jpnn.com, YOGYAKARTA - Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menolak rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No 109 Tahun 2012, tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Ketua RTMM DIY Waljid Budi Lestarianto menilai rencana tersebut tidak tepat dilakukan di saat situasi ekonomi belum kondusif akibat pandemi Covid-19.
BACA JUGA: Dikabarkan Putus dengan Harris Vriza, Ria Ricis Ngakunya Begini
“Revisi PP 109 akan menjadi persoalan serius di tengah situasi ekonomi yang tidak kunjung pulih dan hanya akan memperparah situasi,” tegas Waljid.
Waljid melihat ada hal yang kurang transparan terutama dalam proses pembahasan terkait PP 109.
BACA JUGA: Menko Airlangga Beberkan Strategi untuk Tingkatkan Ekspor
Pihak–pihak yang berkompeten menurutnya justru tidak pernah dilibatkan dalam proses revisi sejak awal, terutama pada saat pertemuan yang sifatnya intensif.
Kelompok yang mengatasnamakan kesehatan secara sadar mendorong rencana revisi PP 109/2012.
BACA JUGA: Kemendagri: Perencanaan Pengembangan Kawasan Bandung Raya Harus Matang & Berkelanjutan
"Dari hasil pantauan kami kelompok yang mengatasnamakan kesehatan justru mengambil keuntungan dari situasi saat ini di mana pemerintah dan masyarakat tengah berjibaku menghadapi Covid-19 bahkan menerima aliran dana dari institusi asing," sebutnya.
Waljid menambahkan saat pandemi Covid-19 meluas di Indonesia, produksi IHT secara umum menurun.
Dampak Covid-19 terhadap produksi IHT tentu saja juga berimbas pada tenaga kerja.
Industri yang padat karya ini harus mengurangi jam kerja buruh di pabriknya masing-masing guna menghindari persebaran Covid-19.
“Kami pekerja sektor rokok tergabung dalam PD FSP RTMM-SPSI DIY meminta para pihak baik eksekutif maupun legislatif menunda pembahasan rancangan Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012, atas dasar kemanusiaan,” ujarnya.
Meski revisi PP 109 ini diusulkan oleh Kementerian Kesehatan, namun tidak semua kementerian terutama di industri terkait memiliki pendapat serupa.
Kementerian Perindustrian menyatakan revisi ini tidak tepat apabila dilakukan pada situasi pandemi karena akan semakin memperburuk kondisi Industri Hasil Tembakau (IHT).(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy