studi di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dengan masa studi 1983–1989. Setelah menempuh sekolah kedokteran itu, dia ditugaskan di Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Di sanalah untuk kali pertama dia bertemu dengan sang istri, Yurnalies Fusvasari.
Setelah mempersunting Yurnalies, Hari kembali ke Surabaya dan menempuh program pendidikan dokter spesialis (PPDS) anak. Studi mengenai perawatan intensif anak dia tuntaskan terus hingga memperoleh gelar doktor pada Oktober 2015.
Di kalangan sejawat, Hari juga dianggap sebagai orang berpenga- ruh. Baik di RSUD dr Soetomo maupun kampus Unair.
Penilaian itu, salah satunya, diungkapkan Dr Agus Harianto SpA(K). Dia adalah partner kerja Hari di tim bedah kembar siam RSUD dr Soetomo. ”Selama menjadi kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Unair dan anggota tim bedah kembar, almarhum memiliki watak tak kenal pamrih,” ujar Agus.
Dokter berusia 65 tahun itu kemudian mengingat salah satu kenangan bersama Hari pada Sabtu pagi (9/4). Di salah satu ruangan aula RSUD dr Soetomo, Hari memberikan pidato terakhirnya di depan tiga perawat bayi pasca menyelesaikan masa studinya. ”Saya sangat sedih melepas kepergian mereka,” lanjut Agus, menirukan penuturan almarhum.
Waktu itu Agus merasa ada sesuatu yang belum pernah dirasakannya. Belum pernah dilihatnya almarhum sesedih itu. ”Dan akhirnya seperti sekarang, kami yang melepaskan dan mengantarkannya,” ujar Agus sambil membenahi posisi kacamata yang miring. Dia lantas menghapus air mata yang keluar dari sela-sela kedua matanya siang itu.
Keluarga menjadi pihak yang paling berduka atas kepergian Hari. Sang ibu, Soeli Rahajoe, kemarin terus berlinang air mata jika berbicara tentang anaknya itu.
Apalagi, perempuan berusia 83 tahun itu menderita stroke sejak 2009. “Saya tak merasakan firasat apa pun,” ucap mantan kepala SMAN 5 yang kini lebih banyak terbaring di kamar rumahnya tersebut.
Label ramah dan suka membantu juga melekat pada Yurnalies. Istri dr Hari itu merupakan bidan di Puskesmas Jeruk, Lakarsatri. Tahun ini mantan ketua Ikatan Bidan Indonesia Ranting Dinas Kesehatan Kota (DKK) Surabaya itu berencana mengadakan program tabur bunga. Program yang mencoba mengupas kinerja bidan yang telah wafat.
Bidan-bidan diajaknya untuk mengenang jasa-jasa mereka yang telah tiada dengan berziarah ke makam. Rencananya, program itu dilakukan pada 21 April nanti, bertepatan dengan Hari Kartini. Perempuan dalam dunia kesehatan memang sudah lama menjadi perhatian bidan yang akrab disapa Yuyun itu.
Di lingkungan kantor, kolega mengenal Yuyun sebagai orang yang pemurah. Jiwa kemanusiaan yang tinggi itu pula yang mendasari dia mengadopsi dua anak empat tahun lalu. Yakni, Luthfiah Dwi Imarta Putri, 10, dan M. Fajri Ilyas, 12. Dua bocah tersebut berasal dari Palembang. Dengan demikian, rumah keluarga di Jalan Mutiara 1 No 3, Kotabaru, Driyorejo, Gresik, itu dihuni enam orang.
Tak disangka-sangka, orang-orang baik tersebut ditakdirkan meninggal dengan tragis. Sekitar pukul 19.00 waktu setempat, dr Hari sekeluarga berniat melayat ke kerabatnya di daerah Delta Sari, Sidoarjo.
Namun, Hari bersama istri dan empat anaknya menjemput adik kandung Yuyun terlebih dulu di Perum Griya Taman Asri, Sepanjang. Mereka pun menuju kawasan Delta Sari dan kembali pada pukul 21.00. Setelahitu, keluargaHaribertolak ke Gresik. Ketika melewati lintasan kereta api Desa Gilang, Kecamatan Taman, Sidoarjo, tanpa peringatan sebelumnya, mobil itu diterjang KA. (jos/c11/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Positif Narkoba, Puluhan Anggota Polisi Masuk Rehabilitasi
Redaktur : Tim Redaksi