“Itu bukan program yang mustahil. Kita hanya butuh niat kuat, konsep yang jelas dan berkesinambungan, serta kerjasama yang baik dengan berbagai pihak, termasuk perbankan, dengan semangat peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan rakyat,” kata mantan Sekretaris Daerah Provinsi Sumut ini kepada wartawan di Jakarta, Minggu (11/11).
Tokoh masyarakat Sumut ini menyadari mengatasi pengangguran bukan perkara yang mudah. Namun kata dia, semuanya itu bisa dilakukan jika pemangku kepentingan di Sumut berani melakukan terobosan dengan memberikan pelatihan dan modal kerja bagi sebanyak-banyaknya penganggur di Sumut. Program tersebut harus menyentuh sedikitnya 10 ribu penganggur dalam setahun atau 50 ribu penganggur dalam waktu lima tahun.
RE Nainggolan menjelaskan sasaran program pelatihan dan modal kerja tersebut sebaiknya diutamakan bagi kalangan muda, petani dan nelayan, serta anak putus sekolah. Pelatihan dapat berupa perbaikan alat elektronik dan telekomunikasi, perbaikan kendaraan bermotor, peningkatan produktivitas pertanian dan perikanan serta jenis-jenis pelatihan ketrampilan lainnya yang disesuaikan dengan potensi lokal dan dunia kewirausahaan.
“Kita bisa mendirikan dan mengembangkan semacam Rumah Pelatihan dan Inisiasi Produktifitas di setiap kabupaten/kota. Biaya pelatihan dianggarkan sebesar Rp 5 juta per orang dan akan dialokasikan dari APBD Sumut. Jika dalam setahun program ini menjangkau 10 ribu pengangur, maka biaya dalam setahun hanya Rp 50 miliar atau sekitar 0,8 persen dari APBD Sumut yang pada tahun 2012 sebesar Rp 6,1 triliun,” kata RE Nainggolan yang dikenal sebagai Bapak Ekonomi Kerakyatan Sumut.
Setelah mengikuti program pelatihan dan dinayatakan lulus dengan baik, RE Nainggolan mengatakan peserta akan diberi modal kerja Rp 20 juta hingga Rp 25 juta per orang. Sumber modal kerja itu berasal dari pinjaman perbankan yang sifatnya cepat, murah, aman, dan tanpa agunan. “Dalam hal inilah pemeritah dan perbankan harus melakukan kerjasama yang baik,” kata RE Nainggolan.
Mantan bupati Tapanuli Utara itu melanjutkan, satu orang peserta pelatihan yang telah mendapat modal kerja diwajibkan membuka usaha sehingga menciptakan lapangan kerja baru bagi penganggur lainnya. Dengan demikian, program tersebut memberikan efek ganda (multiplier effect) yang cukup besar bagi pengurangan angka penganggur di Sumut yang berdasarkan data BPS saat ini berjumlah 410 ribu orang.
Jumlah penganggur yang tergolong besar itu telah menjadi persoalan yang meresahkan masyarakat Sumut. Namun, lebih dari sekadar program pelatihan dan pemberian modal kerja bagi penganggur, RE Nainggolan mengatakan, paradigma pembangunan Sumut yang selama ini berorientasi ke perkotaan harus diubah ke pengembangan masyarakat dan wilayah pedesaan. “Inilah saatnya pembangunan harus dimulai dari desa,” kata RE Nainggolan.
RE Nainggolan menjelaskan, pembangunan Sumut dari desa dapat dilakukan melalui banyak hal. Misalnya, dengan membangun dan memperbaiki infrastruktur pedesaan, memfasilitasi penggunaan bibit unggul bagi petani seperti bibit padi Mari Sejahterahkan Petani (MSP), serta membangun Kawasan Agropolitan di wilayah Dataran Tinggi dan Kawasan Agromarinepolitan di Pantai Timur, Pantai Barat, dan Pulau Nias, Sumut.
“Jika pembangunan dimulai dari desa, termasuk oleh provinsi lainnya di Indonesia, saya yakin pemerataan pendapatan dan kesejahteraan antara penduduk kota dan desa bisa terjadi, sehingga pembangunan yang berkeadilan itu akan terwujud,” kata RE Nainggolan. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pejuang Yang Tak Diperjuangkan
Redaktur : Tim Redaksi