jpnn.com, SURABAYA - Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini ingin rumah sakit di wilayah itu hanya untuk warga asli Surabaya.
Dia tak rela, jika usahanya untuk terus meningkatkan kapasitas ruangan di rumah sakit milik Pemkot Surabaya, akhirnya digunakan untuk warga daerah lain.
BACA JUGA: Langgar Aturan dari Bu Risma, Masih Ada 260 Masjid yang Gelar Salat Tawarih di Surabaya
Risma memastikan akan terus berusaha meminta warga asli Surabaya yang sudah mengalami gejala Covid-19 mau dirawat di rumah sakit.
Utamanya rumah sakit milik Pemkot Surabaya. Daripada nantinya malah digunakan oleh masyarakat luar Surabaya.
BACA JUGA: Pasien Covid-19 Bertambah, Pemprov Jatim Kritik Pemkot Surabaya Lagi
“Kami terus tekan, bagaimana agar pasien ini tetap di rumah sakit. Karena tadi saya sampaikan, jangan sampai kami tidak menggunakan, kemudian orang lain yang menggunakan,” tegas Risma.
Dia mengklaim jika kondisi saat ini, di rumah sakit milik Pemkot Surabaya ada banyak warga luar kota Surabaya yang dirawat.
BACA JUGA: Bu Risma: Telurnya dari Tiga jadi Lima
Mayoritas dari pasien luar kota tersebut, langsung masuk ke Unit Gawat Darurat (UGD).
“Kalau hitungan saya, sampai 50 persen (rumah sakit rujukan yang digunakan oleh pasien luar kota). Datangnya ke UGD. (Ada) di RS Soewandhie lalu RS BDH, (semua) datang ke UGD,” ucap Risma.
Perlu diketahui saat ini rumah sakit rujukan Pemkot Surabaya tengah mengalami kelebihan kapasitas pasien.
Oleh sebab itu, Risma pun menyayangkan, kepada kepala daerah yang langsung merujuk warganya rumah sakit di Surabaya.
“Nanti mereka (pasien luar kota) harus ikuti bagaimana protokolnya. Jadi nggak semua orang masuk (rumah sakit) terus diterima. Padahal protokolnya kan harus diikuti. Kalau sedang-sedang saja kenapa harus dirujuk di RS Surabaya,” kata Risma.
Selain tidak ingin fasilitas Pemkot Surabaya dimanfaatkan orang lain, Risma juga takut jika warganya nantinya tidak kebagian ruangan.
Maka dari itu, dia menyarankan kepala daerah lain, minimal menerapkan protokol kesehatan yang ketat di wilayah masing-masing.
“Kalau warga Surabaya OTG (Orang Tanpa Gejala), terus dia ke mana-mana kan kita (Pemkot Surabaya) juga berat. Jadi kami sampaikan seperti itu. Sebetulnya kuncinya di pemutusan mata rantai, kuncinya di situ. Kalau pengawasannya bener, yang ini diawasi betul,“ pungkas Risma. (ngopibareng/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia