Taufik Rela Tinggalkan Pekerjaan di BUMN demi Awasi Putrinya

Senin, 06 Mei 2019 – 00:14 WIB
Adinda Larasati bersama kedua orangtuanya di sela-sela Kejurnas renang Festival Akuatik Indonesia 2019 di Stadion Aquatik GBK. Foto: Chhandra Satwika/Jawa Pos.

jpnn.com - Ini tentang kasih orangtua yang setia mendampingi anaknya mengikuti Festival Akuatik Indonesia (FAI) 2019 di Jakarta pada 25 hingga 28 April lalu. Semangat orang tua ternyata sejalan dengan prestasi sang anak.

RAGIL PUTRI-TYASEFANIA FEBRIANI, Jakarta

BACA JUGA: Kenali dan Kembangkan Potensi Anak Anda Sejak Dini dengan AJT CogTest

TAUFIK Apriyanto tidak duduk di bangku penonton saat putrinya, Adinda Larasati Dewi, bertanding. Berada di pinggir kolam renang Stadion Akuatik Gelora Bung Karno, pria 44 tahun itu terus berteriak-teriak memberi semangat Adinda.

Menurut Taufik, hanya itu yang bisa dilakukannya selain mendoakan. ”Saya paham kalau dia (Adinda) enggak bisa mendengar suara saya karena dia di dalam air. Tapi, dia bisa merasakan kehadiran orang tuanya,” kata Taufik.

BACA JUGA: Fitolympic Edukasi Anak-Anak tentang Manfaat Permainan Tradisional

Tidak sendiri, Taufik memboyong keluarganya. Istri dan kakak Adinda, M. Dimas Permana, dia ajak serta. Taufik ingin seluruh anggota keluarganya menyuntikkan semangat atas perjuangan Adinda.

Taufik mengaku selama ini selalu mengikuti putrinya setiap terjun di kompetisi renang. Setiap ada kesempatan, asal masih di dalam negeri, mereka akan datang. Bahkan, pada Asian School Swimming Championship 2016 di Palembang, sekeluarga juga hadir.

BACA JUGA: Selamat, 2 Pelajar Indonesia Kalahkan 12 Ribu Anak dari 44 Negara

Hasilnya tidak mengecewakan. Dalam FAI 2019 itu, Adinda terpilih sebagai perenang putri senior terbaik. Dia memborong tujuh emas dan satu perak.

Bukan hanya itu, Adinda juga memecahkan dua rekor nasional (rekornas). Yakni pada nomor 100 meter gaya kupu-kupu dengan waktu 1 menit 00,55 detik dan nomor 200 meter gaya kupu-kupu (2 menit 12,84 detik). Sebenarnya hampir tiga rekornas yang dia pecahkan. Hanya, pada nomor 50 meter gaya kupu-kupu, catatan waktunya sama persis, yaitu 27,85 detik.

Demi putrinya, Taufik rela meninggalkan pekerjaannya di salah satu perusahaan BUMN di Sidoarjo pada 2011. Hal itu dia lakukan agar bisa 100 persen mengawasi putrinya. Apalagi, Adinda merupakan satu-satunya anak perempuan di antara tiga bersaudara.

Setiap hari Taufik mengantar Adinda mengikuti latihan di kolam renang KONI Surabaya, Kertajaya. Menurut Taufik, hal itu akan terus dia lakukan hingga putrinya sudah memiliki pendamping yang bisa menjaganya.

”Kalau dia (Adinda) berangkat sendiri kan risiko. Nanti malah belok-belok enggak ke latihan. Ini juga merupakan bentuk tanggung jawab sebagai orang tua,” tutur pria asal Sidoarjo tersebut.

Tutik Kirana, ibu Adinda, juga begitu. Datang dan menyaksikan laga sang anak sekaligus bisa memberikan evaluasi. Dengan begitu, kedua orang tuanya tahu apa yang kurang dan perlu ditambahkan Adinda dalam event berikutnya.

”Misalnya, gerakannya ada yang kurang. Artinya, selain latihan, asupan nutrisinya harus diperbaiki. Gunanya orang tua memantau ya seperti itu,” tuturnya.

Tutik juga memberikan pengertian kepada putrinya untuk fokus pada karir sebagai perenang. Sebab, saat ini Adinda sedang berada dalam masa-masa keemasan. ”Ada masanya untuk bisa menikmati hasil kerja keras. Sekarang lagi bagus. Kalau melenceng sedikit, menyesalnya bisa sampai tua,” imbuhnya.

Bagi Taufik dan Tutik, jika ingin maksimal dalam suatu bidang, menjalaninya harus penuh totalitas. Bukan setengah-setengah. Karena itu, mereka tidak terlalu mempermasalahkan ketika sang anak memilih fokus di dunia yang berhasil membesarkan namanya kini.

”Sebab, pola pemikiran kami sebagai orang tua sama, yaitu kalau ingin bagus harus fokus. Kalau ingin fokus pendidikan, ya enggak usah olahraga. Kalau setengah-setengah, jadinya enggak bakal dapat apa-apa,” ujar sang ibu.

BACA JUGA: Kisah Carol Samola, Awalnya Terkejut saat Dikasih Tahu Anaknya Autis

Adinda sendiri mengaku tidak berkeberatan dengan hal itu. Justru dia merasa ada yang kurang jika jauh dari keluarga. Misalnya saat pelatnas Asian Games 2018. Dia waktu itu harus mengikuti latihan di Jakarta dan Bali.

Adinda mengaku lebih nyaman apabila ada keluarga yang mendampingi. Sebab, hal tersebut akan berpengaruh pada hasil yang dicapai. ”Jadi lebih fokus,” kata gadis 19 tahun itu.

Kendati demikian, perjalanan mengantar Adinda hingga berprestasi tak lantas mulus-mulus saja. Selalu ada tantangan yang menghadang. Khususnya pada 2011 ketika Adinda akan mengikuti salah satu kejuaraan nasional dan meminta baju renang baru seharga Rp 3 juta.

Taufik dan Tutik dibuat pusing bukan kepalang. Dia mengaku sampai berutang. Untung, Adinda bisa meraih juara dan memecahkan rekor. ”Jangan sampai anak kecewa. Sebab, baju itu bisa memotivasi untuk berprestasi,” tuturnya.

Hal yang sama dilakukan Anugrah Puji Sulaksono, 62. Bedanya, Puji sekarang sudah pensiun dari pekerjaannya sebagai PNS di Kota Surabaya pada 2012. Dia merupakan ayah perenang muda Indonesia Agung Sulaksono Putro. Dalam FAI 2019, Agung menjadi perenang terbaik putra grup 2. Total dia meraih lima emas dan dua perak.

Puji juga selalu setia mengantar putranya berlatih. Dia juga selalu hadir dalam setiap kejuaraan yang diikuti Agung. ”Jangan. Belum cukup umur buat naik motor sendiri. Makanya, saya antar latihan setiap hari,” kata Puji.

BACA JUGA: Kisah Dua Perempuan Terjerat Pinjaman Online, Diteror Lewat Telepon

”Ini bentuk support, bukan? Juga sering diskusi dengan pelatihnya tentang performa dia. Apa yang kurang, nanti orang tua bisa mendukung agar lebih baik,” imbuhnya.

Di luar sana mungkin masih banyak orang tua lain yang turut menuntun kesuksesan putra-putrinya. Doa dan perjuangan mereka menjadi semangat berlimpah bagi anak-anak di medan perlombaan. (*/c9/git)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler