Hal itu disampaikan Kurtubi, di kantor Dewan Pers, Selasa (11/9), usai mengadukan sebuah iklan di harian Kompas yang menyebut UU Migas hasil reformasi. “Iklan itu adalah sebuah kebohongan besar dan menyesatkan publik,” kata Kurtubi.
Kurtubi bersama sejumlah tokoh lainnya seperti Rizal Ramli, Sri Edi Swasono dan Kwik Kian Gie, menemui Ketua Dewan Pers Bagir Manan guna mengadukan sebuah iklan tanpa identitas pemasang yang dimuat Kompas pada 9 dan 28 Agustus 2012 lalu. Para tokoh tersebut beranggapan “iklan kaleng” tersebut telah memutarbalikan fakta dan sarat dengan pembohongan publik.
Kurtubi menyebut iklan tersebut penuh kebohongan dan memutarbalikkan fakta. Sebab faktanya, LNG Tangguh hingga saat ini tetap dikirim ke China walau pun dengan harga sangat murah, yaitu US$3,35/mmbtu. Sementara PLN dan kalangan industri lokal justru sudah lama kekurangan gas.
"Kalau iklan itu benar, kenapa pengiriman gas Tangguh ke China tidak dihentikan dan dialihkan untuk kebutuhan lokal saja? Asal tahu saja, harga LNG Badak sekarang mencapai US$18/mmbtu,” ungkap Kurtubi.
Dalam kesempatan itu Kurtubi membeber kejanggalan iklan tersebut. Pertama, dalam iklan disebutkan bahwa BP Migas tidak punya aset, karena asetnya milik pemerintah. Namun di sisi ain, BP Migas mewakili Pemerintah dalam menandatangani kontrak dengan perusahaan asing dalam pola business to government (B to G).
“Pembohongan publik kedua, UU Migas mengarah untuk melegalkan penguasaan kekayaan migas nasional oleh perusahaan asing/swasta. Hal ini tampak pada pasal 12 ayat 3, yang menyatakan Kuasa Pertambangan oleh menteri diserahkan kepada perusahaan asing atau swasta. Sementara itu, implementasi kepemilikan atas sumber daya migas alam (SDA) migas sengaja dikaburkan dengan tidak adanya pihak yang membukukannya karena BP Migas tidak punya neraca,” papar Kurtubi.
Dia menambahkan, UU Migas pada dasarnya melegalkan penguasaan kekayaan migas melalui desain BP Migas yang tanpa komisaris. Selain itu, UU Migas disusun dengan tujuan untuk memecah-belah Pertamina dengan memaksakan penerapan pola unbundling agar mudah dijual.
"Pendeknya, dengan kehadiran BP Migas, tata kelola migas Indonesia menjadi yang paling buruk di Asia Oceania. Hal ini ditandai dengan produksi anjlok, cost recovery melonjak, karyawan BP Migas melonjak 10 kali lipat, merugikan negara dan melanggar Konstitusi," kata Kurtubi.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dampak Siklon Sanba, Sejumlah Daerah Mulai Hujan
Redaktur : Tim Redaksi