Tantangan dan Harapan Terhadap Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang Baru

Oleh: Odemus Bei Witono - Direktur Perkumpulan Strada dan Kandidat Doktor Filsafat STF Driyarkara

Senin, 28 Oktober 2024 – 07:49 WIB
Direktur Perkumpulan Strada dan Mahasiswa Doktoral Filsafat STF Driyarkara Jakarta Odemus Bei Witono. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Perubahan kepemimpinan di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dengan diangkatnya Prof. Dr. Abdul Mu'ti sebagai menteri membawa tantangan baru bagi pendidikan Indonesia.

Dalam pernyataannya yang dikutip dari Tribunnews.com (21/10/2024), Abdul Mu'ti menegaskan bahwa meskipun kurikulum baru telah dirancang agar diterapkan secara menyeluruh, pelaksanaannya masih belum merata di banyak sekolah.

BACA JUGA: Penyaluran PIP Dikdasmen & KIP Kuliah Salah Sasaran? Laporkan ke Sini

Kondisi ini menjadi momen penting bagi kementerian dalam menilai kembali arah kebijakan yang diharapkan serta bagaimana kepemimpinan Abdul Mu'ti akan menentukan masa depan pendidikan dasar dan menengah.

Kurikulum yang dimaksud adalah Kurikulum Merdeka yang mulai diinisiasi beberapa tahun lalu sebagai respons terhadap kebutuhan pendidikan secara lebih fleksibel, berpusat pada peserta didik, dan mendukung kreativitas serta inovasi.

BACA JUGA: Atip Latipulhayat, Waketum PP Persis Jadi Wamen Dikdasmen di Kabinet Merah Putih

Kurikulum tersebut bertujuan membebaskan siswa dari sekat-sekat yang menghambat proses belajar, memberikan ruang lebih dalam pembelajaran mandiri, dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Akan tetapi sebagaimana diakui oleh Abdul Mu'ti, implementasinya belum maksimal. Banyak sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil, masih menghadapi kesulitan dalam menjalankan kurikulum ini secara efektif, baik karena keterbatasan fasilitas, kesiapan tenaga pendidik maupun kesenjangan pemahaman antara kebijakan pusat dan pelaksana di lapangan.

BACA JUGA: Pernyataan Dirjen PAUD Dikdasmen Dinilai Meresahkan Guru Agama

Ada beberapa isu yang perlu segera ditangani oleh Abdul Mu'ti dalam masa kepemimpinannya.

Pertama, kesenjangan implementasi antara sekolah-sekolah di kota besar dan sekolah-sekolah di daerah.

Seringkali, sekolah-sekolah di kota besar lebih mudah mengadopsi kurikulum baru karena dukungan teknologi dan fasilitas lebih baik, sementara di daerah terpencil, penerapan kurikulum ini menjadi tantangan tersendiri.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah perlu mengkaji ulang kebijakan distribusi fasilitas pendidikan, serta memberikan pelatihan secara lebih intensif kepada tenaga pendidik di daerah agar kesenjangan demikian dapat diminimalisir.

Kedua, ada kebutuhan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas Kurikulum Merdeka dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Sebagaimana diakui oleh banyak pihak, meskipun secara teori kurikulum ini dianggap revolusioner, dalam praktik masih ada banyak hambatan yang membuat implementasi tidak seragam di seluruh wilayah.

Evaluasi ini dapat mencakup survei lapangan, diskusi dengan para guru, siswa, dan orang tua, serta kajian akademis yang mendalam terkait dampak kurikulum terhadap capaian belajar.

Ketiga, peningkatan kapasitas guru sebagai pendidik dan agen perubahan menjadi signifikan.

Kurikulum Merdeka memberi keleluasaan lebih bagi guru dalam merancang proses pembelajaran, namun keberhasilan penerapan ini sangat bergantung pada kompetensi pedagogik yang kuat dan pemahaman mendalam terhadap tantangan pendidikan abad ke-21.

Untuk itu, kementerian pendidikan perlu memperkuat program pelatihan serta pendampingan bagi guru, agar mereka dapat menjalankan kurikulum ini dengan efektif dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik (Triyanto, 2023).

Keempat, kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat sipil, menjadi kunci dalam mempercepat penerapan kurikulum baru ini.

Sebagai menteri yang baru, Abdul Mu'ti diharapkan dapat membangun sinergi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah, serta membuka ruang partisipasi lebih luas bagi masyarakat dalam mendukung pendidikan.

Dalam perspektif lebih luas, tantangan yang dihadapi oleh menteri pendidikan yang baru adalah menghasilkan keseimbangan antara kebutuhan dalam menerapkan kebijakan inklusif dengan keterbatasan yang ada di lapangan.

Kurikulum Merdeka, yang diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, memerlukan komitmen kuat dari semua pihak, terutama dari sang menteri baru.

Harapan besarnya, kementerian pendidikan dapat membawa visi dan langkah-langkah konkret secara lebih adaptif terhadap realitas pendidikan di Indonesia, serta mampu menjawab berbagai tantangan yang dihadapi selama masa transisi ini.

Dengan demikian, pergantian menteri pendidikan yang baru harus dilihat bukan hanya sebagai momentum perubahan kepemimpinan, tetapi juga sebagai kesempatan melakukan refleksi kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang ada dan menyusun strategi baru yang lebih relevan dan aplikatif.

Peran Prof. Dr. Abdul Mu'ti sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah diharapkan dapat memberikan warna baru dalam pengelolaan pendidikan dengan tetap menjunjung prinsip inklusivitas dan keadilan bagi semua anak bangsa.(***)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler