Tantang Capres-Cawapres Buka SPT Pajak

Minggu, 01 Juni 2014 – 14:01 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Forum Pajak Berkeadilan meminta komitmen para calon presiden dan wakil presiden untuk secara jujur dan sukarela membuka surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak mereka. Sebab, terbuka soal pajak merupakan bentuk transparansi dan itikad awal sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki komitmen memperbaiki sektor perpajakan.

Peneliti lebijakan kublik dari Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan menyatakan bahwa kerahasiaan data dan wajib pajak memang dijamin dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.  "Tapi, itikad moral dari calon pemimpin sangat penting dan bisa menjadi teladan bagi warga negara ke depan dalam hal kepatuhan membayar pajak," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Gerakan Membuka SPT Pajak Capres Cawapres" di Jakarta, Minggu (1/6).

BACA JUGA: Jelang Ramadhan, Harga Telur Ayam Terkerek

Maftuchan menjelaskan, ada beberapa masalah mendasar sehingga itikad moral capres-cawapres untuk membuka SPT pajak sangat penting. Pertama, rendahnya tingkat kepatuhan warga negara dalam membayar pajak. Saat ini tercatat ada 19,9 juta wajib pajak pribadi dan 1,9 juta wajib pajak badan.

Namun, kata dia, hanya 9,9 juta wajib pajak pribadi dan 520 ribu wajib pajak badan yang menyampaikan SPT.  "Dengan demikian, tingkat kepatugan dalam penyampaikan SPT wajib pajak orang pribadi baru 14,7 persen dan wajib pajak badan 10,4 persen," katanya.

BACA JUGA: Penerbangan Rute NTB Batal, Garuda Imbau Penumpang Reschedule

Kedua, lanjut Maftuchan, rendahnya tingkat kepatuhan dalam membayar pajak menyebabkan penerimaan pajak setiap tahun selalu di bawah target yang ditetapkan anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Dia mengatakan, pada 2013 dari target pajak yang ditetapkan sebesar Rp 995,21 triliun hanya terealisasi Rp 916,29 triliun.

Ketiga, sambung dia, besarnya potensi penerimaan pajak yang hilang akibat ketidakpatuhan pembayar pajak. Maftuchan mengatakan, tax ratio Indonesia 2013 hanya 13,7 persen yang sudah termasuk penerimaan pajak daerah. Padahal, kata dia, untuk ukuran besaran kapasitas perekonomian Indonesia seharusnya tax ratio bisa mencapai 17-19 persen.

BACA JUGA: Kemenpera Fokus Salurkan KPR Rusun

"Rendahnya tax ratio disebabkan ketidakpatuhan membayar pajak dan banyaknya praktek-praktek penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion) di Indonesia," ungkapnya.

Keempat, lanjut dia, ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi dari kalangan pengusaha di Indonesia sangat tinggi. Pada 2013, penerimaan PPh Orang Pribadi (PPh pasal 25/29 OP) hanya Rp 4,37 triliun atau besar 0,47 persen dari total penerimaan pajak.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Timses Prabowo-Hatta Klaim Punya Program Energi Lebih Tegas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler