Tekanan ke Rupiah Hingga 2014

IHSG Terbenam Di Bawah 4.000

Rabu, 28 Agustus 2013 – 07:29 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Penguatan tipis Rupiah pada Senin lalu, seolah hanya memberi kesempatan untuk sejenak menarik nafas. Kemarin, Rupiah kembali dibanting dolar AS (USD) dan mengalami pelemahan harian terparah di dunia.      

 

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, pelemahan nilai tukar Rupiah saat ini merupakan kombinasi dari tekanan eksternal perekonomian global dan defisit transaksi berjalan (current account).

BACA JUGA: DPR Prediksi Anjloknya Rupiah jadi Alasan NAA Nego Inalum

"Tren pelemahan nilai tukar Rupiah ini masih akan berlanjut hingga awal 2014," ujarnya saat rapat paripurna dengan DPR kemarin (27/8).    

BACA JUGA: Banyak Rumah Tak Layak Huni

 Kemarin, data nilai tukar Bank Indonesia (BI) berdasar Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor), Rupiah ditutup di posisi 10.883 per USD, melemah 42 poin dibanding penutupan sehari sebelumnya yang di posisi 10.841 per USD. Ini merupakan nilai tukar terendah sejak 23 April 2009, ketika itu Rupiah di posisi 10.940 per USD.       

Sementara itu, di pasar spot, Rupiah terjerembab lebih dalam. Data kompilasi Bloomberg menunjukkan, hingga sore kemarin, Rupiah ditutup di level 11.337 per USD, melemah 4,5 persen dibanding penutupan hari sebelumnya yang di posisi 10.848 per USD. Ini merupakan pelemahan paling parah dibanding seluruh mata uang utama di seluruh dunia.     

BACA JUGA: Pemerintah Ajak DPR Koreksi Target Pertumbuhan Ekonomi

Chatib mengakui, yang bisa dilakukan pemerintah saat ini adalah menahan fluktuasi Rupiah agar pergerakannya lebih stabil. Karena itu, salah satu yang dilakukan pemerintah adalah merilis paket kebijakan untuk menunjukkan komitmen bahwa pemerintah Indonesia serius menangani permasalahan defisit transaksi berjalan dan tetap berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi. "Ini salah satu upaya untuk memperbaiki fundamental ekonomi," katanya.          

Sebelumnya, Senin malam (19/8), pemerintah beserta BI dan OJK mengadakan rapat tertutup dengan Komisi XI DPR untuk membahas kondisi perekonomian terkini. Usai pertemuan, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz mengatakan jika dalam pertemuan tersebut pemerintah memberikan proyeksi perekonomian Indonesia tahun ini. "Salah satunya perkiraan inflasi yang akan mencapai 9 persen," ujarnya.      

Selain itu, pemerintah juga memproyeksi rata-rata nilai tukar Rupiah tahun ini akan ada di kisaran Rp 10.000 - 10.200 per USD, jauh di atas asumsi Rp 9.600 per USD yang dipatok dalam APBN Perubahan 2013. "Jadi, untuk asumsi makro 2013 mungkin akan ada revisi," katanya.       

Tekanan global tak hanya memukul nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar, namun juga kinerja bursa saham tanah air. Akibat terus melorotnya indeks harga saham gabungan (IHSG), nilai atau kapitalisasi pasar saham Indonesia kian menjauhi target yang dicanangkan Bursa Efek Indonesia sebesar Rp 5.000 triliun pada akhir tahun ini.

IHSG kemarin (27/8) kembali terpuruk. IHSG pun ditutup di bawah level 4.000, setelah sepanjang perdagangan hari ini berada di zona merah. IHSG melorot 159,8 poin atau 3,7 persen ke posisi 3.967,84. Sebanyak 278 saham turun, 33 saham naik, dan 37 saham tidak berubah. Volume perdagangan mencapai 5,626 miliar saham, dengan nilai Rp 5,625 triliun.       

Saham-saham yang menjadi pemberat indeks antara lain BMRI melorot 6,34 persen, TLKM turun 5,16 persen, SMGR terkoreksi 5,12 persen, dan ASII melemah 6,19 persen.     

Konsolidasi data BEI per 27 Agustus 2013, kapitalisasi pasar pasar modal Indonesia tercatat hanya sebesar Rp 3.902 triliun. Kinerja 479 saham emiten atau perusahaan publik nasional, pun merosot paling tajam di antara indeks acuan dunia lainnya sejak awal tahun (year to date/ytd).      

IHSG yang terjerembab sebesar 8,08 persen, diikuti indeks Sensex India yang jatuh 7,43 persen. Kemudian indeks Shanghai Tiongkok dan SET Thailand yang masing-masing terkoreksi 7,30 persen dan 7,04 persen.       

Melihat kondisi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemarin (27/8) langsung mengeluarkan paket kebijakan. Berbentuk Surat Edaran OJK nomor 1/2013, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida menyatakan kondisi pasar modal saat ini telah berfluktuasi secara signifikan.  "IHSG sejak 20 Mei 2013 hingga 27 Agustus telah turun 1.274,13 poin, atau 23,91 persen. Kami menetapkannya sebagai kondisi lain yang artinya kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan," ungkapnya.      

Lantaran itu, berdasarkan peraturan OJK (POJK) nomor 2 tahun 2013, OJK mempersilakan emiten untuk melakukan buyback atau pembelian saham kembali tanpa persetujuan RUPS. Buyback ini akan sangat bermanfaat bagi emiten yang sahamnya anjlok drastis akibat tekanan regional maupun domestik, pada perdagangan saham selama tiga bulan terakhir ini.      

Chief Investment Officer Director CIMB Principal Asset Management Fajar Hidajat mengakui, saham-saham emiten yang berada pada jajaran kapitalisasi kecil (small caps) terus tergerus dan berada pada level yang rendah. Misalnya SSIA yang masuk ke level 650 dari 1.200, dan LPKR dari 1.900 menjadi 900 dibandingkan awal tahun.

"Begitu pula yang blue chips seperti BMRI turun dari 9.000 ke 7.000. Jika blue chips turun, recovery-nya akan cepat, dan ini artinya IHSG telah mendekati bottom," ungkapnya.      

Fajar menyatakan, IHSG yang berada di bawah posisi 4.000 poin sudah merupakan dampak sentimen psikologis karena likuiditas, bukan perkara fundamental lagi. "Sehingga kita tinggal menunggu kapan inflasi mencapai puncaknya. Dan setelah itu, kita akan lihat apakah yield obligasi akan turun. Jika market masuk level bottom, IHSG hanya butuh enam bulan untuk recovery ke posisi awal, dihitung dari Mei yang sudah bearish," terangnya.       

Sementara itu, pemerintah terus menggunakan cadangan devisa agar nilai rupiah tidak jatuh terhadap dollar AS. Cadangan devisa Indonesia pun terkuras hingga menyentuh level terendah yakni USD 92,7 miliar per Juli 2013. Namun, pemerintah menyatakan cadangan devisa masih dalam tahap aman.    

Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah, cadangan devisa Indonesia masih cukup aman dibandingkan akhir tahun 2008 lalu.

"Waktu itu (2008) cadangan devisa kita mencapai USD 54. Saat ini kan masih USD 92, jadi jumlahnya masih jauh lebih besar dari tahun 2008 lalu,"jelas Firmanzah di Jakarta, kemarin (27/8). (owi/gal/ken/kim)

 

 


 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rizal Ramli: SBY Tinggalkan Bom Waktu Quatro Deficit


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler