Tanpa Tafsir MK, Peraturan KPU Tidak Sah

Sabtu, 28 Juni 2014 – 10:01 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 21 tentang Rekapitulasi Suara dan Penetapan Hasil Pemilu Presiden (Pilpres) tidak sah tanpa tafsir MK terhadap Undang-Undang (UU) Pilpres.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua MK Hamdan Zoelva di Gedung MK, Jumat (27/6). Hamdan juga mengingatkan agar KPU menuruti keputusan MK mengenai teknis pelaksanaan Pilpres 2014 yang diikuti oleh dua pasangan capres-cawapres.
"KPU juga memiliki kebijakan untuk menentukan teknis penyelenggaran pemilu."Walaupun demikian apapun yang diputuskan oleh MK itu yang berlaku," kata Hamdan kepada wartawan.

BACA JUGA: MK: Banyak Parpol Tak Cukup Bukti

Sebagaimana diketahui, MK masih menggodok permohonan uji materi(judicial review) dan tafsir terhadap Pasal 159 Ayat 1 UU Pilpres dan Pasal 6A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Tiga pihak yang mengajukan permohonan tersebut meminta agar MK menunda pelaksanaan pasal tersebut karena Pilpres yang hanya diikuti dua pasang calon berpotensi untuk diulang hingga dua putaran.

Di lain pihak KPU masih bertahan pada PKPU tentang teknis pemenangan Pilpres. Hal itu dikarenakan tidak jelasnya persyaratan pemenang Pilpres jika diikuti oleh dua pasangan capres-cawapres imbas dari ketentuan Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres yang tengah diuji di MK.

BACA JUGA: Penjual Petasan Bakal Dibui Seumur Hidup

Untuk diketahui, konstitusi mengatur pemenang Pilpres adalah pasangan yang mendapat suara mayoritas dan persebaran 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Ketentuan persebaran 20 persen suara dianggap sejumlah pihak hanya dapat diterapkan jika jumlah pasangan capres-cawapres yang bertarung pada pilpres lebih dari dua pasangan.

Kendati demikian, Hamdan menilai sah-sah saja bagi KPU untuk menerbitkan PKPU. Namun, dirinya tetap meminta PKPU tersebut harus sesuai dengan keputusan MK. "Kalau PKPU tidak sesuai dengan putusan MK maka, harus menyesuaikan dengan putusan MK. Tapi kita belum tahu putusan MK bagaimana. Nanti setelah diputus baru ketahuan," ujarnya.

BACA JUGA: SMRC Bantah Punya Kaitan Filosofis dengan Jokowi

Hamdan menambahkan, setelah MK selesai membacakan putusan sengketa hasil Pileg 2014 pada Senin (30/6) esok maka, pihaknya bakal membacakan putusan uji tafsir UU Pilpres. "Putusan Pilpres awal Juli tapi belum dijadwalkan," ungkapnya.

Sementara itu, Mendagri Gamawan Fauzi mendukung pernyataan Ketua MK Hamdan Zoelva. Menurut Gamawan, pihak KPU sebaiknya meminta tafsir kepada MK terkait syarat pasangan calon terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. "Saya sudah pernah bicara dengan KPU supaya sebaiknya meminta tafsir atas pasal itu. Tetapi ranahnya KPU semua, saya tidak berkompeten untuk itu. Hanya, saya pernah menyarankan untuk meminta tafsir ke MK," kata Gamawan di kantornya, kemarin.

Meski begitu, Gamawan menekankan bahwa KPU memiliki kewenangan untuk mengambil diskresi atau menuruti sarannya dengan meminta tafsir MK, terkait sejumlah tafsir yang muncul menyoal pilpres satu atau dua putaran. Karena itu, pihaknya tidak mempersiapkan draft peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilpres terkait pasal tersebut.

"Itu nggak memerlukan Perppu kok. Dulu kita Perppu (pilpres) itu untuk TNI yang tidak eksplisit disebutkan tidak ikut berpolitik praktis. Tapi belakangan kita diskusikan dengan KPU katanya tidak perlu Perppu, hanya PKPU. Saya sudah siap-siap dengan Perppu-nya tapi karena sudah ada PKPU ya tidak jadi Perppu-nya,"imbuhnya. (dod/ken)

BACA ARTIKEL LAINNYA... JK Janjikan Kejutan, Hatta Siap Hadapi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler