JAKARTA - Banyaknya kasus kepala daerah yang berurusan dengan kasus korupsi, termasuk Syamsul Arifin, bakal mempengaruhi psikologi masyarakat Sumut dalam pilgub 2013 mendatang.
Warga yang punya hak pilih akan malas untuk ikut memberikan suaranya di hari pencoblosan. Dengan kata lain, angka golput di pilgub Sumut mendatang bakal tinggi.
Menurut pakar sosiologi politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Arie Sudjito, satu-satunya hal yang bisa menekan angka golput adalah munculnya cagub yang merupakan figur baru.
"Sekarang muncul gejala masyarakat pemilih kecewa dengan perilaku elit, banyak kepala daerah yang ditangkap KPK. Pemilih jadi malas. Masyarakat frustrasi. Hanya figur baru, yang punya magnet kuat, yang bisa menekan angka golput," ujar Arie Sudjito kepada JPNN kemarin (15/7).
Dia memberi contoh kasus DKI Jakarta. Warga ibukota punya semangat pergi ke TPS dan memberikan hak suaranya, lantaran ada figur baru, yakni Jokowi. "Dia merupakan figur yang punya daya magnet sangat kuat. Nah, apakah nanti di Sumut ada figur baru? Kita belum tahu," ujar dosen pascasarjana Fisipol UGM itu.
Namun, lanjutnya, di pilgub Sumut untuk sementara ini belum terlihat ada figur yang punya daya magnet kuat seperti Jokowi.
Jika hingga hari penutupan pendaftaran calon nantinya belum juga muncul figur baru, dia yakin angka golput di Sumut sulit dihindari. Memang, lanjutnya, dengan politik pragmatisme, yakni dengan politik uang, warga mau menggunakan hak pilihnya. Namun, lanjutnya, warga yang gampang disetir dengan uang ini, jumlahnya tidaklah banyak.
Lebih lanjut dikatakan, mesin partai politik pun tidak akan mampu mendongkrak tingkat partisipasi pemilih. Pemicunya, ya karena masyarakat sudah sangat kecewa dengan partai, yang kader-kadernya banyak yang tersangkut korupsi. "Proyek pengadaan Al Quran saja dikorupsi. Nah, yang seperti ini yang merasuk dalam memori masyarakat," kata Arie. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Panwaslu Dianggap Tak Serius Usut Politik Uang
Redaktur : Tim Redaksi