jpnn.com - JAKARTA - Membangun dua juta rumah dalam waktu setahun merupakan salah satu program pemerintahan Presiden Jokowi.
Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Indonesia (Apersi) menilai program itu mustahil terlaksana. Pasalnya untuk membangun dua juta rumah itu dibutuhkan dana minimal Rp 100 triliun.
BACA JUGA: Penumpang Ngamuk Dulu, Baru Diurus
"Program boleh-boleh saja bagus tapi harus melihat kenyataan, anggaran yang disediakan berapa, hambatannya di lapangan seperti apa, jangan sampai nanti cuma menjadi keinginan tanpa realita. Kita dari pengembang swasta mendukung target itu tapi pesimis bisa tercapai," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo kemarin (19/2).
Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi berwacana membangun 10 juta unit rumah hingga 2019, atau dua juta unit pertahun. Dengan catatan, satu juta rumah pertahun dibangun pemerintah, dan satu juta unit lagi dikerjakan swasta.
BACA JUGA: Saat Delay Berantai, tak Nampak Orang Lion Air
"Swasta bolehlah nanti cari pendanaan, tapi pemerintah dananya dari mana?Anggaran untuk membangun satu juta rumah itu minimal Rp 50 triliun," sebutnya.
Sementara anggaran yang disediakan pemerintah untuk menunjang program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hanya Rp 5,1 triliun untuk tahun 2015, dikurangi penjualan tahun lalu Rp 1,5 triliun maka tersisa Rp 3,6 triliun.
BACA JUGA: Tiga Alasan Lion Air Delay Menumpuk
"Andaipun dana tersebut ditambah Rp 3 triliun, seperti rencana pemerintah, itu tidak akan cukup. Paling hanya untuk 35 ribu-40 ribu rumah saja," sebutnya.
Bahkan jika pemerintah menurunkan suku bunga FLPP dari 7,5 persen menjadi 5 persen pun tidak akan cukup membantu kalau tidak ada penambahan anggaran. Penurunan bunga FLPP itu hanya akan membuat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) lebih ringan membayar cicilan.
"Masih banyak permasalahan lain, seperti soal perizinan yang masih sulit di daerah-daerah," sambungnya.
Mengenai penurunan BI rate, dia berdalih tidak berpengaruh terhadap penjualan rumah sederhana, karena MBR kebanyakan menggunakan bunga tetap FLPP. Eddy lebih berahap, pemerintah merealisasikan janjinya untuk menghapus pajak bumi dan bangunan (PBB).
"Masyarakat kecil selama ini juga dibebani pajak PBB, seperti orang kaya. Padahal rumahnya tidak menghasilkan," tukasnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Properti Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, pemerintah harus bisa menambah dana penyertaan untuk FLPP lebih besar dari yang ada sekarang. Namun begitu, pemerintah diminta juga fokus mengatasi masalah pertanahan.
"Permasalahan tanah bukan hanya di perijinan tapi juga masalah harga, sekarang susah cari yang murah. Makanya pemerintah perlu Bank Tanah," tukasnya.
Menurut Ali, pemerintah tidak memiliki data yang valid mengenai kebutuhan dan pasokan rumah.
"Saat ini meskipun sering kita mendengar ada angka backlog 15 juta unit, tapi pemerintah sepertinya tidak mempunyai asumsi yang jelas untuk angka tersebut, tidak mengetahui di daerah mana saja yang backlog nya terbesar sehingga program dua juta rumah tidak akan terarah," jelasnya. (wir)
Penduduk Indonesia 240 juta
Pertumbuhan penduduk 1,49% / tahun
Kebutuhan rumah 800 ribu unit / tahun
Rata-rata bangun 300-400 ribu unit / tahun
BACA ARTIKEL LAINNYA... Informasi Delay Minim, Direktur Lion Air: Saya Nanti Cek CCTV
Redaktur : Tim Redaksi