Karenanya, lalulintas kegiatan lembaga penilai tidak boleh menyimpang dari trek regulasi. Lebih parah lagi jangan sampai bermunculan lembaga penilai ‘bodong’. ”Memang harus ditata dengan tertib karena perannya sangat besar,” ungkap Etty Retno Wulandari, Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Bapepam-LK, di Jakarta, baru-baru ini.
Etty menyebut peran lembaga penilai dalam industri pasar modal tidak terbantahkan memang semakin krusial. Kehadiran lembaga itu akan sangat dibutuhkan emiten untuk kepentingan aksi korporasi. Karena itu, perlu adanya standarisasi bagi lembaga penilai ditingkat praktik dan legal formal.
”Sejatinya, regulasi telah dan akan diterbitkan sebagai panduan profesi penilai. Sehingga kualitas penilai dapat semakin merata,” ujar Retno.
Saat ini, regulator tengah merevisi peraturan VIII.C.1 tentang pendaftaran penilai yang melakukan kegiatan di pasar modal. Revisi untuk mengakomodasi perkembangan terkini dari profesi penilai. Hingga saat ini aturan VIII.C.1 tengah difinalisasi regulator. “Bapepam-LK juga akan merevisi aturan VIII.C.3 soal pedoman penilaian dan penyajian laporan penilaian usaha,” terang dia.
Sementara Suhartanto Budihardjo, Ketua Forum Penilai Pasar Modal Masyarakat Profesi Penilai Indonesia, menyebut kualitas profesi penilai lokal tidak kalah dengan penilai asing. Hanya saja, dari segi kebutuhan, jumlah profesi penilai lokal relatif masih minim. “Sat ini, jumlahnya baru sekitar 120-an,” ucap Suhartanto.
Padahal sebenarnya kebutuhan profesi penilai di pasar modal jauh lebih besar. Kondisi itu menyusul diperlukannya profesil penilai pasar modal sesuai dengan amanat PSAK. Masih minimnya jumlah profesi penilai itu akibat belum adanya pendidikan formal yang meluluskan profesi penilai. (far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Sembako Terus Melonjak
Redaktur : Tim Redaksi