Tarif Cukai Rokok 12 Persen Dinilai Mematikan Sektor IHT

Jumat, 28 Januari 2022 – 12:09 WIB
Tembakau kering yang menjadi bahan baku rokok. Foto/ilustrasi: Ara Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Kenaikkan cukai rokok sebesar 12 persen dinilai tidak akan menurunkan prevalensi masyarakat merokok, tetapi justru menutup kesempatan kerja di industri rokok.

Hal ini lantaran banyak pabrik rokok yang akan mengurangi tenaga kerja.

BACA JUGA: Meledek Vicky Prasetyo, Deddy Corbuzier: Mantan Suaminya Mantan Istriku, Kena Azab Di-blacklist KUA

Menurut Ketua Koalisi Tembakau, Bambang, kenaikan cukai tersebut juga menyuburkan rokok illegal dan merugikan pemerintah sendiri.

“Konsumsi rokok saat ini faktanya memang meningkat akan tetapi hal tersebut juga didorong makin maraknya peredaran rokok illegal. Hal tersebut diakibatkan peralihan para perokok dari rokok ber-merk kepada rokok illegal & Tingwe atau tembakau lintingan yang harganya jauh lebih ekonomis. Sementara rokok bermerek yang legal karena cukai rokok dan harga jual ecerannya dinaikkan terus oleh pemerintah, menjadi semakin mahal,” papar Bambang.

BACA JUGA: Tenang, Investor Bisa Beli Token-Token Ini di Indodax Saat Market Sedang Merah

Bambang menjelaskan, pihaknya sudah mengusulkan kepada pemerintah untuk menurunkan cukai rokok  karena yakin dengan turunnya cukai rokok akan mengurangi produksi rokok illegal.

Jika cukai rokok turun, rokok illegal juga akan turun, pemasukan negara dari cukai rokok justru akan meningkat.

BACA JUGA: Potensi Pasar Asuransi Kecelakaan Tinggi, Jasindo Kembangkan Strategi Penjualan

Nyatanya pemerintah lebih memilih menaikan cukai rokok, yang berakibat menaikan jumlah rokok illegal di pasaran dalam negeri yang jelas jelas merugikan negara.

Bambang juga menyesalkan, kenaikan cukai rokok yang tinggi kembali dilakukan pada saat pendemic Covid 19 masih belum hilang.

“Sektor ekonomi nasional kan sedang hancur hancurnya. Harusnya kenaikannya bisa ditekan, karena sampai saat ini proses recovery ekonomi karena pendemic covid 19  belum pulih,” tegas Bambang.

Pendapat yang sama disampaikan  pengamat kebijakan publik yang juga direktur Public Trust Institute (PTI), Hilmi Rahman Ibrahim.

Menurut Hilmi, Kebijakan yang diambil pemerintah dengan menaikan cukai rokok yang cukup tinggi pada saat ekonomi Indonesia sedang mengalami resesi adalah hal yang salah.

Harusnya pada saat kita mengalami resesi ekonomi, kebijakan yang diambil adalah kebijakan yang mendorong pemulihan ekonomi bukan justru memberatkan sektor ekonomi.

“Kita tidak boleh menutup mata, Industri hasil tembakau nasional kita menyerap jutaan tenaga kerja, menggerakan sektor ekonomi. Kalau kemudian, pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikan cukai 12,5 persen dan menaikan harga jual eceran,  itu memberatkan bahkan dapat mematikan industri hasil tembakau," terang Hilmi.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler