Tantyo Bangun, Petualang Pendiri Greenweb, Facebook-nya Para Pencinta Lingkungan

Member Bisa Bertanam Pohon secara Virtual

Kamis, 28 Juni 2012 – 15:15 WIB
Tantyo Bangun saat mendaki Mont Blanc 2011 lalu. Foto : Tantyo Bangun for Jawa Pos.

Lewat Greenweb, Tantyo Bangun berharap bisa menggerakkan kontribusi dalam pelestarian lingkungan. Berawal dari keprihatinan terhadap kerusakan alam yang disaksikannya langsung di berbagai wilayah tanah air.
 
 AHMAD BAIDHOWI, Jakarta
 
DARI sebuah kantor di Ciputat, Tangerang Selatan, mimpi besar itu ditanam: mengajak masyarakat berperan aktif dalam pelestarian lingkungan. Dan, hasilnya sejauh ini sungguh membuncahkan harapan.

Setidaknya, itulah yang terekam dalam pertemuan alias kopi darat di Jakarta Convention Center pada 17 Juni lalu. Sekitar 60 orang yang hadir kala itu dengan bersemangat berbicara tentang penghijauan kembali lahan kritis di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), penanaman pohon bakau di pesisir pantai, produksi dan pemasaran produk-produk pertanian organik, pengelolaan dan recycle sampah, program sungai bersih, ekspedisi hijau, hingga jambore nasional para pencinta lingkungan.
 
Enam puluh orang dengan beragam latar belakang aktivis Green Peace, peneliti perubahan iklim, peneliti orang utan, trainer pendidikan lingkungan, pengurus sekolah alam, hingga masyarakat umum" itu merupakan para anggota Greenweb (www.green.web.id). Itulah "Facebook-nya" para pencinta lingkungan yang pertama di dunia. Media sosial itulah yang bermarkas di kantor di Ciputat tersebut.
 
"Masyarakat sekarang kan sudah akrab dengan media sosial. Karena itulah, kami mendirikan Greenweb yang platform-nya mirip Facebook untuk lebih mudah menyapa dan mengajak masyarakat berperan aktif dalam pelestarian lingkungan," ujar Tantyo Bangun, co-founder situs yang diperkenalkan pada April 2012 itu.
 
Halaman depan Greenweb ditandai logo berupa gambar katak dan tulisan Greenweb hijau. Fitur-fiturnya pun tak berbeda jauh dari Facebook. Ada invite, home, members, forum, blogs, pages, events, photos, videos, dan more yang berisi maps, groups, serta polls.
 
Terdapat pula fasilitas note bagi para member. Di bawah note tersebut, bisa ditemukan fitur yang khas Facebook, like-comment-share, yang bisa diklik member lain yang ingin merespons.
 
Hingga Selasa lalu (26/6), sudah ada 764 orang yang tercatat sebagai member. Lalu lintas komunikasi juga cukup banyak, terlihat dari jumlah posting yang mencapai 5.080 pesan dan 922 comments serta 31 video dan 760 foto yang telah diunggah.
 
Tantyo sebagai sosok penting di balik lahirnya Greenweb tentu saja belum merasa puas. Perbaikan dan penyebarluasan informasi tentang situs tersebut bakal terus dilakukan. "Dalam waktu dekat ditambah tiga orang lagi untuk design dan marketing," katanya saat ditemui Jawa Pos di sebuah kafe di kawasan Sudirman Central Business District (SCBD) Selasa lalu (19/6).
 
Kecintaan pria yang juga dikenal sebagai sutradara film dokumenter itu terhadap alam tergurat berkat kegemarannya bertualang sejak berusia belia. Awalnya, sang ayah yang seorang pelaut di TNI Angkatan Laut kerap mengajak Tantyo kecil ke pulau-pulau kecil.
 
Menginjak remaja, gairah petualangan penerima Medalla de Honor del Gobierno Nacional (1993) dari pemerintah Argentina sebagai orang Indonesia pertama yang menaklukkan Gunung Aconcagua (6.962 meter) itu kian menggebu. Gunung Gede-Pangrango merupakan gunung pertama yang didaki ayah dua anak tersebut ketika masih duduk di bangku SMP.
 
Pria kelahiran Surabaya pada 17 Januari 1966 tersebut juga pernah menjelajah Timor Timur pada awal 1980-an saat wilayah itu tengah panas karena konflik bersenjata. Selama hampir tiga pekan di sana, Tantyo beserta dua temannya tidur menumpang di kantor polisi maupun pos militer.
 
Apakah orang tuanya tidak melarang? "Bapak saya tahu, kalau dilarang pun, saya pasti nekat. Jadi, ya dikasih izin saja," ujarnya lantas tertawa. Karena itu, ayahnyalah yang kemudian mencarikan surat pengantar dari pihak militer Indonesia.
 
Menginjak masa kuliah, daya jangkau petualangan mahasiswa Jurusan Kriminologi FISIP Universitas Indonesia (UI) tersebut makin luas. Tak cuma naik gunung dan menjelajah hutan, arung jeram, panjat tebing, serta paralayang juga dilakoni.
 
Tapi, dari berbagai aktivitas petualangan yang memacu adrenalin dan menantang maut itu pula, Tantyo harus mengalami dua kejadian tragis: kehilangan empat sahabatnya. Peristiwa pertama terjadi saat arung jeram di Aceh. Ketika itu, dua sahabatnya meninggal dalam ekspedisi.
 
Yang kedua, dua sahabatnya, Norman Edwin dan Didiek Samsu yang tergabung dalam Mapala UI, tewas saat mendaki Gunung Aconcagua, Argentina, dalam ekspedisi Seven Summits pada 1992. Aconcagua memang dikenal ganas, bahkan punya julukan The Devil's Mountain alias Gunung Iblis.
 
Kejadian tersebut pun menjadi bahan introspeksi bagi Tantyo. Karena itu, saat melanjutkan misi dua sahabatnya tersebut setahun kemudian, Tantyo menerapkan strategi protein logging dengan makan daging sangat banyak selama beberapa minggu sebelum pendakian.
 
"Saat hendak mendaki, berat badan saya naik hingga 4 kilogram. Selesai pendakian, berat saya turun 8 kilogram," ceritanya. Dia pun menjadi orang Indonesia pertama yang berhasil mengibarkan bendera Merah Putih di puncak Aconcagua.
 
Ayah Adinda Fazrina dan Atma Jiwa Kembara tersebut juga pernah menjelajahi benua es Antartika bersama Australian National Antarctica Research Expedition (ANARE) pada 1994. Yang terbaru, pada 2011, Tantyo melakukan ekspedisi pendakian gunung-gunung tertinggi di Eropa Barat. Saat ini, dia memang sering bolak-balik ke Eropa karena istrinya, Anita Iskandar, menjadi pegawai di atase keuangan untuk perwakilan Indonesia di Belgia.
 
Hobi bertualang Tantyo kebetulan klop dengan hobinya yang lain, fotografi. Untuk fotografi alam, dia merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia. Karena itu, tidak mengherankan jika dia dipercaya menjadi chief editor National Geographic Magazine Indonesia dan National Geographic Traveler pada 2004-2009.
 
Selain di National Geographic, karya foto dan tulisan peraih 8 award (penghargaan) tingkat nasional serta internasional tersebut pernah diterbitkan di beberapa media ternama seperti Action Asia, Asiaweek, Businessweek, Reader's Digest, hingga majalah Time.
 
Dari petualangannya mendaki puluhan gunung dan menjelajahi beragam hutan di dalam dan luar negeri itu juga, Tantyo jadi mengerti betul betapa kaya dan indahnya alam Indonesia. Namun, di sisi lain, dia juga sangat sedih karena menyaksikan langsung betapa parahnya kerusakan alam negeri ini karena ulah manusia.
 
Itu pula yang membuat dia sangat bersemangat ketika diajak bekerja sama oleh Chevron Geothermal Salak Ltd untuk menggelorakan kampanye pelestarian alam, khususnya di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Di kawasan tersebut, Chevron memang memiliki proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Kebetulan, saat menjadi chief editor National Geographic, Tantyo beberapa kali bekerja sama dengan Chevron dalam proses dokumentasi dan pemetaan.
 
Buntut kerja sama itu, dicanangkanlah program Green Corridor Initiative (GCI) untuk restorasi 500 hektare lahan kritis di wilayah tersebut. Selain itu, ada program untuk mempertahankan keberlanjutan migrasi hewan (fauna) kunci dan habitatnya di kawasan area konservasi Halimun dan Salak. Di antaranya, owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis commata), lutung jawa (Trachypithecus auratus), elang jawa (Spizateus bartelsi), dan macan tutul jawa (Panthera Pardus melas).
 
Namun, Tantyo juga sadar, kegiatan pelestarian lingkungan baru akan berhasil jika melibatkan partisipasi masyarakat. Dari situlah lahir pemikiran untuk mendirikan Greenweb. Lewat situs tersebut, isu-isu seputar lingkungan bisa didiskusikan dan disarikan solusinya. Misalnya, tentang sampah. Ide pelestarian lingkungan juga bisa dibagi kepada para member yang membutuhkan.
 
Salah satu fitur menarik yang juga akan ditampilkan Greenweb adalah aplikasi penanaman pohon virtual dengan nama "Pohon Kita". Di situ, para anggota Greenweb dapat memilih jenis pohon alami yang ingin ditanam di area restorasi dan lokasinya. Sebagai tindak lanjut, tim Green Corridor Initiative (GCI) akan menanamkan pohon itu langsung dengan nama anggota di area koridor saat musim penanaman.
 
Tentu perjuangan Greenweb dalam koridor gerakan hijau di Indonesia masih akan sangat panjang. Namun, Tantyo tetap optimistis. "Semakin banyak masyarakat yang berpartisipasi, kekuatannya bisa sangat hebat," ujarnya. (*/c5)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ray Animale, Pengarah Gaya Binatang untuk Syuting Film


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler