Teknologi Makin Berkembang, UU LLAJ Ketinggalan Zaman

Jumat, 21 Agustus 2020 – 13:08 WIB
Syarif Abdullah Alkadrie. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi V DPR Syarif Abdullah Alkadrie mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) segera dibahas di tingkat Badan Legislasi (Baleg).

Politikus yang memimpin Komisi Perhubungan DPR itu beralasan, perkembangan zaman terus menuntut penyesuaian regulasi mengenai moda transportasi dan infrastrukturnya. Selain itu, wacana tentang revisi UU LLAJ telah bergulir sejak lama dan sudah ada naskah akademisnya.

BACA JUGA: Angkutan Online Desak Revisi UU LLAJ, Ini Kata Pakar

"Saya kira sudah saatnya RUU LLAJ masuk ke pembahasan di Baleg. Segala sesuatunya sudah terpenuhi, apalagi wacana revisi sudah dari periode kemarin dilakukan. Akan banyak mudaratnya kalau hal ini ditunda terus menerus," kata Syarif kepada wartawan, Kamis (20/8).

Legislator Partai NasDem itu menambahkan, bila tidak pembahasan mengenai revisi RUU tersebut tidak menunjukkan progres, hal-hal terkait LLAJ akan selalu tertinggal. Selain itu, Syarif juga mengkhawatirkan berbagai efek negatif jika UU LLAJ tidak disesuaikan dengan tuntutan zaman.

BACA JUGA: Berikan Kepastian Hukum Bagi Go-jek Lewat Revisi UU LLAJ

Legislator Dapil I Kalimantan Barat ini manambahkan, kebutuhan revisi RUU LLAJ tidak hanya bentuk dari penyesuaian terhadap zaman yang berubah. Menurutnya, revisi itu juga merupakan upaya menunaikan amanat konstitusi, yakni mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Jadi dimensinya bukan hanya demi mendorong pertumbuhan ekonomi belaka, tetapi lebih dari itu, mewujudkan keadilan sosial yang menjadi amanat konstitusi," imbuhnya.

BACA JUGA: Agar Semua Senang, Jokowi Janjikan Payung Hukum Ojek Online

Menurutnya, bentuk dari keadilan sosial tidak hanya pengaturan moda transportasi daring, tetapi juga pemenuhan aspek keadilan dalam pembangunan jalan di Indonesia.

Demikian juga aspek-aspek lain seperti administrasi kendaraan seperti SIM, STNK, hingga BPKB.

"Semuanya mesti berasas pada prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kalau KTP bisa seumur hidup, mengapa SIM tidak? Toh, kemampuan mengendarai kendaraan tidak pernah hilang, apalagi tiap lima tahun sekali. Demikian juga unsur-unsur dalam STNK maupun BPKB, misalnya," urai Syarif.(boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler