JAKARTA - Ketua Eksekutif Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Gunawan, menilai hasil penyelidikan TNI Angkatan Darat atas peristiwa penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman, Yogyakarta, menyisakan sejumlah pertanyaan.
Pertama, karena penyelidikan telah menyebut sejumlah pelaku berasal dari oknum anggota kesatuan Kopassus, namun tidak menyebut para penanggung jawab.
"Padahal di ketentaraan, terutama di pasukan khusus, pengunaan senjata dan pergerakan pasukan selalu ada penanggungjawabnya. Apalagi jalan dari Gunung Lawu ke Yogyakarta melewati Kartasura, di mana Markas Group 2 Kopassus berada," ujar Gunawan di Jakarta, Jumat (5/4).
Hal yang kedua, hasil penyelidikan menurutnya juga terkesan hanya mengartikan sempit jiwa korsa yang sekadar kesetiakawan atau solidaritas prajurit.
"Jiwa korsa haruslah diartikan kebersamaan prajurit dalam menegakkan sumpah prajurit, Sapta Marga dan janji prajurit komando serta nama baik Kopassus," ujarnya.
Gunawan mengungkapkan demikian, karena salah satu jargon Kopassus, "Kehormatan adalah Utama". Dan syarat menjadi prajurit Kopassus harus lulus tes psikologi L1-L9, salah satunya mampu mengendalikan emosi.
Meski begitu, Gunawan tetap mengapresiasi temuan tersebut. Bukan hanya karena begitu cepat diumumkan, tapi sekaligus membuktikan penyelidikan TNI mendahului penyelidikan pihak Kepolisian dan Komnas HAM.
"Namun karena kasus ini sesungguhnya lintas instansi, (penyelidikan TNI, red) telah berdimensi politik karena menyedot perhatian publik, dan menciderai cita-cita negara hukum, sehingga sebaiknya penyelidikan dilakukan Tim Gabungan Pencari Fakta," katanya.
Di sisi lain, Kepolisian menurut Gunawan, juga harus memertanggungjawabkan atau menjawab pertanyaan, kenapa para tahanan tidak ditahan di Markas Brimob dan kenapa tidak memberikan penjagaan ekstra di LP Cebongan.
Seperti diberitakan, misteri penyerangan Lapas Klas IIB Cebongan Sleman Yogyakarta 23 Maret lalu, akhirnya terungkap. Ternyata para pelaku yang menggunakan penutup kepala adalah sekelompok oknum yang berasal dari pasukan elit Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan.
Ketua Tim Investigasi Brigjen Unggul K Yudhoyono mengatakan sehari sejak kejadian, para pelaku sebenarnya sudah mengakui dengan jujur. "Para pelaku sudah mengakui tindakannya dengan jujur dan kesatria setelah sehari setelah kejadian," kata Unggul.
Ya, jenderal dengan satu bintang di pundak itu mengatakan bahwa kejadian itu merupakan lanjutan atas kematian seorang anggota Kopassus Sertu Heru Santosa yang tewas di tangan para tahanan yang mati ditembak di dalam sel anggrek itu.(gir/jpnn)
Pertama, karena penyelidikan telah menyebut sejumlah pelaku berasal dari oknum anggota kesatuan Kopassus, namun tidak menyebut para penanggung jawab.
"Padahal di ketentaraan, terutama di pasukan khusus, pengunaan senjata dan pergerakan pasukan selalu ada penanggungjawabnya. Apalagi jalan dari Gunung Lawu ke Yogyakarta melewati Kartasura, di mana Markas Group 2 Kopassus berada," ujar Gunawan di Jakarta, Jumat (5/4).
Hal yang kedua, hasil penyelidikan menurutnya juga terkesan hanya mengartikan sempit jiwa korsa yang sekadar kesetiakawan atau solidaritas prajurit.
"Jiwa korsa haruslah diartikan kebersamaan prajurit dalam menegakkan sumpah prajurit, Sapta Marga dan janji prajurit komando serta nama baik Kopassus," ujarnya.
Gunawan mengungkapkan demikian, karena salah satu jargon Kopassus, "Kehormatan adalah Utama". Dan syarat menjadi prajurit Kopassus harus lulus tes psikologi L1-L9, salah satunya mampu mengendalikan emosi.
Meski begitu, Gunawan tetap mengapresiasi temuan tersebut. Bukan hanya karena begitu cepat diumumkan, tapi sekaligus membuktikan penyelidikan TNI mendahului penyelidikan pihak Kepolisian dan Komnas HAM.
"Namun karena kasus ini sesungguhnya lintas instansi, (penyelidikan TNI, red) telah berdimensi politik karena menyedot perhatian publik, dan menciderai cita-cita negara hukum, sehingga sebaiknya penyelidikan dilakukan Tim Gabungan Pencari Fakta," katanya.
Di sisi lain, Kepolisian menurut Gunawan, juga harus memertanggungjawabkan atau menjawab pertanyaan, kenapa para tahanan tidak ditahan di Markas Brimob dan kenapa tidak memberikan penjagaan ekstra di LP Cebongan.
Seperti diberitakan, misteri penyerangan Lapas Klas IIB Cebongan Sleman Yogyakarta 23 Maret lalu, akhirnya terungkap. Ternyata para pelaku yang menggunakan penutup kepala adalah sekelompok oknum yang berasal dari pasukan elit Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan.
Ketua Tim Investigasi Brigjen Unggul K Yudhoyono mengatakan sehari sejak kejadian, para pelaku sebenarnya sudah mengakui dengan jujur. "Para pelaku sudah mengakui tindakannya dengan jujur dan kesatria setelah sehari setelah kejadian," kata Unggul.
Ya, jenderal dengan satu bintang di pundak itu mengatakan bahwa kejadian itu merupakan lanjutan atas kematian seorang anggota Kopassus Sertu Heru Santosa yang tewas di tangan para tahanan yang mati ditembak di dalam sel anggrek itu.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Harus Tuntaskan Pemisahan Tugas TNI-Polri
Redaktur : Tim Redaksi