jpnn.com - JPNN.COM - Program pengampunan pajak (tax amnesty) periode kedua akan berakhir 31 Desember.
Itu berarti hanya sepekan lagi. Sayang, program yang dimulai 1 Oktober 2016 itu hasilnya kurang memuaskan.
BACA JUGA: Inilah Saham-saham Paling Jagoan Selama 2016
Pemerintah dari awal tidak yakin periode kedua ini akan sesukses periode pertama yang berakhir September lalu.
Hingga kemarin jumlah uang tebusan yang telah terdata sebesar Rp 103 triliun. Jumlah tersebut sudah termasuk tebusan pada periode pertama sebesar Rp Rp 97,2 triliun. Jadi, tambahan pada periode kedua hanya pada kisaran Rp 5,8 triliun.
BACA JUGA: Dana Pegadaian Syariah Bisa Langsung Ditransfer ke BNI
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menilai hal itu karena sebagian besar pengusaha kelas kakap telah berpartisipasi dalam program tax amensty tahap pertama. Penyebabnya, tarif dana tebusan yang lebih ringan.
Yakni, hanya 2 persen untuk repatriasi atau deklarasi dalam negeri dan 4 persen untuk luar negeri. ”Jadi memang tahap kedua Oktober-Desember ini memang tidak banyak lagi yang sisa,” ujar JK.
BACA JUGA: Dirjen Perhubungan Diminta Tambah Slot Time Penerbangan
Yang tersisa adalah pengusaha yang lebih kecil. Tentu saja nilai tebusan mereka pun kecil. Maka tidak mengherankan kalau nilai tebusan pada periode kedua ini hanya pada kisaranb Rp 5 triliun.
”Itu sejak awal diprediksi begitu. Karena pengusaha besar sudah membayar semua tebusan,” katanya.
Selain itu, JK juga mengakui kalau sejak awal data asumsi jumlah kekayaan yang dipatok itu terlalu besar.
Bahkan target Rp 165 triliun yang dimasukan sebagai sumber pendapatan di APBN-P 2016 juga terlalu tinggi. ”Mengira dana di luar itu terlalu besar. Tapi, realitasnya tidak sebesar itu,” ujarnya.
Namun, data-data baru dari tax amnesty itu bisa dipergunakan untuk memperluas basis data perpajakan di Indonesia. JK menekankan pentingnya untuk penggunaan teknologi informasi untuk akses data pajak tersebut. Sehingga, data yang didapatkan pemerintah pun bisa lebih valid lagi.
”Memang dibutuhkanlah reformasi pajak lagi yang khsusunya menyangkut tentang IT lebih modern dalam bidang perpajakan, sehingga semua transaksi bisa ketahui dan sebagainya,” tutur dia.
Lebih lanjut, JK juga mengungkapkan penerimaan negara dari sektor pajak juga belum seluruhnya tercapai.
Dia menuturkan pajak didapatkan dari keuntungan para pengusaha. Sedangkan ekonomi memang sedang lesu.
”Soal realisasi pajak memang kita menyadari karena ekonomi lesu, dunia ini termasuk Indonesia,” tambahnya.
Hingga 20 Desember, realisasi penerimaan pajak baru sebesar Rp 1.032,2 triliun atau 76,17 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 sebesar Rp 1.355,2 triliun.
Melihat kondisi tersebut, JK menuturkan sudah tidak mungkin lagi untuk bisa mengenjot penerimaan dari pajak hingga pergantian tahun. Sebab, orang sudah disibukan dengan liburan akhir tahun.
”Bagaimana mungkin lagi mau tarik pajak kiri kanan akhir tahun. Sudahlah, tunggu tahun depan ajalah,” ujar dia. (jun/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dirut Perhutani Kunjungi Curug Cilember dan Citamiang
Redaktur & Reporter : Soetomo