Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengakui, laju pertumbuhan kredit perbankan mengalami perlambatan di akhir tahun. "Memang sedikit di bawah (target), tapi (realisasi) 21 - 22 persen masih oke lah," ujarnya Rabu (19/12).
Sebagaimana diketahui, pada awal tahun, BI mencanangkan target pertumbuhan kredit perbankan sebesar 24 persen. Namun, pada pertengahan tahun, realisasi kredit melejit dan sempat menembus angka pertumbuhan 26 persen pada Mei 2012, sehingga BI menaikkan target kredit menjadi 25-26 persen. Namun, hingga menjelang akhir tahun, realisasi pertumbuhan kredit diperkirakan hanya akan berada di kisaran 21-22 persen.
Menurut Darmnin, pada periode Oktober 2012, pertumbuhan kredit masih di kisaran 22,8 persen. Namun, pada November, realisasinya turun tipis di kisaran 21 persen. "Salah satu penyebab (turun) nya adalah penurunan ekspor," katanya.
Krisis yang masih menyelimuti perekonomian global memang membuat permintaan di pasar internasional menyusut. Akibatnya, ekspor pun turun, yang secara otomnatis menurunkan kinerja perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor.
Apalagi, lanjut Darmin, secara umum, laju perekonomian nasional juga sedikit melambat. Dia menyebut, realisasi pertumbuhan ekonomi tahun ini diproyeksi hanya akan mencapai 6,3 persen, atau di bawah target 6,5 persen. "Karena itu, otomatis (pertumbuhan) kredit sedikit lebih rendah," jelasnya.
Bagaimana tahun depan? Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, realisasi pertumbuhan kredit perbankan masih akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian nasional dan global. "Tapi, mungkin akan sedikit lebih baik dari tahun ini, sekitar 22 - 26 persen," ujarnya.
Menurut Halim, beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kredit adalah kenaikan tarif tenaga listrik serta kenaikan upah minimum provinsi (UMP) mulai 2013. Namun, kalkulasi tersebut bisa berubah jika ada kenaikan BBM subsidi. "Kalau BBM (subsidi) naik, nanti kebijakan bunga kita lihat lagi," katanya.
Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan, potensi pertumbuhan kredit di Indonesia sebenarnya masih cukup tinggi, bahkan bisa sampai 27 persen. Namun, BI sengaja mengerem laju kredit, khususnya sektor kredit konsumsi seperti kredit perumahan dan kendaraan bermotor melalui kebijakan loan to value (LTV). "Ini bentuk sikap prudent (kehati-hatian) BI," ujarnya.(owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Dukung Direksi Merpati
Redaktur : Tim Redaksi