jpnn.com - JAKARTA - PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) paling merasakan beratnya tantangan industri telekomunikasi saat ini. Anak perusahaan Grup Bakrie itu berjuang keras membayar utang dan terus mencatat kerugian. Karena itu, emiten dengan kode perdagangan BTEL itu melakukan penghematan besar-besaran tahun depan.
Laporan keuangan BTEL pada kuartal ketiga 2013 mencatat total liabilitas Rp 9,3 triliun atau naik dari Rp 7,4 triliun pada periode sama tahun lalu. Pada kuartal ketiga, total pendapatan usaha BTEL Rp 1,8 triliun atau turun dari Rp 2,2 triliun. Beban usaha tercatat Rp 1,4 triliun sehingga menderita rugi bersih Rp 1,5 triliun, naik dari posisi Rp 978,3 miliar pada periode sama tahun lalu.
BACA JUGA: BI Minta Relaksasi DNI Genjot Ekspor
Saat ini manajemen BTEL berjuang keras mencari solusi atas keterlambatan pembayaran kupon bunga obligasi (bond) beredenominasi dolar AS yang diterbitkan anak usahanya di Singapura, Bakrie Telecom Pte Ltd. Utang pokok obligasi yang terbit 7 Mei 2010 itu bernilai USD 250 juta dengan kupon 11,50 persen selama lima tahun.
Periode pembayaran kupon dilakukan per semester setiap 7 Mei dan 7 November. Dengan demikian, bunga yang harus dibayar setiap jatuh tempo adalah USD 14,37 juta. Kupon bunga yang semestinya dibayarkan 7 November 2013 kemarin tertunda.
BACA JUGA: Pertamina Tutup Pintu Renegoisasi dengan Merpati
Selain itu, Bakrie Telecom Pte Ltd menerbitkan lagi obligasi USD 130 juta pada 27 Januari 2011 sehingga total USD 380 juta. "Perlu diklarifikasi itu bukan gagal bayar. Kita sudah bayar sebelumnya. Kita sudah tunjuk FTI Consulting melakukan negosiasi dengan pihak owner bond," ungkap Direktur dan Sekretaris Perusahaan BTEL Imanuddin Kencana Putra, Jumat (8/11).
Karena itu, pihaknya bakal lebih selektif dengan menunda beberapa rencana ekspansi supaya menyehatkan dari sisi operasi. Tanpa beban kewajiban itu, kata Iman, BTEL memang akan menerapkan strategi penghematan biaya operasi dan mengoptimalkan potensi yang ada.
BACA JUGA: BNI Teken MoU dengan ICC Indonesia
"Fokusnya memang tetap voice, SMS, dan data. Tapi, kita lihat opportunity teknologi baru yang ada," paparnya.
Head of Investment PT AAA Asset Management Siswa Rizali mengatakan, strategi cost cutting belum tentu efektif. Terlebih di industri telekomunikasi yang tingkat persaingannya tinggi. "Apalagi di dunia telekomunikasi sangat kompetitif dengan teknologi cepat berubah," ucapnya. (gen/c1/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Garuda Indonesia Resmikan Rute Jakarta-Osaka
Redaktur : Tim Redaksi