Tapera Bikin Rakyat Menjerit, Legislator PKS Sampaikan 5 Catatan Kritis

Rabu, 29 Mei 2024 – 13:29 WIB
Anggota Komisi V DPR Suryadi Jaya Purnama saat mengikuti Kunker Komisi V DPR ke Pelabuhan Gili Mas, NTB, Senin (11/10). Foto: Eno/Man

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama memberikan beberapa catatan setelah terbit revisi PP Nomor 25 Tahun 2020 menjadi PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Pertama, kata Suryadi, PP Nomor 21 Tahun 2024 bisa menjelaskan mekanisme pencairan terhadap golongan kelas menengah yang sudah memiliki rumah.

BACA JUGA: Soal Tapera, Bagaimana Karyawan yang Punya Rumah? Basuki: Nah Saya Enggak Mengerti

Misalkan, kata dia, terhadap peserta kelas menengah yang telanjur membeli atau memperoleh warisan rumah dari orang tua, tetapi masih diwajibkan ikut program Tapera.

Suryadi menjelaskan dalam aturan PP Nomor 25 Tahun 2020 atau yang belum direvisi disebutkan uang pengembalian simpanan bisa diambil ketika kepesertaan Tapera berakhir, yaitu masuk usia pensiun dan meninggal dunia.

BACA JUGA: Khawatir jadi Lahan Bancakan Korupsi, Apindo DIY Menolak Tapera

"F-PKS mengusulkan golongan kelas menengah ini dapat dibantu untuk dapat membeli properti yang produktif seperti misalnya ruko dan sebagainya, sehingga dengan demikian akan makin meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas menengah," kata dia dalam keterangan persnya, Rabu (29/5).

Dia menyebut penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) 2023 menyebutkan kebijakan ekonomi Presiden Joko Widodo (Jokowi) cenderung melupakan kelas menengah. 

BACA JUGA: Potongan Gaji untuk Tapera Dinilai Memberatkan, Bamsoet Sarankan Pemerintah Mengkaji Ulang

Menurut dia, pemerintahan seharusnya fokus ke pengembangan kelas menengah yang kuat dan inovatif karena mereka bisa menjadi motor utama pembangunan jangka panjang.

"FPKS mendorong agar kelas menengah ini juga diperhatikan. Di satu sisi, penghasilan mereka melebihi kriteria MBR, sehingga tidak dapat membeli hunian subsidi. Namun, di sisi lain, penghasilan mereka juga masih pas-pasan untuk membeli hunian nonsubsidi," lanjut Suryadi.

Kedua, kata dia, aturan revisi bisa mengungkapkan nasib pekerja mandiri yang pendapatannya tidak tetap, kadang cukup dan kurang, bahkan tidak ada penghasilan sama sekali.  

Tentunya, kata Suryadi, iuran untuk pekerja mandiri ini perlu diatur oleh BP Tapera secara bijaksana dan perlu diklasifikasikan dengan baik agar tidak memberatkan mereka.

"Ketiga, terkait penyediaan rumah untuk MBR. Terdapat Kepmen PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020 yang mengatur batasan maksimal penghasilan MBR pada kelompok sasaran KPR Sejahtera, KPR SSB (Subsidi Selisih Bunga) dan SSM (Subsidi Bantuan Uang Muka), yaitu maksimal Rp 8 juta perbulan. Hal ini perlu dikaji lebih dalam apakah batasan ini perlu ditingkatkan mengingat saat ini masih banyak rumah bersubsidi yang terbengkalai karena tidak diserap oleh masyarakat," kata dia.

Eks Ketua KAMMI itu menyebut FPKS meminta evaluasi terhadap pelaksanaan Tapera pada 2020 berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2020.

Terutama, kata Suryadi, perlu diketahui pula soal peserta tapera yang MBR mengambil jatah untuk membeli rumah. 

"Perlu juga dievaluasi apakah peserta non-MBR yang sudah pensiun dan ingin mencairkan Tapera tidak mengalami prosedur yang rumit dan berbelit, terutama yang berdomisilinya di daerah," lanjut pria kelahiran Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Kelima, kata dia, Fraksi PKS menyoroti proses pemupukan atau pengembangan dana Tapera harus diawasi secara ketat. 

Fraksi PKS, kata Suryadi, mendesak agar pemilihan manajer investasi pada BP Tapera yang diberi tugas untuk mengelola dan mengembangkan dana secara transparan dan akuntabel. 

"Hal ini diperlukan agar dana Tapera tidak mengalami penyalahgunaan seperti pada kasus Jiwasraya dan Asabri, dan tidak dimasukkan dalam proyek-proyek yang berisiko tinggi seperti proyek IKN atau jangan sampai dialokasikan ke program pemerintah lainnya," katanya. (ast/jpnn)


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler