Tayangan Televisi Semakin Parah! Psikolog: Akibatnya Buat Anak Kayak Begini

Minggu, 29 November 2015 – 10:15 WIB
Sinetron Ganteng-Ganteng Serigala pernah dilarang tampl di televisi oleh Komisi Penyiaran Indonesia tahun lalu.

jpnn.com - PSIKOLOG Elizabeth T. Santosa yang concern pada pendidikan dan klinis anak membenarkan langkah preventif yang dilakukan Roro dan Deasy dalam membentengi anak dari kualitas buruk tayangan televisi. 

(BACA: Laporan KhususTayangan Televisi Semakin Parah! Anak 6 Tahun: Mama, Pacaran Itu Apa?

BACA JUGA: Tayangan Televisi Semakin Parah! Ini Curhatan Deasy Noviyanti

”Kita tidak bisa mengelak dari efek televisi yang begitu besar,” ujarnya. Statistik menunjukkan, balita rata-rata menonton televisi selama 25 jam per pekan atau 3,5 jam per hari. 

(BACA: Laporan KhususTayangan Televisi Semakin Parah! Tokoh Kartun Kok Cabul?

BACA JUGA: Tayangan Televisi Semakin Parah! Tokoh Kartun Kok Cabul?

Padahal, pola pikir anak masih terbatas. Mereka belum bisa membedakan akting dan kehidupan nyata. Bayangkan jika anak menonton program TV yang di dalamnya ada pemeran anak-anak nakal yang suka mem-bully teman lainnya. 

BACA: Tayangan Televisi Semakin Parah! Ini Curhatan Deasy Noviyanti)

BACA JUGA: Tayangan Televisi Semakin Parah! Anak 6 Tahun: Mama, Pacaran Itu Apa?

”Anak bisa tergerak untuk mengadopsi identitas dan karakter negatif itu bila tidak ada pendampingan ortu yang bisa menjelaskan bahwa itu tidak baik,” papar penulis Raising Children in Digital Era tersebut.

Lizzie –sapaan akrab Elizabeth– menambahkan hasil riset American Academy of Child and Adolescent Psychiatry yang menunjukkan adanya hubungan antara televisi dan kekerasan. Menonton tayangan yang berisi kekerasan atau dialog-dialog kasar –dalam frekuensi sering (apalagi, mengikuti tiap episode)– akan memperbesar peluang anak untuk berperilaku sama. 

Anak-anak yang memiliki masalah perilaku, gangguan belajar, dan pengendalian emosi akan lebih mudah dipengaruhi tontonannya di televisi. 

”Dampaknya bisa segera terlihat atau mungkin baru muncul beberapa tahun kemudian. Meski, dia hidup dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan minim kekerasan,” papar Lizzie. 

Itulah pentingnya pantauan secara detail terhadap apa yang ditonton anak-anak. ”Orang tua harus paham jalan cerita dan karakter tokoh-tokohnya, temani anak saat menonton sambil membahasnya,” pesan Lizzie. (nor/dod/gun/c10/sof/jon/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tips Mengatasi Suara yang Hilang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler